Bulan suci Ramadan telah tiba. Ini saatnya untuk memperbanyak ibadah kepada Allah SWT, mulai dari berpuasa, salat, hingga membaca Al-Qur'an.
Di samping itu, ada banyak keutamaan lain dari Ramadan. Perihal ini, khatib atau imam salat dapat mengingatkan kaum muslimin lewat khotbah Jumat ataupun kultum tarawih.
Dikutip dari laman NU Online, buku Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun oleh Ulum (2020), Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun oleh Dr. Hasan el-Qudsy, dan sumber lainnya, berikut ini merupakan sederet contoh ceramah Ramadan singkat berbagai topik. Simak, yuk!
Ceramah Ramadan #1: Enam Adab Berpuasa
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَنُصَلِّي وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ الْأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
Jamaah yang berbahagia ...
Ibadah puasa tidak hanya memiliki ketentuan hukum yang menentukan sah tidaknya, tetapi juga memiliki adab tertentu yang berpengaruh terhadap pahala yang diterima oleh seseorang. Artinya, adab berpuasa sangat penting untuk diperhatikan karena menentukan kualitas ibadah ini di hadapan Allah sebagaimana nasihat Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al- Ghazali halaman 439, sebagai berikut:
آدَابُ الصِّيَامِ: طَيِّبُ الغِذاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ، وَمُجَانَبَةُ الغِيْبَةِ، وَرَفْضُ الكَذِبِ، وَتَرْكُ الْآذَى ، وَصَوْنُ الْجَوَارِحِ عَنِ القَبَائِحِ
"Adab berpuasa, yakni: mengonsumsi makanan yang baik, menghindari perselisihan, menjauhi gibah (menggunjing orang lain), menolak dusta, tidak menyakiti orang lain, menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk."
Muslimin yang dicintai Allah ...
Keenam adab sebagaimana disebutkan di atas akan diuraikan satu per satu berikut ini:
Pertama,
Mengonsumsi makanan yang baik. Selama berpuasa, khususnya pada bulan Ramadhan, makanan yang sebaiknya kita konsumsi adalah makanan yang baik atau halalan thayyiban. Beberapa makanan yang baik kita konsumsi selama Ramadhan, di samping makanan pokok seperti nasi atau lainnya, adalah kurma, madu, sayuran, daging, ikan, dan sebagainya. Intinya adalah makanan yang secara kesehatan baik untuk dikonsumsi dan juga halal secara syar'i. Syukur- syukur makanan itu ada tuntunannya di dalam agama, baik berdasarkan al-Quran atau hadis Nabi, seperti madu dan kurma sebagaimana telah disebutkan di atas.
Kedua,
Menghindari perselisihan. Pertengkaran atau perselisihan bisa terjadi kapan saja. Tetapi, orang-orang berpuasa sangat dianjurkan menjaga kesucian bulan Ramadhan dengan tidak melakukan pertengkaran. Untuk itu, diperlukan kesadaran penuh untuk menahan diri dari emosi yang dapat menjurus pada pertengkaran. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulul- lah yang dirawayatkan oleh Bukhari berikut ini:
وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمُ مَرَّتَيْنِ
"Dan jika seseorang mengajak bertengkar atau mencela maka katakanlah, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa"." (Ucapkan hal ini dua kali)
Jadi, ungkapan "Aku sedang berpuasa" sebagaimana dimaksudkan dalam hadis di atas adalah untuk menyatakan ketidaksanggupan kita untuk berselisih atau bertengkar dengan pihak lain pada bulan Ramadhan. Intinya, kita sangat dianjurkan untuk bisa menjaga perdamaian dan kerukunan bersama pada saat kita sedang berpuasa.
Hadirin yang dirahmati Allah ...
Ketiga,
Menjauhi gibah/menggunjing orang lain. Menggunjing orang lain di luar bulan Ramadhan saja tidak baik, apalagi selama puasa pada bulan suci ini. Tentu dosanya lebih besar dan dapat menghilangkan pahala berpuasa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap orang yang berpuasa perlu menyadari hal ini, sehingga bisa bersikap hati-hati dalam menjaga lisannya. Semakin baik kita menjaga lisan, semakin banyak keselamatan kita dapatkan. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari sebagai berikut:
سَلَامَةُ الْإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللسَانِ
"Keselamatan manusia bergantung pada kemampuannya menjaga lisan."
