Bubur Sup Masjid Raya Al Mashun selalu menjadi incaran warga Medan saat bulan Ramadan. Tradisi hidangan bubur sup ini sudah ada sejak tahun 1906.
Setiap harinya, Masjid Al Mashun ini membagikan sebanyak 1.000 porsi kepada warga Medan yang datang. Ada yang membawa mangkuk hingga rantang untuk menikmati bubur pedas ini.
"Bubur sup ini dibuat seharinya 1.000 porsi dengan ada 2 pembagian, untuk masyarakat yang mau bawa pulang kita beri, yang mau buka di sini juga kita sediakan, dan kelebihannya kalau buka disini ada anyang serta teh manis dan kurma," ungkap pengurus dan juru masak Masjid Raya Al-Mashun, Hamdan kepada detikSumut, Rabu (13/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hidangan ini terkenal dengan cita rasanya yang khas, dengan isian daging, kentang, wortel, serta rempah-rempahannya membuat hidangan ini terasa harum dan nikmat.
Ketika disajikan pun bubur ini terlihat seperti bubur nasi pada umumnya, namun siapa sangka ketika menyantap hidangan ini rasa yang tercipta di lidah tidak seperti penampilannya.
"Rasanya khas sekali, tidak ada rasa pedas tapi rempah-rempahnya sangat terasa, Itulah yang buat bubur sup di sini rasanya enak," ucap Mahyumi, salah satu pengunjung yang ikut mengantre bubur sup.
Tak hanya itu, beberapa pengunjung pun memiliki pendapat yang berbeda terkait cita rasa hidangan ini yang membuat bubur sup menjadi lebih istimewa.
"Yang buat rasa bubur ini luar biasa itu lemaknya, ada dagingnya, ada bawang gorengnya, ada bawang preinya, wangi. Kalau nggak gitu ngapain orang pada ngambil begitu ramenya," ucap Mira Madona, salah satu masyarakat Kota Medan yang sudah ikut tradisi bubur sup ini dari tahun 1970-an.
Selain antusias masyarakat dengan pembagian hidangan tersebut, ada sedikit keluhan terkait keterlambatan dalam penghidangan bubur sup tersebut untuk masyarakat yang ingin membawa pulang.
"Hari ini nggak tahu kenapa lama kali, nggak kayak biasanya. Biasanya tuh abis siap Asar udah nggak ada lagi, udah kosong rantangan karena habis dibagi. Tapi hari ini udah siap Asar pun belom siap, kayaknya lama orang ini mulai masaknya." protes Mahyumi.
Artikel ini ditulis Siti Alya Zikriena Poetri, peserta magang bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(mjy/mjy)