Ishadi SK dicopot dari jabatan Dirut TVRI oleh Menteri Penerangan Harmoko karena anak buahnya mewawancarai Surya Paloh. Meski marah, Ishadi saat itu hanya bisa menuruti keputusan Harmoko.
Dilansir detikNews, kala itu Surya Paloh menjadi sosok yang dilarang tampil di media pemerintah seperti RRI dan TVRI. Justru waktu itu mantan Kepala Stasiun TVRI Bandung, Gunawan, mengelola program bincang-bincang politik, mewawancarai Surya Paloh.
"Menteri Harmoko langsung memutasi saya ke Litbang Deppen selama lima tahun (1992-1997)," kata Ishadi dalam biografi 'Broadcaster Empat Zaman'. Buku yang ditulis wartawan senior Jimmy S Harianto itu diluncurkan pada Rabu (26/7/2023) di Auditorium Bank Mega.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pencopotan Ishadi oleh Harmoko terjadi pada pertengahan Agustus 1992. Setelah dicopot dari Dirut TVRI menjadi kepala di Litbang Deppen.
"Saya hanya bisa marah-marah, tapi tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti keputusan menteri ini," ujar Ishadi.
Kasus Surya Paloh merupakan akumulasi dari ketidakharmonisan antara Ishadi dan Harmoko. Publik menilai Ishadi sosok pejabat yang kreatif dan progresif. Tapi dalam batas-batas tertentu sebagai atasan Harmoko justru menilainya kerap kebablasan.
Terkait iklan di TVRI, misalnya, Harmoko tegas menolaknya. Tapi Ishadi justru bersikap sebaliknya. Ketika banyak radio memperdengarkan suara Betharia Sonata mendendangkan lagu 'Hati Yang Luka', Ishadi pun membiarkan TVRI ikut menyiarkannya. Toh, respons masyarakat memang cukup baik.
Tapi tidak bagi Harmoko. Saat peringatan ulang tahun TVRI ke-26 pada 24 Agustus 1988, dia meminta TVRI menghentikan penayangan lagu-lagu yang dikategorikan cengeng.
Menteri Penerangan Harmoko sendiri menyatakan penggantian Dirut TVRI dari Ishadi SK kepada Aziz Husain sebagai proses mutasi yang wajar. Dia juga menilai kinerja Ishadi cukup baik. "Penggantian itu sudah lama dibicarakan dan tidak mengganggu kelancaran tugas TVRI," kata Harmoko kepada para wartawan di Bina Graha seperti ditulis Kompas, 16 Agustus 1992.
Waktu itu Surya Paloh bersama wartawan senior Panda Nababan mengelola surat kabar bernama Prioritas. Sayangnya usia koran itu tidak panjang yakni sekitar dua tahun. Pada 1987, Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Prioritas dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko karena dinilai telah melakukan pelanggaran serius.
(astj/astj)











