Keempat,
Menolak dusta. Menolak berkata dusta merupakan hal penting, sebab skali berdusta kita akan cenderung berdusta lagi untuk menutupi dusta sebelumnya. Pada saat puasa, kita harus mampu menghindari berkata dusta, karena dusta dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala berpuasa. Juga, kita harus mampu menahan diri dari melakukan sumpah palsu, sebab hal ini juga dapat merusak kualitas ibadah puasa kita. Tentu saja tidak hanya kualitas ibadah puasa kita menjadi menurun akibat dusta dan bersumpah palsu, tetapi juga kita akan mendapatkan dosa yang lebih besar.
Hal tersebut sebagaimana disinggung Rasulullah dalam hadisnya sebagaimana diriwayatkan oleh ath-Thabrani,
فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَات
"Takutlah kalian terhadap bulan Ramadhan, karena pada bulan ini kebaikan dilipatkan sebagaimana dosa juga dilipat-gandakan."
Hadirin hafizhakumullah ...
Kelima,
Tidak menyakiti orang lain. Menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal merupakan perbuatan tercela. Setiap perbuatan tercela berdampak langsung terhadap kualitas ibadah puasa kita. Oleh sebab itu, betapa pentingnya selalu mengingat bahwa di dalam bulan Ramadhan kita benar-benar harus dapat menjaga lisan agar tidak sekali-kali menggunakannya untuk menyakiti orang lain seperti memfitnah, menghina, dan sebagainya.
Keenam,
Menjaga anggota badan dari segala macam perbuatan buruk. Pada bulan Ramadhan khususnya, hendaklah kita dapat menjaga tangan kita agar tidak kita gunakan untuk maksiat seperti memukul orang lain ataupun mencuri, dan sebagainya. Kaki juga harus kita jaga sebaik mungkin dengan tidak menggunakannya untuk pergi ke tempat-tempat tertentu untuk berbuat maksiat dan sebagainya. Demikian pula mata dan telinga kita, hendaklah selalu kita jaga sebaik-baiknya, sehingga tidak kita gunakan untuk melakukan perbuatan maksiat yang dosanya dilipatkan dalam bulan suci ini.
Ringkasnya, jangan sampai kita berpuasa sepanjang hari, tetapi tidak mendapatkan apa-apa, selain haus dan dahaga saja. Sebab, kita banyak melanggar adab berpuasa se- bagaimana dikhawatirkan oleh Rasululllah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad,
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالعَطَسُ
"Banyak orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapatkan apa pun selain dari pada lapar dan dahaga."
Hadirin yang dimuliakan Allah...
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat rahmat dan pertolongan dari Allah, sehingga ibadah puasa tahun ini akan dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa melanggar ketentuan hukum dan adab berpuasa. Dengan cara ini insya Allah puasa kita akan diterima oleh Allah dan mendapatkan ampunan Allah yang sebesar-besarnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Ceramah Ramadan #2: Melatih Anak Berpuasa sejak Dini
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ
الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الْمُجَاهِدِينَ الظَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
Jamaah yang dimuliakan Allah...
Dalam surah at-Tahrim ayat 6 Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً ... (1)
"Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka...."
Ayat ini menjadi dalil bahwa orangtua memiliki tanggung jawab di hadapan Allah untuk mendidik anaknya sesuai dengan ajaran Islam. Di antara bagian pendidikan Islam bagi anak adalah membiasakan mereka untuk melakukan amal saleh, terutama amal wajib, seperti shalat atau puasa Ramadhan. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan para orangtua agar menyuruh anaknya untuk shalat ketika berusia 7 tahun dan memukul mereka (jika menolak shalat) ketika berusia 10 tahun, sebagaimana disebutkan hadis yang diriwayatkan Ahmad serta Abu Dawud.
Hadirin yang berbahagia...
