Hutan tropis dataran rendah di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasim (SSH) habis dirambah. Saat ini, dari 6.172 hektare (Ha) yang ditetapkan, tersisa 29 persen saja.
"Hasil evaluasi kita terhadap penataan blok yang ada banyak terjadi ketidaksesuaian. Banyak terjadi konflik dan penguasaan non prosedural," terang Kepala UPT Tahura SSH Matnuril di Pekanbaru, Kamis (31/8/2023).
Akibat konflik dan perambahan, lahan tidak dapat direhabilitasi. Terutama blok khusus yang kini sudah perlu direhabilitasi setelah terjadi konflik dan perambahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tidak bisa dilakukan upaya rehabilitasi. Maka blok harus disesuaikan, yang dulu blok khusus jadi rehabilitasi. Sehingga kemitraan konservasi, perbaikan ekosistem bisa diterapkan untuk dihutankan kembali," katanya.
Selain itu, rehabilitasi juga dilakukan sesuai Perda Riau Hijau. Untuk itu 5 blok yang ada di Tahura SSH bisa ditata. Termasuk lahan yang habis digarap jadi perkebunan kelapa sawit.
Dalam penataan blok, sasaran pertama adalah untuk eksisting kelapa sawit. Selain itu ada juga lahan kosong yang dikuasai masyarakat.
"Untuk pengelolaan Tahura ke depan harus dilakukan strategi dan rencana aksi yang baru. Hari ini kita tawarkan ada 66 rencana aksi, 6 misi dan 15 strategi agar ini semua dapat disesuaikan dengan para pihak yang konsen konservasi," katanya.
Nuril mengakui luas lahan Tahura SSH kini berkurang drastis. Sebab, dari total 6.172 hektare lahan yang telah resmi ditetapkan Kementerian Kehutanan kini tersisa hanya 29 persen saja, sisanya telah habis dibabat perambah.
"Luas Tahura 6.172 Ha yang terbagi dalam 5 blok. Pertama blok pemanfaatan, blok koleksi, blok perlindungan, blok rehabilitasi dan blok khusus. Dari inventarisasi sudah 71 persen dilakukan okupansi masyarakat," kata Nuril.
Nuril mencatat 71 persen yang dikuasai oleh masyarakat didominasi perkebunan, pemukiman, fasilitas umum karena ada 5 desa di dalam Tahura SSH.
Namun penguasaan 71 persen ini terjadi sejak sebelum ada penataan blok pada 2019. Sehingga sebagian masyarakat itu juga sudah ada sebelum ditetapkan dan juga setelah ditetapkan.
"Kita selaku pengelola coba pertahankan bagaimana tutupan hutan ini tetap dan melakukan rehabilitasi lagi. Ya kalau sesuai fakta di lapangan kegiatan non prosedural masuk perambahan, 71 persen ya perambahan," katanya.
Bersama peneliti Universitas Riau, pihak pengelola juga telah meminta berbagai saran dan masukkan untuk menata ulang blok di Tahura SSH. Hal itu masuk dalam Revisi Penataan Blok dan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang dalam 10 tahun ke depan yang dilakukan di Hotel Premier Pekanbaru.
Dalam meminta saran dan diskusi publik, pihak pengelola juga melibatkan berbagai unsur. Mereka adalah pihak perusahaan, organisasi konservasi hingga tokoh adat setempat.
(ras/nkm)