Kemelut penutupan 2 sekolah di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, masih berlanjut. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat memutuskan pelaksanaan proses belajar mengajar di dua sekolah tersebut, yakni SMPN 2 Batusangkar dan SDN 20 Baringin dilaksanakan secara daring.
"Terkait persoalan ini, berdasarkan arahan pimpinan daerah dan Forkopimda Tanah Datar, kami telah mengambil langkah-langkah di antaranya memutuskan bahwa proses belajar mengajar daring," kata Plt Kepala Dinas Pendidikan Tanah Datar, Inhendri Abas Dt Tan Rajo Basa kepada wartawan, Jumat (10/11/2023).
Ihendri menyebut, sekolah daring sebagai langkah untuk menjamin keamanan dan kenyamanan siswa setelah dalam menuntut ilmu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelajar dan murid belajar di rumah masing-masing, sedangkan guru tetap masuk sekolah seperti biasa," kata dia.
Pemda Tanah Datar sendiri menyatakan bakal menempuh jalur hukum atas kasus penyegelan tersebut. Bupati Tanah Datar, Eka Putra, mengatakan jalur hukum diambil karena ada keluarga yang mengklaim sebagai ahli waris lahan tempat berdirinya bangunan sekolah tersebut.
"Penyegelan oleh keluarga yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan ini seperti menjadi masalah bagi banyak kepala daerah yang memimpin di Tanah Datar. Sejak saya menjadi bupati, yang saya tahu SMP Negeri 2 Batusangkar ini adalah aset Pemerintah Daerah (Tanah Datar) dan telah tercatat di buku aset. SMP Negeri 2 Batusangkar ini sudah berdiri sejak tahun 1951 dan ini tercatat sebagai aset daerah," kata Eka dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (8/11).
Eka menyebut, persoalan antara Pemerintah Daerah dengan keluarga yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan sudah terjadi puluhan tahun lamanya dan akan selalu mencuat setiap berganti kepala daerah baru.
"Tahun 2023 pihak yang mengaku sebagai ahli waris sudah mengajukan gugatan ke pengadilan, namun gugatannya ditolak oleh pengadilan karena tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan lahan. Sebelumnya, tepatnya tahun 2017 pihak yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan juga pernah menghalang-halangi masuk sekolah," ucap Eka.
Eka menambahkan, bahwa sebelumnya Pemda Tanah Datar sudah mencoba melakukan negosiasi dengan pihak keluarga. Namun Pemda tidak bisa memenuhi keinginan pihak keluarga yang meminta kepada Pemda untuk mensertifikatkan beberapa lahan dimana aset pemerintah daerah berdiri di atasnya. Lalu ada lahan yang disertifikatkan tersebut diserahkan kepada pihak ahli waris.
Pemilik lahan merasa Pemda telah berupaya menserfifikatkan lahan sekolah yang dulunya dihibahkan sejak tahun 1951. Akibat penyegelan tersebut, pelajar di dua sekolah tersebut terpaksa dipindahkan belajar sementara ke Gedung Pustaka Tanah Datar yang berada tidak jauh dari SMP dan SD yang disegel tersebut.
"Selama ini kami tidak mempermasalahkan. Sekolah ini dipinjamkan," kata pemilik lahan, Purnama Olivita.
Purnama mulai mempermasalahkan karena mendapati berkas dari Pemkab Tanah Datar yang berusaha membuat sertifikat untuk lahan di dua sekolah tersebut.
Purnama sudah menyurati Pemda untuk meminta klarifikasi. Tapi setelah beberapa hari Purnama merasa bupati tidak mengindahkan sehingga mereka bertindak menyegel sekolah.
(afb/afb)