Generasi salaf adalah generasi teladan. Muslim maupun muslimahnya, orang dewasa maupun anak kecilnya, sangat rajin dalam perkara ibadah maupun hal muamalah. Di antara bentuk keteladanan generasi salaf adalah memerintah dan melatih anak-anak kecil yang belum mukalaf untuk turut beribadah bersama kaum Muslimin. Salah satu ibadah tersebut adalah puasa Ramadhan. Ternyata sudah ada contoh dari para sahabat pada masa silam untuk mendidik anak-anak mereka hingga bepuasa penuh sampai waktu berbuka.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa,
عَنِ الرُّبَيَّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ قَالَتْ أَرْسَلَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ « مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ » . قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا ، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ
، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ ، حَتَّى يَكُونَ
عِنْدَ الإِفْطَارِ
"Dari ar-Rubayyi' binti Mu'awwidz, ia berkata, 'Nabi pernah mengutus seseorang ke salah satu suku Anshar pada pagi hari Asyura.' Beliau bersabda, 'Siapa yang pada pagi hari dalam keadaan tidak berpuasa, hendaklah ia berpuasa. Siapa yang pada pagi harinya berpuasa, hendaklah berpuasa.' Ar-Rubayyi' mengatakan, 'Kami berpuasa setelah itu. Lalu anak-anak kami pun turut berpuasa. Kami sengaja membuatkan mereka mainan dari bulu. Jika salah seorang dari mereka menangis, merengek- rengek minta makan, kami memberi mainan padanya. Akhirnya pun mereka bisa turut berpuasa hingga waktu berbuka"."
Dalam hadis di atas anak-anak mereka diberi hiburan mainan, sehingga terlena bermain lantas mereka menyempurnakan puasanya.
Dalam kitab Syarh al-Bukhari li Ibni Batthal juz 7 halaman 125, Ibnu Batthal memaparkan bahwa para ulama sepakat, ibadah dan kewajiban barulah dikenakan ketika telah baligh (dewasa). Namun, kebanyakan ulama sudah menyunnahkan (menganjurkan) mendidik anak untuk berpuasa sejak kecil, begitu pula untuk ibadah lainnya. Hal ini untuk keberkahannya dan agar membuat mereka terbiasa sejak kecil, sehingga semakin mudah mereka lakukan ketika telah diwajibkan.
Sementara itu, Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim juz 8 halaman 15 mengatakan, "Hadis di atas menunjukkan perintah untuk melatih anak dalam melakukan ketaatan dan mendidik mereka untuk beribadah. Akan tetapi, mereka tetap masih belum terbebani syariat atau belum mukalaf. Sedangkan, al-Qadhi mengatakan bahwa telah terdapat riwayat dari Urwah, ketika telah mampu puasa, anak sudah wajib puasa. Namun pernyataan jelas keliru karena bertentangan dengan hadis shahih yang menyatakan, 'Pena diangkat dari tiga orang (di antaranya), dari anak kecil hingga ia ihtilam (baligh).' Wallahu a'lam."
Meski anak-anak tersebut masih kecil, ternyata masih ada orang besar yang kalah dari mereka. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya bab "Shaum ash-Shibyan" no. 1690 disebutkan bahwa, "Umar r.a. berkata kepada orang yang mabuk-mabukan pada siang hari bulan Ramadhan, 'Celaka kamu! Anak-anak kami yang masih kecil saja berpuasa!' Kemudian beliau memukulnya."
Hadirin yang dimuliakan Allah ...
Setiap anak dikaruniai kemampuan jasmani maupun rohani yang berbeda. Oleh sebab itu, orangtua hendaklah mampu menyadari seberapa siapkah anak mereka untuk dilatih berpuasa. Tidak menutup kemungkinan seorang anak berusia 3 tahun sudah mampu menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Sebaliknya, boleh jadi ada anak berusia 6 tahun yang hanya mampu berpuasa "beduk" (latihan berpuasa sampai waktu Zuhur).
Selain itu, perlu disadari betul bahwa dunia anak itu berwarna-warni, bagai pelangi.
Niat orangtua untuk meraih ridha Allah pasti akan dibuktikan dengan usaha keras, cerdas, dan ikhlas tanpa emosi yang kembang-kempis. Kita tengok generasi salaf; mereka buatkan mainan penghibur hati bagi si buah hati yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian si kecil dari makanan dan minuman. Untuk itu, pandai-pandailah melihat kecenderungan anak. Pada zaman sahabat, mainan wol mungkin sudah termanis dan dapat menyenangkan si buah hati.
