Sebagian masyarakat Kota Medan mungkin sering melintasi Jalan K.H. Zainul Arifin, Petisah Hulu, Kecamatan Medan Baru. Nah, di sana, ada sebuah cagar budaya yang dibangun untuk mengenang tokoh bersejarah.
detikSumut pun datang ke lokasi untuk melihat langsung jembatan kokoh yang disebut Jembatan Kebajikan tersebut. Lantas, bagaimana sejarah dan siapa sosok di balik warisan budaya tersebut? Simak artikel ini sampai akhir, yuk, detikers!
Sejarah Jembatan Kebajikan Medan
![]() |
Jembatan Kebajikan (The Virtuous Bridge) dibangun pada tahun 1916 untuk menghubungkan Jalan Zainul Arifin (Calcuta Straat) dan Jalan Gajah Mada (Coen Straat) di Medan. Jembatan itu juga dikenal dengan nama Jembatan Chen Tek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, masyarakat biasa menyebutnya sebagai 'Jembatan Berlian' karena ornamen-ornamen berwarna emasnya berkilauan pada malam hari. Kesaksian tersebut disampaikan oleh seorang warga setempat bernama Syamsul (72).
"Karena dia (Jembatan Kebajikan) kalau udah malem itu kan cantik, kilau lihatnya," kata Syamsul saat diwawancarai detikSumut, Kamis (25/1/2024).
Jembatan Kebajikan merupakan salah satu peninggalan untuk mengenang Tjong Yong Hian, yakni kakak dari Tjong A Fie (pengusaha asal Tiongkok di masa kolonial). Berkat mereka, terjalin suatu hubungan harmonis antarsuku di Kota Medan.
Walaupun telah dilakukan pelebaran jalan pada tahun 1993, Jembatan Kebajikan masih terlihat asli sebagaimana kondisinya pada tahun 1916. Seiring berjalannya waktu, jembatan tersebut juga sudah dua kali mengalami perbaikan.
"Kami kan ada cerita dengan orang tua kami, saya dulu masih anak-anak. Dulu kan jembatannya kecil kemudian dibesarkan kalau ga salah tahun 90an," ucapnya.
Kondisi Jembatan Kebajikan Hingga Saat Ini
Menurut papan informasi, Jembatan Kebajikan pertama kali diperbaiki pada April 2001. Pada tahun 2003, jembatan itu memperoleh Anugerah Pelestarian Warisan Sejarah dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Asia Pasifik.
Untuk merayakan penghargaan tersebut, jembatan mengalami perbaikan kedua pada Maret 2004. Meski begitu, Syamsul mengatakan keaslian Jembatan Kebajikan dijamin masih terjaga dan hanya bagian tertentu yang diganti.
"Unik makanya dia ga ada diganti, hanya besinya saja karena lapuk. Batu marmernya saja sempat mau dibeli orang tapi gak dikasih, ada 6 batu," ujarnya.
Renovasi jembatan sekaligus menjadi apresiasi terhadap karakter Kota Medan sebagai kota multi etnis dengan adanya prasasti dalam bahasa Arab, Belanda, dan Mandarin. Renovasi juga sebagai momentum untuk melestarikan kerukunan antaretnis.
"Namanya juga kenang-kenangan dari zaman ga enak sampai enak. Dari sebelum Cambridge dibikin, orang-orang suka datang ke jembatan," tuturnya.
Sebagai informasi, Jembatan Kebajikan dilindungi oleh Undang-undang Nomor II Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya dan SK Walikota Medan Nomor NO. 433/28.K/X/2021 Tentang Bangunan, Situs, Kawasan dan Struktur sebagai Cagar Budaya Kota Medan.
Siapa Sosok Tjong Yong Hian di Kota Medan?
![]() |
Dari papan informasi di jembatan tersebut dijelaskan, Tjong Yong Hian atau Tjong Yok Nam adalah seorang Mayor Tionghoa di Medan Deli, yang aktif di berbagai kegiatan sosial. Dia memanfaatkan kepercayaan dan wewenang dari Pemerintah Belanda untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tak mampu.
Oleh sebab itu, komunitas Tionghoa sangat menghargai sosok Tjong Yong Hian dan Pemerintah Belanda mengakui jasa-jasanya. Pada tahun 1904, dia berhasil mendapatkan penghargaan tertinggi yang pernah diterimanya.
Dalam menjalankan berbagai pekerjaan sosialnya, Tjong Yong Hian bekerja sama dengan saudaranya yang merupakan seorang Kapten Tionghoa bernama Tjong A Fie. Nama Tjong A Fie pun sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kota Medan.
Tjong Bersaudara membangun kuil Tionghoa di bawah naungan Yayasan Kie Sut Tiong (Yayasan Belai Kasih) yang antara lain adalah Vihara Setia Budi (Kuan Tee Biao) berlokasi di Jalan Irian Barat. Avalokiteshvara (Kuan Im Ting) di Jalan Yos Sudarso KM 4,5 Brayan dan Ariya Satyani (Thien Ho Kung) di Jalan Pekantan.
Mereka berdua mendirikan Rumah Sakit Tjie on Jie Jan (yang sekarang merupakan keseluruhan Kompleks di Jalan Sambu) bagi orang-orang tak mampu di bawah naungan Yayasan Budi Serumpun. Ada juga beberapa klub dan perkuburan di Kota Medan.
Tjong Yong Hian lahir di Kainchew/Mei Hsien (Canton) pada tahun 1850 dan meninggalkan Tiongkok menuju Batavia setelah menyelesaikan pendidikan. Di Batavia, dia bekerja macam-macam termasuk sebagai pemegang izin sebuah rumah gadai.
Saat berusia 22 tahun, Tjong Yong Hian ditunjuk Pemerintah Hindia Belanda sebagai pemimpin komunitas Tionghoa di Pulau Onrust. Dia datang ke Sumatra tahun 1880 dan dalam empat tahun terpilih menjadi Letnan bagi komunitas Tionghoa di Medan.
Pada tahun 1893, Tjong Yong Hian menjadi Kapten dan lima tahun kemudian berhasil meraih prestasi tertingginya sebagai Mayor. Tjong Yong Hian adalah anggota Mahkamah Agung (Landraad) dan Cultuur Raad Medan.
Sebagai seorang pengusaha, Tjong Yong Hian adalah pelopor perusahaan terkenal bernama Chong Lee. Dia pemilik perkebunan sagu dan pabriknya serta sebuah perkebunan karet yang keduanya terletak di Samajin, Kedah.
Tjong Yong Hian juga menjabat Direktur Bank Deli dan 'Tjau San Tek Loo', perusahaan kereta api Tionghoa dengan jalur pelayanan yang menghubungkan Swatow dan Tjau Tjoe Hoe. Dia wafat di Medan pada 11 September 1911 dan dimakamkan di daerah Petisah.
(nkm/nkm)