Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga upaya penggelembungan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun 2023 sengaja dilakukan untuk mengubah Rencana Kerja Perubahan Anggaran (RKPA) di 2024. Perubahan itu menyebabkan anggaran pokok pikiran (Pokir) milik anggota DPR Aceh membengkak dari semula Rp 400 miliar menjadi Rp 1,2 triliun.
Koordinator MaTA Alfian mengatakan, berdasarkan realisasi APBA Perubahan 2023, serapan anggaran tercatat sebesar 97,7% dan tersisa 2,3%. Jumlah anggaran sisa disebut Rp 267 miliar sehingga menjadi SiLPA.
"Dalam pembahasan R-APBA 2024 antara TAPA dan Banggar DPRA, perkiraan SiLPA tahun anggaran 2023 berubah menjadi Rp 400 miliar atau bertambah sekitar Rp132 miliar (33,2%) dari SiLPA yang dihitung berdasarkan realisasi keuangan APBA-P 2023 Per-SKPA sampai dengan 31 Desember 2023. Jika SiLPA APBA-P tahun anggaran 2023 sebesar Rp 400 miliar, maka serapan anggaran 2023 sebesar 96,6% yang berarti 3,4% anggaran tidak terserap," kata Alfian kepada detikSumut, Jumat (2/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alfian mempertanyakan dasar TAPA mendapatkan sisa anggaran Rp 132,7 miliar sehingga SiLPA 2023 menjadi Rp 400 miliar. Dia menduga penggelembungan itu dilakukan dengan sengaja agar dapat mengubah RKPA sehingga dapat memasukkan program-program pokir.
"Kalau benar dengan memasukkan program-program baru dalam pokir sehingga dari sebelumnya pokir berjumlah Rp 400 miliar bengkak menjadi Rp 1,2 triliun, maka ini patut dikoreksi dan segera dievaluasi kembali," ujar Alfian.
"Anggaran jelas tidak terjadi keseimbangan dan ini menjadi inflasi makin tinggi dan beban fiskal bagi daerah bertambah besar. Anggaran untuk rakyat aceh bukan untuk kepetingan elit dan politisi," lanjut Alfian.
Alfian menyebutkan, bila hal itu terjadi dapat dipastikan Aceh kembali jatuh karena rakyat tidak berdaya secara ekonomi karena keuangan dikendalikan elit dan politisi. Dia meminta elit tidak lagi membodohi dan menipu rakyat.
"Maka MaTA meminta Sekda Aceh untuk tidak mencawe-cawe uang rakyat Aceh. Seharusnya Sekda memiliki kepatutan atas adminitrasi bukan jadi sebagai pengotak-atik anggaran Aceh," ujar Alfian.
Alfian juga menyinggung surat Sekda Aceh yang tidak membolehkan rasionalisasi anggaran terutama kegiatan Pokir. Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan upaya untuk memberi perlindungan kepada afiliasi politik untuk mengelola anggaran tanpa aturan.
"Dan ini menjadi ancaman bagi SKPA apabila terjadi temuan karena sangat berpotensi menjadi permasalahan hukum dikemudian hari. Yang perlu dipahami oleh Sekda Aceh, rasionalisasi merupakan prinsip melekat dalam penganggaran dari manapun sumber anggarannya. Jadi kebijakan tidak membenarkan rasionalisasi bukan hanya keliru akan tetapi upaya untuk membangun kembali Appendix jilid II di mana Appendix Jilid I gagal karena terjadi temuan oleh BPKP saat itu," sebut Alfian.
Alfian mendesak Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki dapat menormalkan pengganggaran. Dia juga meminta APBA 2024 segera disahkan.
"Mengingat tahun anggaran 2024 sudah berjalan, tapi proses pengesahan anggaran belum selesai-selesai, dan kemudian kami juga mendesak untuk memastikan tidak terjadi cawe-cawe anggaran kembali. Penegasan ini penting kami sampaikan sehingga kinerja Pj gubernur tidak diragukan oleh rakyat Aceh," jelas Alfian.
(agse/mjy)