Adapun pada zaman sekarang, sesuaikan dengan keadaan. Misalnya, jika anak kita senang ikut memasak dengan kita, izinkan dia ikut serta bersama kita di dapur. Apabila anak suka dibacakan buku cerita atau dongeng, luangkan waktu sejenak untuk menemaninya dan menghiburnya. Pastinya perlu kita ingat selalu, penghibur bagi anak (mainan) mestilah sesuatu yang tidak melanggar batasan syariat Allah dan mengandung manfaat di dalamnya. Jangan sampai membiarkan anak-anak kita sibuk dengan gawai yang dapat melalaikannya dari ibadah dan membuatnya malas-malasan seharian.
Hadirin yang dirahmati Allah ...
Upaya lain yang bisa dicoba adalah mengajak anak makan sahur bersama keluarga agar memiliki energi untuk berpuasa. Seimbangkan menu sahur dan buka puasanya: nasi dan lauk pauk (sayur, ikan, tempe, tahu, ayam, atau daging), susu, kurma, serta pilihan makanan dan minuman sehat bernutrisi lainnya. Jangan asal enak, tapi tak sehat. Jangan pula asal kenyang, tapi miskin kandungan gizi.
Kalau mereka sudah mau berpuasa, berilah pada mereka motivasi dan penghargaan, apalagi bila sudah berhasil berpuasa satu hari penuh. Penghargaan tidak harus berupa tambahan uang saku, tapi bisa juga dengan memberinya menu spesial kesukaan anak saat berbuka (iftar). Apabila sudah demikian, insya Allah raga anak akan siap berpuasa seharian, dan anak tak akan sengsara. Bahkan, bisa saja badannya malah jadi lebih bugar karena waktu makannya yang lebih teratur (sahur dan berbuka). Apalagi, bila ditambahkan dengan camilan sehat secukupnya pada malam hari, misalnya buah segar atau bubur kacang hijau.
Muslimin hafizhakumullah ...
Berpuasa memerlukan kesiapan fisik dan mental. Jika ingin melatih anak kecil berpuasa, lakukan secara bertahap:
- Jika orangtua berpuasa Senin dan Kamis, anak bisa diajak serta.
- Uji coba dengan puasa "beduk". Jika anak masih kuat, lanjutkan puasanya hingga sehari penuh sampai Magrib.
- Lebih kerap memberi kalimat motivasi.
- Sajikan hidangan kegemaran anak sebagai menu berbuka untuknya.
- Ketika berbuka, motivasi anak dengan nikmatnya berbuka setelah berjuang berpuasa sehari penuh.
Kesimpulannya adalah bahwa anak kecil diperintahkan untuk melakukan beragam bentuk ketaatan, termasuk berpuasa pada bulan Ramadhan adalah supaya mereka terbiasa melakukannya sebelum usianya dewasa. Sehingga, ketika mereka telah tumbuh dewasa akan mudah baginya untuk melakukan beragam ketaatan-ketaatan tersebut. Segala kemudahan datang dari Allah. Tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan dan rahmat-Nya. semoga Allah mendidik anak-anak kita menjadi anak yang saleh dan salihah.
Ceramah Ramadan #3: Hakikat Ibadah Puasa
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Innalhamdalillah washolatu wasalamu ala rosulillah sayyidina Muhammad ibni abdilah waala alihi wasohbihi wamawalah (amma ba'du).
Jemaah masjid yang semoga Allah muliakan dunia dan akhirat.
Alhamdulillah, dengan izin Allah kita bisa berkumpul di masjid ini untuk menjalankan perintah-Nya. Mudah-mudahan kita dapat meraih pahala dan pengampunan dari Allah SWT di bulan penuh rahmat ini.
Jamaah yang dirahmati Allah SWT,
Ibadah puasa disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Ibadah puasa sejatinya bukan syariat baru. Ibadah puasa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad saw.
Ibadah puasa mengandung banyak manfaat dan keutamaan bagi umat manusia baik secara jasmani maupun secara rohani. Oleh karena itu, ibadah puasa tidak hanya disyariatkan kepada umat terdahulu, tetapi juga umat Nabi Muhammad saw, umat akhir zaman.
Ibadah puasa sendiri cukup unik. Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasat mata. Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.
Imam Al-Ghazali menjelaskan keistimewaan ibadah puasa. Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Imam Al-Ghazali menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:
أن الصوم كف وترك وهو في نفسه سر ليس فيه عمل يشاهد وجميع أعمال الطاعات بمشهد من الخلق ومرأى والصوم لا يراه إلا الله عز و جل فإنه عمل في الباطن بالصبر المجرد
Artinya: "Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh Allah saw. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran," (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 293).
Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadits qudsi selalu mengatakan, "Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya."
Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena "Puasa itu setengah dari kesabaran," (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, "Kesabaran mengambil setengah bagian dari keimanan," (HR Abu Nu'aim dan Al-Khatib).
Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan pacu setan menyempit dan terbatas.
Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu merupakan jalan masuk setan, "musuh" Allah. Sedangkan syahwat pada manusia itu menguat oleh sebab makan dan minum.
Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam tubuh orang yang berpuasa.
قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ
Artinya, "Rasulullah saw bersabda, 'Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,' (HR. Muttafaq alaihi)," (Al-Ghazali, 2018 M: I/293).
Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan, maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a'lam.
Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Saya akhiri dengan ucapan wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Ramadan #4: Cahaya Ramadan
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
إِنَّ الْحَمدُ لِلَّهِ نَحمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونعوذ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهدها الله وہ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وأَشْهَدُ أَنَّ محمدا عبده ورسوله. اللهم صلِ وسلم وَبَارِكْ عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدَاهُ إلى يوم الْقِيَامَةِ أَمَّا بعد
Bapak ibu yang saya hormati, segala puji kita panjatkan kepada Allah. Kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk hanya kepada-Nya.
Oleh sebab itu, mari kita selalu bersyukur atas apa telah dikaruniakan kepada kita semua.
Selanjutnya, semoga rahmat dan keselamatan senantiasa tercurah limpah kepada Nabi Muhammad Saw., beserta keluarga, sahabat. Kita senantiasa mengharap-harapkan syafaatnya kelak di yaumul akhir.
Bapak ibu dan hadirin yang saya hormati. Saat ini kita berada di bulan suci Ramadhan. Mari kita siapkan jiwa dan badan, mencari suri teladan, perbanyak wirid dan kezuhudan, sebab kita berada di zaman yang edan.
Bulan Ramadhan memang sangat istimewa. Di dalamnya terdapat berbagai peristiwa penting, penuh ampunan, dan keberkahan. Berbagai amalan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda. Bahkan, tidur saja diganjar.
Di sisi lain, pintu pintu langit dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Itu pun masih ditambah dengan Lailatul Qadar yang menambah nilai ibadah kita seribu tahun lebih baik daripada malam-malam lainnya.
Itulah sebagian dari cahaya-cahaya Ramadhan. Mengapa kita sebut cahaya? Ada yang tahu sifat cahaya? Sifat cahaya itu bergerak cepat, menyinari seluruh ruang bahkan mampu menembus celah-celah.
Ia menyinari kegelapan, memberi penglihatan kepada kita sehingga dapat menemukan apa kita cari dan menerangi setiap jalan kita.
Begitu pula dengan Ramadhan. Ramadhan begitu cepat, hanya satu bulan di antara 12 bulan, hanya 30 hari diantara 360 hari. Waktu yang relatif singkat ini sebaiknya dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ramadan menyinari kita dari kegelapan yang kita lakukan sepanjang tahun. Maka tidak heran jika kita melihat banyak orang berubah menjadi shaleh dan shalehah ketika Ramadhan. Tidak perlu kita bully. Itu bukan karena orangnya, melainkan sifat dari Ramadhan yang menerangi.
Dengan cahaya yang dimiliki Ramadhan, kita jadi terbuka dan dapat melihat, mana saja amalan baik yang dapat kita kerjakan sehingga dilipatgandakan. Pada akhirnya, kita dapat memilih jalan yang baik bagi kita sendiri.
Baik bapak ibu saudara sekalian, demikian ceramah yang dapat saya sampaikan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah dan mendapatkan cahaya Ramadhan sepenuhnya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ceramah Ramadan #5: Perbanyak Dzikir di Bulan Ramadhan
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.
Shalawat serta salam senantiasa tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW.
Hadirin sekalian yang saya hormati dan cintai,
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan memperbanyak dzikir.
Dzikir adalah suatu amalan berupa ucapan yang dilakukan oleh seorang muslim untuk mengingat Allah SWT.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 41-42, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dzikiran yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."
