Dikenal dengan Festival Hantu Lapar atau The Hungry Ghost Festival atau juga Zhong Yuan Jie, festival yang diadakan di Vihara Gunung Timur, Jalan Hang Tuah, Kota Medan ini menjadi sebagai bentuk penghormatan kepada para arwah.
Pantauan detikSumut di lokasi, Rabu (30/8/2023), tampak masyarakat dari etnis Tionghoa memadati Vihara Gunung Timur. Tampak para pengurus vihara menebarkan kertas berwarna kuning. Selain itu ada juga rumah yang terbuat dari bambu.
Kemudian masyarakat Tionghoa yang hadir berdoa. Usai berdoa, terdengar iringan gong saat kertas dan rumah buatan itu dibakar. Tampak kobaran api yang cukup besar berkobar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut kepercayaan suku Tionghoa, para arwah akan keluar dari neraka dan berkeliaran di bulan ini. Oleh karena itu, diadakan Festival Hantu Lapar menghormati jiwa-jiwa yang telah berpulang.
Seluruh ritual ini nantinya disampaikan kepada Sang Buddha. Nantinya, Sang Buddha yang membagi berkat dari adanya ritual ini.
"Ini kita kirim kepada Sang Buddha. Sang Buddha menerima. Mungkin Sang Buddha membaginya. Ada jugalah arwah-arwah yang datang ke sini," kata Pengurus Vihara Gunung Timur, Eddy Salim, Rabu (30/8/2023).
Eddy menambahkan ritual ini juga sebagai permohonan agar para arwah yang berkeliaran di Bulan Hantu tidak mengganggu makhluk hidup di bumi.
Dari penuturannya, festival ini juga diberikan kepada para arwah yang semasa hidupnya sebagai gelandangan. Hal itu diwakilkan dari rumah buatan yang nantinya dibakar.
"Bulan Juli istilah juga Bulan Hantu. Kita kan orang hidup kan pada takut hantu-hantu yang suka ganggu kita. Kadang-kadang kita nggak bisa nampak dia. Minta supaya jangan ganggu-ganggu," jelasnya.
"Ini rumah-rumah bakar arwah-arwah yang tidak ada bertuan. Yang nggak ada tempat tinggal, gelandangan," sambungnya.
Eddy mengaku festival tahun ini lebih meriah. Sebab jumlah rumah buatan bertambah hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
"Tiap tahun tambah terus. Ini tahun rumahnya sudah ada 112 rumah. Untuk tahun lalu hanya 60-an," terangnya.
Salah satu peserta festival bernama Volinda menyebutkan begitu senang adanya ritual ini. Sebab festival ini hanya bisa disaksikannya sekali setahun sehingga tak ingin melewatkannya.
"Perasaannya senang bisa ikut kegiatan. Itu biasa kan tradisi ini kan tiap tahun sekali," kata Volinda kepada detikSumut.
Dirinya menyebutkan festival ini diikuti karena tradisi yang telah diajarkan oleh orang tuanya. Bahkan ia jauh-jauh dari Jakarta untuk menyaksikan festival ini.
"Saya dari Jakarta. Karena ikut tradisi mamak. Ikut tradisi keluarga. Hanya untuk ini," jelasnya.
Festival ini tak hanya dihadiri masyarakat dari Indonesia saja. Pasangan asal Inggris yakni Antoine Lassalle dan Alama juga ikut merayakan festival tersebut.
Alama mengaku baru pertama kali melihat Festival Hantu Lapar meski dirinya telah melakukan perjalanan di berbagai negara.
"Ini pertama kali kami melihat festival ini. Dan pertama kalinya di Indonesia. Pertama kali untuk segalanya," kata Alama.
Sementara Antoine sangat begitu senang melihat ritual ini. Selain itu dirinya merasa takjub saat etnis Tionghoa antusias melaksanakan Festival Hantu Lapar.
"Orang-orangnya. Komunitas yang indah. Menakjubkan melihat orang-orang sangat senang, berbahagia, menikmati, dan berbagi kepercayaan," aku Antoine.