Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Emil Dardak tentang Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada terkait akhir masa jabatan kepala daerah periode 2018-2023 yang harusnya berakhir dipercepat berakhir pada 31 Desember 2023. Dengan putusan tersebut, 5 bupati di Sumut batal berakhir masa jabatannya di akhir tahun ini.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Pemprov Sumut, Juliadi Harahap, mengatakan jika putusan MK itu otomatis berlaku ke 5 bupati yang ada di Sumut. Pihaknya tidak perlu lagi menunggu surat petunjuk dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI untuk melaksanakan putusan itu.
"Tidak perlu lagi (surat petunjuk dari Pemerintah Pusat), kita ikuti dulu dinamikanya," kata Juliadi, Kamis (28/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemprov Sumut sendiri sudah mengajukan masing-masing tiga calon Penjabat (Pj) bupati ke Kemendagri RI. Atas putusan MK itu, Juliadi mengungkapkan bahwa pengusulan itu, sudah tidak berlaku lagi.
"Pembahasannya (5 Pj Bupati), sudah tidak di situ lagi lah, sifatnya putusan MK lah," ucapnya.
Sehingga masa jabatan 5 bupati tersebut akan berakhir sesuai tanggal pelantikan masing-masing. Mulai dari Februari 2024 hingga April 2024.
"Ada (Kepala daerah di Sumut berakhir masa jabatannya) bulan dua dan ada bulan 4," tutupnya.
Seperti diketahui, terdapat 5 bupati yang dipercepat masa jabatannya berakhir sebelum ada putusan MK itu. Seperti Plt Bupati Padang Lawas (Palas) Ahmad Zarnawi Pasaribu, Plt Bupati Langkat Syah Afandin, Bupati Deli Serdang M Ali Yusuf Siregar, Bupati Tapanuli Utara (Taput) Nikson Nababan, dan Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu.
Sebelumnya dilansir dari detikNews, Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) Emil Dardak dan sejumlah kepala daerah soal masa jabatan yang terpotong. MK kemudian mengabulkan gugatan tersebut.
Mereka mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada. Para pemohon merasa dirugikan karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada 2023, padahal pemohon belum genap 5 tahun menjabat sejak dilantik.
Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada 2018 menjabat sampai 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019 sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai 2 bulan hingga 6 bulan.
Permohonan itu pun dikabulkan MK. "Pasal Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada selengkapnya menjadi menyatakan 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupat serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024'," kata Ketua MK, Dr Suhartoyo, dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (21/12).
Wakil Ketua MK Saldi Isra membeberkan sejumlah alasannya. "Pengaturan transisi terkait dengan pemungutan suara secara serentak tidak dapat mengabaikan pengaturan terkait pelantikan kepala daerah dan wakilnya sehingga pengaturan tentang pemungutan suara secara serentak harus diikuti oleh norma yang mengatur tentang pelantikan secara serentak," ujarnya.
(astj/astj)