Dari ayat tersebut, kita dapat memahami bahwa Allah SWT sangat mengutamakan amalan dzikir bagi hamba-Nya yang beriman. Dzikir bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, baik saat sedang duduk, berdiri, atau bahkan saat sedang melakukan aktivitas lainnya.
Di bulan Ramadhan, kita memiliki kesempatan yang sangat baik untuk memperbanyak dzikir. Kita bisa memulainya dengan membaca istighfar, membaca kalimat tauhid, atau membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Selain itu, kita juga bisa mengikuti majelis-majelis dzikir di masjid atau di lingkungan sekitar kita.
Dengan memperbanyak dzikir di bulan Ramadhan, Insya Allah kita bisa mendapatkan banyak manfaat, seperti merasa lebih tenang, lebih dekat dengan Allah SWT, dan mendapatkan pahala yang besar dari-Nya.
Jadi, marilah kita manfaatkan kesempatan yang ada di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak dzikir dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Demikian ceramah singkat tentang berdzikir di bulan Ramadhan. Kurang dan lebihnya mohon dimaafkan, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Ramadan #6: Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah, marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kepada Allah.
Karena dengan nikmat-Nya, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk kembali bertemu dengan bulan paling mulia, bulan penuh pengampunan, yakni bulan Ramadhan.
Puji syukur pula atas kehendak Allah SWT saya diberi kesempatan untuk berbagi ilmu melalui ceramah Ramadhan yang berjudul "Taqwa, Pembebas Kekafiran Diri".
Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,
Sebulan dalam satu tahun kalender Hijriah, kita mendapat kesempatan untuk menziarahi diri, menepi sejenak dari keriuhan, menata kembali alur kehidupan, atau mendekonstruksi spiritualitas melalui laku puasa. Surat Al Baqarah ayat 183 menjadi dasar dan ruh dalam menjalankan ibadah tersebut.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa "
Ayat ini merupakan dasar naqli kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ayat yang kerap dibaca mubaligh di atas mimbar kultum atau ceramah sepanjang Ramadhan itu, juga menjadi landasan pengharapan seorang hamba agar menjadi pribadi yang bertakwa.
Lalu, siapa "si takwa" itu?. Dalam pandangan awam, kerapkali takwa diimajinasikan sebagai sebuah predikat atau gelar laiknya orang mendapatkan ijazah.
Tafsir yang lebih umum dan klasik kita dengar, takwa berarti takut kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pemaknaan ini ada kesan bahwa ruang lingkup penghayatan takwa terbatas pada pengamalan syariat ibadah. Ia merupakan jelmaan dari rasa takut. Sehingga yang muncul adalah kesalehan individu, ritual-ritual ibadah sebagai wujudnya.
Dampak dari pencerapan seperti itu tak sedikit yang merasa benar sendiri. Membusungkan "keakuan" dalam beragama. Orang lain yang ibadahnya tidak serajin "aku" perlu diingatkan, bahkan, bila perlu dengan cara-cara yang keras.
Kemudian, pemahaman takwa yang lebih mendalam dapat kita jumpai dalam sebuah catatan Muhammad Asad. Orang yang bertakwa adalah mereka yang sadar akan kehadiran Tuhan.
Penafsiran seperti ini membebarkan pengertian takwa yang lebih esoteris. Sikap religius yang ditampilkan oleh seorang hamba bukanlah sebab ketakutan semata, melampaui itu, sikap demikian tampak sebagai keniscayaan karena Tuhan selalu hadir dalam setiap langkah hidup kita.
Dengan demikian, rasa "aku" dalam beragama mampu dikikis habis hingga yang ada hanyalah Sang Khalik. Karena kehadiran-Nya, tidak pantas kita menghukumi orang lain sebagai ahli bid'ah atau kafir. Sebab bukan kita yang berhak memberi penilaian akhir. Ada Tuhan di sisi kita, yang punya kuasa penghakiman.
Sikap yang yang tidak menonjolkan "aku" juga merupakan jalan dakwah yang menghadirkan kelembutan. Amar ma'ruf atau ajakan kebaikan lebih didahulukan ketimbang menghajar kemungkaran.
Alhasil, pemaknaan takwa sebagai kesadaran akan hadirnya Tuhan lebih hakiki (dimensi esoterik) ketimbang sekadar rasa takut yang syariat (dimensi eksoterik).
Hadirin yang dirahmati oleh Allah,
Penggalian makna takwa bisa juga berpijak dari kata takwa itu sendiri. Dalam kamus bahasa Arab, jika kita mencari definisi kata taqwa (ta-qof-wau-ya), maka kita akan dirujuk ke kata dzulum. Bahwa, dzulum adalah lawan kata dari takwa. Dzulum sendiri mempunyai arti melampaui batas atau berlebih-lebihan.
Berarti, takwa bermakna tidak melampaui batas atau proporsional. Arti kata ini bahkan, lebih implementatif. Praktik hidup proporsional menjadi salah satu ciri orang bertakwa.
Perilaku proporsional ini jika diterapkan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, tak akan ada banjir karena orang tidak membuang sampah sembarangan. Tak pernah ada perselisihan sebab orang menjaga hatinya. Bahkan, tak perlu ada kerusuhan gegara kalah dalam pemilu karena orang tidak melampaui batas dalam memperjuangkan haknya.
Muara dari sikap takwa adalah agar kita menjadi hamba yang dikehendaki Allah dalam surat Al Baqarah, sebagai insan yang patut mendapatkan petunjuk dalam Al-Qur'an.
Setiap individu bisa saja membaca Al Qur'an. Tetapi, hanya orang-orang yang memiliki syarat rohani tertentu yang bisa menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk, adalah mereka yang bertakwa, yaitu, mempunyai kesadaran tentang kehadiran Tuhan terus-menerus dalam dirinya dan dihiasi sikap asketis.
Alhasil, dalam pandangan saya takwa tak bermakna pasif sebagai gelar spiritualitas. Melebihi itu, takwa haruslah menjadi pembebas dari kekafiran diri alih-alih dikapitalisasi atau malah pembenar bagi laku kekerasan terhadap liyan. Maka menjadi pribadi yang bertakwa dalam waktu yang bersamaan adalah menerima keberadaan orang lain. Pribadi semacam inilah yang layak mendapatkan kedudukan paling mulia di sisi Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab.
Itulah tadi ceramah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan hari ini. Saya akhiri dengan ucapan waffaqaniallahu wa iyyakum ilaa thoriqil khaer, tsumma wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ceramah Ramadan #7: Tiga Orang yang Terhalang Kebaikan di Bulan Ramadhan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan anugerah dan karunia yang sangat besar kepada kita. Sehingga kita bisa hadir dalam masjid yang mulia ini untuk melaksanakan shalat fardhu Isya dan Tarawih secara berjamaah.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada nabi junjungan kita, Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada malam hari ini, izinkanlah saya menyampaikan sebuah ceramah singkat yang berjudul "3 orang yang terhalang kebaikan di bulan Ramadhan."
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah
Bulan Ramadhan adalah bulan mulia dengan seluruh keutamaan dan keistimewaan di dalamnya. Semua orang Islam di manapun berlomba-lomba untuk memperoleh keutamaannya dengan meningkatkan intensitas ibadah dibanding bulan-bulan lainnya. Sekalipun demikian, ada tiga orang atau golongan yang terhalang memperoleh semua itu. Mereka adalah orang-orang yang merugi. Lalu siapa mereka?
Syekh Sayyid Abdullah bin Muhammad bin As-Shiddiq Al-Ghumari (wafat 1992 M) seorang ulama hadits kenamaan asal Maroko. dalam salah satu kitabnya, Ghayatul Ihsan, menyebutkan hadits yang diriwayatkan dari dari Ka'ab bin 'Ajrah dalam kitabnya. Ia lalu memberi judul hadits ini, Al-Mahrum man hurrima khira Ramadhan, artinya Orang yang terhalang adalah orang yang terhalang dari kebaikan Ramadhan".
