Awal Mula Penamaan Simpang Jodoh, Tempat Pekerja Perkebunan Berpacaran

Sumut in History

Awal Mula Penamaan Simpang Jodoh, Tempat Pekerja Perkebunan Berpacaran

Goklas Wisely - detikSumut
Sabtu, 18 Nov 2023 16:30 WIB
Suasana tempat usaha penjual rujak Simpang Jodoh berjualan di Jalan Pasar VII, Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
Foto: Suasana tempat usaha penjual rujak Simpang Jodoh berjualan di Jalan Pasar VII, Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. (Goklas Wisely/detikSumut)
Deli Serdang -

Siang itu, Rabu (15/11/2023), Azharuddin (49) sibuk membersihkan permukaan daun pisang yang telah dipotongnya berbentuk persegi empat untuk berjualan rujak.

Lokasinya berada di dekat Simpang Jodoh. Tepatnya di Jalan Pasar VII, Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.

Tampak istrinya mencuci perkakas untuk berjualan dan anak perempuannya sedang asik mengulek bumbu rujak. Gula merah, kacang tanah goreng, cabai, pisang batu, asam jawa, dan rempah-rempah diramunya di atas cobek batu berbentuk bulat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, beberapa buah seperti nanas, jambu merah, jambu batu, timun, belimbing, kedondong, pepaya, bengkuang, serta lainnya, dipotong-potong agar nyaman ketika disantap pembeli.

Ujungnya, aneka buah itu dicampur dengan bumbu yang usai diulek dan dibungkus. Satu porsi, rujak tersebut dibandrol dengan harga Rp 20 ribuan. Setidaknya begitu lah, keseharian yang sudah berpuluh tahun dijalani Azharuddin bersama keluarga untuk mendapatkan uang.

ADVERTISEMENT

"Kalau biasanya orang bilang, ini rujak Simpang Jodoh, terkenal lezat dengan bumbu kental dan buah segar," kata pria bertopi cokelat dengan kaus biru bergaris-garis.

Ia menceritakan usaha rujak itu rupanya sudah dijalankan turun temurun oleh keluarganya. Bahkan, sebagian besar penjual rujak yang berderet dekat stelingnya masih memiliki hubungan kekerabatan.

"Usaha ini sudah dibangun nenek sejak dulu. Saya lahir tahun 1974-an ini, jadi ya sekitar tahun 1950-an lah. Tapi dulu sebutannya bukan rujak Simpang Jodoh tapi rujak Sentir," ucapnya.

Ternyata tempat usaha rujak itu telah berubah secara fisik seiring perkembangan zaman. Namun soal rasa tak lekang dimakan waktu. Racikannya diturunkan sehingga tak menghilangkan citra rasa awal.

Dahulu, neneknya berjualan dengan gerobak kayu. Mulai berjualan selepas magrib hingga tengah malam. Kala itu, lampu listrik seperti saat ini belum ada. Gerobak itu pun disinari lampu sentir yang memakai minyak lampu dan sumbu untuk dihidupkan.

"Jadi ini lampunya oranye gitu. Ya namanya orang dulu belum ada lampu kan. Terus jalan di sini masih bebatuan," ungkapnya.

Masih diingatnya, lampu sentir itu bertahan sampai ibunya berjualan. Orang yang kerap kali datang menikmati rujak ibunya pun tak sedikit merupakan pekerja PTP II. Sebab, dahulu gudang perkebunan tembakau itu berada hanya beberapa meter dari lokasi jualan ibunya.

"Dulu ramai lah para pekerja PTP II datang ke sini pakai sepeda. Tujuannya pacaran sambil makan rujak. Nah, dari sini lah jadi banyak yang menyebutkan ini Simpang Jodoh. Karena bertemu jodoh dan banyak pula yang jadi menikah," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa situasi dahulu berbeda dengan sekarang. Pastinya, rujak jualannya semakin terkenal. Para pejabat dan politisi tak jarang, utamanya saat tahun-tahun politik, mendatangi usahanya.

Pendapatan yang didapat sehari terbilang cukup, sekitar Rp 2 juta. Usahanya dibuka mulai pagi sampai tengah malam setiap harinya. Ada pun yang khas menurutnya dari rujak racikan keluarganya ialah memakai gula aren asli, pisang batu, dan buah yang segar.

"Nah, kalau pisang batu ini punya khasiat agar penikmat tidak sakit perut makan rujak meski belum sarapan. Ya begitu lah usaha kami ini. Ke depan akan dilanjutkan anak perempuan saya yang sudah kuliah ini," tuturnya.

Di lain pihak, Dosen Antropologi yang lama berkutat di Pusat Studi Ilmu Sejarah (Pusis) Universitas Negeri Medan (Unimed) Erond L Damanik pun mengungkapkan hal yang selaras soal asal usul Simpang Jodoh.

"Memang sejarahnya, dulu ada penjual rujak pakai lilin berdagang di daerah situ. Nah, yang menikmati rujak itu orang pacaran. Ada warga sekitar dengan pekerja PTP dulu di dekat situ," ungkapnya.

"Makanya, orang mulai menamai lokasi itu Simpang Jodoh. Sekitar tahun 1970-an itu. Sebenarnya cuma itu aja," tutupnya.




(afb/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads