Mengulas Desa Kolam, Kampung dengan Beragam Kisah-Bangunan Bersejarah

Sumut In History

Mengulas Desa Kolam, Kampung dengan Beragam Kisah-Bangunan Bersejarah

Goklas Wisely - detikSumut
Senin, 13 Nov 2023 07:00 WIB
Tugu Ampera di Desa Kolam, Deli Serdang
Foto: Tugu Ampera di Desa Kolam, Deli Serdang (Goklas/detikSumut)
Deli Serdang -

Desa Kolam atau kerap disebut Kampung Kolam adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut). Di desa ini, terdapat beragam kisah dan bangunan bersejarah seperti Tugu Ampera dan Makam Nyai Ronggeng.

Lantas, bagaimana awal mula penamaan Desa Kolam, sejarah hingga terdapat beragam kisah dan bangunan sejarah di dalamnya. Berikut detikSumut rangkum sejarah hingga kisah dan bangunan bersejarah di Desa Kolam.

Kenapa Disebut Desa Kolam?

Kepala Desa Kolam, Jupri Purwanto, menjelaskan penamaan wilayah tempatnya memimpin tersebut. Jupri mengatakan nama kolam itu berangkat dari situasi alam desa saat awal dihuni oleh warga. Desa Kolam dahulunya tempat genangan air yang diselimuti rawa-rawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Orang dulu itu, kalau dia mengarah ke hilir, pasti menyebutnya ke kolam. Lambat laun situasi alam itu yang membuat warga menamai desa ini Desa Kolam," kata Jurpri kepada detikSumut, Kamis (1/11/2023).

Situasi alam di desa yang dihuni 7.000 kepala keluarga ini pun telah berubah seiring berlangsungnya proses pembangunan di berbagai titik. Masih diingatnya, dulu ada setidaknya 5 titik lokasi di Desa Kolam yang tidak pernah kering.

ADVERTISEMENT

"Artinya lokasi itu selalu basah atau digenangi air. Tapi itu terakhir di era 1980 an ditemukan. Kalau sekarang lokasi itu sudah dialihfungsikan, terutama untuk perumahan," ujarnya.

"Dan dulu juga, di sini sering banjir. Tapi ketika sudah berubah, termasuk pembangunan drainasenya, ya mulai tidak ada lagi," sambungnya.

Sejarah Desa Kolam

Lalu, bagaimana sejarah berdirinya Desa Kolam itu sendiri? Seorang penulis yang lahir di Desa Kolam bernama Ismail Pong pun menuliskan risalah itu dalam bukunya tahun 2020 berjudul, Muleh.

Menurut cerita secara turun temurun, pada tahun 1886 ada seorang datuk atau ahli agama bernama Tengku Ulung mendatangi lokasi desa yang masih dalam kondisi dipenuhi semak belukar. Datuk ini disebut utusan dari Kerajaan Melayu Deli untuk membuka kampung dan mengembangkan syair agama Islam.

"Datuk ini menemukan satu area yang selalu tergenang air seperti sepetak kolam. Sejak itu, kampung ini diberi nama Kampung Kolam," tulis Ismail di dalam bukunya.

Pemukiman awal kampung berada di sekitar parit (sungai kecil) Kobah yang berada tepat di pinggir perkebunan tembakau milik Belanda. Hal itu dibuktikan dengan adanya makam tua di pinggir parit Kobah yang sering disebut warga, Keramat Kobah.

"Tampak ada batu nisan makam tertulis jelas tahun 1299 Hijriah yang jika dikonversi tahun masehi maka makam itu telah ada sejak tahun 1877," tulis Ismail.

Di masa ini, wilayah Kampung Kolam dimulai dari pinggir Sungai Percut sampai wilayah yang sekarang disebut Desa Bandar Setia dan Bandar Klippa. Seiring berjalannya waktu, kemudian Datuk Tengku Jaya Pahlawan menerima mandat dari Raja Sultan Deli untuk mengurus Kampung Kolam.

Tengku ini pun berkediaman di Masjid Alhakim dan sempat berpindah akhirnya di Desa Bandar Setia. Hal itu ditandai dengan adanya tanda tangan tengku atas nama Sultan Deli memberikan tanah hibah kepada warga Kampung Kolam bersuku Melayu dan setelah itu juga diberikan ke orang jawa yang menetap pada tahun 1909 dan 1926.

"Nama Kampung Kolam berubah menjadi Desa Kolam berubah pada tahun 1972," sebut Ismail.

Ada pun warga yang berada di Kampung Kolam ini didominasi oleh suku Jawa. Sebab, sejak zaman pemerintahan Belanda ada banyak masyarakat dari Jawa yang bermigrasi ke Tanah Deli. Salah satu tujuannya ialah menjadi kuli di perkebunan tembakau dan tebu yang saat itu menjadi andalan hasil panen di Sumut.

Bangunan Bersejarah di Desa Kolam

Ismail mengungkap setidaknya ada empat bangunan bersejarah yang ada di Desa Kolam. Pertama, Masjid Alhakim. Masjid yang didirikan atas inisiatif sekelompok warga muslim yang mayoritas bersuku Melayu ini berdiri sekitar tahun 1800. Pemimpin masjid kala itu bernama Abdul Rahman yang diberi gelar Tuan Khatib.

Masjid yang terbuat dari kayu dan atapnya dilapisi daun nipah ini pernah digeledah serdadu Belanda untuk mencari para pejuang di tahun 1949. Ada seorang serdadu pula yang mengambil tongkat Tuan Khatib karena tertarik dengan bentuk dan ukiran di tongkat tersebut. Para serdadu ini dikomandoi oleh Pak Bejo.

Kedua, Tugu Ampera. Tugu ini menjadi simbol untuk mengenang peristiwa tewasnya seorang kader Pemuda Pancasila, M Jacob dan anggota HMI, Anadlin Prawira. Tugu ini berada di Dusun Sukom, tepat di lokasi jasad keduanya ditemukan. Peristiwa ini berawal dari operasi gayang PKI, pasca tragedi Lubang Buaya.

Ketiga, Makam Nyai Ronggeng. Pada dasarnya warga tidak mengetahui siapa yang dikubur dan sejak kapan makam itu ada secara pasti. Namun cerita rakyat yang berkembang, dahulu kala ada seorang Nyai Ronggeng yang telah mencuri perhatian kaum lelaki di desa dan menuai banyak pertengkaran.

Saat itu, kaum lelaki hendak memiliki penari cantik itu. Pertikaian itu berakhir dengan terbunuhnya Nyai Ronggeng dan dimakamkan di tepi kebun tembakau. Diperkirakan itu berlangsung pada tahun 1800 awal tahun 1900. Sampai saat ini, tak jarang orang mendatangi makan itu untuk mencari keberkahan.

Keempat, Makam Datuk Kobah. Makam ini turut masih menjadi misteri. Posisi makam ini berada di tepi parit Kobah, pinggir areal perkebunan, sehingga dinamai Makam Datuk Kobah. Sejauh ini diketahui dipemakaman ini ada dua makam pria dan satu makam perempuan.

Saat dilakukan penelusuran, nisan makam ini akhirnya ditemukan di pemakaman umum Desa Saentis. Nisan itu terbuat dari batu kali dengan ukiran khas Melayu. Nama di nisan itu sudah rusak jadi sulit dibaca. Namun masih menyisakan tulisan yang bisa dibaca, yakni tahun 1299 H.

Kabarnya, dahulu kala Datuk Kobah ini adalah orang terpandang dari Suku Melayu. "Kata Jalaluddin, sesepuh Melayu yang masih hidup, pernah mendengar nama asli Datok Kobah yakni Datuk Tengku Muhammad Dayah. Tapi tidak ada bukti valid yang bisa membuktikan itu," tulisnya.




(dhm/dhm)


Hide Ads