عَنْ كَعْبِ بْنِ عَجْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : احْضَرُوا الْمِنْبَرَ. فَحَضَرْنَا. فَلَمَّا ارْتَقَى دَرَجَةً، قَالَ: آمِينَ، فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّانِيَةَ قَالَ: آمِينَ. فَلَمَّا ارْتَقَى الدَّرَجَةَ الثَّالِثَةَ قَالَ: آمِينَ. فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ سَمِعْنَا مِنْكَ الْيَوْمَ شَيْئًا مَا كُنَّا نَسْمَعُهُ قَالَ: إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَرَضَ لِي، فَقَالَ: بُعِدَ لِمَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَغْفَرْ لَهُ. قُلْتُ: آمِينَ. فَلَمَّا رَقِيتُ الثَّانِيَةَ قَالَ: بُعِدَ لِمَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ قُلْتُ: آمِينَ. فَلَمَّا رَقِيتُ الثَّالِثَةَ قَالَ: بُعِدَ لِمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَاهُ الْكِبَرُ عِنْدَهُ أَوْ أَحَدُهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: آمِينَ
Artinya: Dari Ka'ab bin 'Ajrah, ia berkata: "Rasulullah Saw berkata: "Hadirlah kamu semua ke mimbar." Maka kami pun hadir. Ketika Rasulullah saw naik ke anak tangga pertama, beliau katakan: "Amin." Ketika naik ke anak tangga kedua, beliau katakan: "Amin". Ketika naik ke anak tangga ketiga, beliau katakan lagi: "Amin." Ketika beliau turun, kami bertanya mengklarifikasi: "Wahai Rasulullah, hari ini kami telah mendengar sesuatu yang tidak pernah kami dengar". Rasulullah saw kemudian bersabda: "Sesungguhnya Jibril mengajukan kepadaku, ia berkata: "Dilaknat orang yang bertemu dengan Ramadhan, akan tetapi ia tidak diampuni. Maka aku katakan: "Amin." Ketika aku naik ke anak tangga kedua, ia berkata: "Dilaknat orang yang ketika namamu disebut, ia tidak bershalawat kepadamu". Aku katakan: "Amin." Ketika aku naik ke anak tangga ketiga, ia berkata: "Dilaknat orang yang kedua orang tuanya sampai usia lanjut bersamanya, atau salah satu dari mereka, akan tetapi itu tidak membuatnya masuk surga."Maka aku katakan: "Amin.
Imam Al-Hakim menilai shahih hadits ini. Hadits ini mempunyai banyak jalur periwayatan dan redaksi. Makna dari بعد adalah ابعده الله "Allah melaknatnya." Makna ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang lain. Dan barangsiapa yang Allah melaknatnya, maka ia akan dimasukan kedalam neraka.
Makna redaksi hadits أدرك رمضان فلم يغفر له (orang yang bertemu dengan Ramadhan, akan tetapi ia tidak diampuni), karena ia lalai di bulan ini. Yakni dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang (maksiat) dan ia tidak mendapatkan ilham untuk bertaubat sehingga sampai bulan Ramadhan habis, ia tidak mendapatkan pengampunan.
Redaksi hadits: بعد من ذكرت عنده فلم يصل عليك. Disebutkan dalam redaksi hadits yang lain: ومن ذكرت عنده فلم يصل عليك فأبعده الله. Artinya, "Orang yang ketika namamu disebut di sampingnya, ia tidak bershalawat kepadamu maka Allah melaknatnya."
Hal ini menunjukan kewajiban bershalawat kepada Nabi ketika namanya disebut. Jika namanya disebut berulang-ulang kali dalam satu majlis maka cukup dengan bacaan shalawat pada kali pertamanya saja.
Redaksi hadits: ... بعد من أدرك أبويه الكبر. Maknanya adalah karena ia melalaikan hak kedua orang tuanya dan ia tidak berbakti kepadanya sehingga ia berhak mendapatkan laknat dan masuk neraka.
Dari hadits tadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga orang yang terhalang kebaikan Ramadhan yakni yang pertama, Orang yang menemui bulan Ramadhan namun tidak mendapatkan maghfirah atau ampunan. Sebab, ia lalai dengan melakukan kemaksiatan dan tidak bertaubat hingga Ramadhan berlalu.
Yang kedua, Orang yang ketika nama Nabi Muhammad SAW disebut, ia tidak bershalawat kepadanya. Yang ketiga, orang yang masih menemui kedua atau salah satu orang tuanya, namun ia menyia-nyiakannya dengan tidak berbakti dan melalaikan hak-haknya. Naudzubillah min dzalik. Semoga kita tidak termasuk dari ketiganya. Amin. Wallahu a'lam bishawab.
Demikianlah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Contoh ceramah Ramadan yang lain ada di halaman selanjutnya...
Simak Video "Keajaiban Berjamaah"
(mjy/nkm)