Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah. Bulan ini juga menjadi pertanda tahun baru Islam. Namun, Muharam bukanlah sebatas bulan setelah Zulhijah maupun sebelum Safar saja. Lebih dari itu, terdapat makna dan hikmah yang bisa diambil darinya.
Merujuk berbagai sumber, berikut detikSumut rangkum informasi mengenai sejarah, makna, dan hikmah 1 Muharram Tahun Baru Islam. Simak informasi ini sampai habis, ya!
Sejarah 1 Muharram Tahun Baru Islam
a. Sejarah Nama Bulan Muharam
Apakah detikers tahu bahwa bulan pertama dalam kalender Hijriah ini mulanya tidak dikenal sebagai "Muharam"? Hal ini diungkap Syekh Jalaluddin As-Suyuthi, seperti dilansir NU Online.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, nama-nama bulan yang mengisi kalender Hijriah saat ini diadopsi dari nama bulan yang dipakai orang Arab Jahiliah. Namun, tidak untuk bulan Muharam.
Sebab, orang Arab jahiliah dulunya menyebut bulan tersebut sebagai "Shafar Awwal". Adapun untuk bulan Safar, mereka menyebutnya sebagai "Shafar Tsani".
Penamaan tersebut berubah setelah kedatangan agama Islam. Dalam asma-Nya, Allah menyebut Shafar Awwal dengan bulan Muharam.
b. Sejarah Muharam sebagai Bulan Pertama Kalender Hijriah
Lebih lanjut, Muharam dulunya juga bukan awal bulan kalender Hijriah semasa Rasulullah masih hidup. Sebab, penanggalan Hijriah baru diatur pada masa kekhalifaan Umar bin Khattab.
Dijelaskan laman MUI dan buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa oleh Muhammad Sholikhin, awal mula penanggalan Hijriah adalah ketika Umar bin Khattab menerima surat dari Gubernur Abu Musa Al-Asyari.
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul-Baari, surat itu diterima pada tahun 17 Hijriah. Melalui surat tersebut, Abu Musa Al-Asyari mengungkapkan kebingungannya perihal surat umat Islam yang tidak memiliki tahun. Tidak adanya tahun dapat mempersulit pengarsipan dokumen.
Sebagai informasi, kaum muslimin di masa itu masih mengadopsi sistem penanggalan dari peradaban Arab pra-Islam. Penanggalan dari peradaban tersebut hanya terdiri atas tanggal dan bulan saja, tanpa ada penulisan tahun.
Sebagai tindak lanjut surat Abu Musa al-Asy'ari tersebut, Khalifah Umar lantas menunjuk beberapa sahabat untuk menjadi tim penyusun kalender Islam. Tim tersebut terdiri atas Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf RA, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam RA, Sa'ad bin Waqqas, dan Thalhan bin Ubaidillah.
Setelah tim dibentuk, penentuan tahun pertama pun dilakukan. Beberapa usulan dilemparkan para sahabat.
Ada yang mengatakan agar kelahiran Nabi Muhammad sebagai tahun pertama. Ada pula yang mengusulkan waktu wafatnya Nabi dan Nuzulul Qur'an. Namun, opsi yang dipilih adalah usulan dari Ali bin Abi Thalib, yakni peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah.
Dari usulan tersebut, Rabiul Awal lantas disarankan menjadi kandidat bulan pertama kalender Hijriah. Akan tetapi, Umar bin Khattab tidak setuju.
Ia lebih memilih Muharam sebagai bulan pertama dalam susunan tahun Hijriah. Alasan pemilihan tersebut adalah karena wacana hijrah Nabi sebenarnya sudah digaungkan sejak Muharam.
Spesifiknya, wacana hijrah dimulai setelah beberapa sahabat membaiat Nabi, yang dilaksanakan pada penghujung Zulhijah. Adapun bulan yang muncul setelah Zulhijah adalah Muharam.
Pada akhirnya, disepakatilah Muharam sebagai bulan pertama penanggalan kalender Hijriah. Kalender yang menggunakan sistem lunar tersebut diresmikan pada periode 17 tahun setelah hijrah Nabi, atau 7 tahun setelah wafatnya.
Makna dan Hikmah 1 Muharram Tahun Baru Islam
Berdasarkan buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa oleh Muhammad Sholikhin, sari segi bahasa, Muharam bermakna 'yang disucikan', 'yang dimuliakan', 'yang tidak dibolehkan', dan 'tidak boleh disentuh'.
Ini seperti yang disebutkan Rasulullah dalam salah satu hadis. Dari Abu Bakrah RA, Nabi SAW pernah bersabda,
"Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Syakban." (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Karena predikatnya sebagai salah satu bulan suci, segala bentuk peperangan ataupun pertumpahan darah dilarang selama Muharam. Selain itu, dikatakan oleh Ibnu Abbas, dosa dari perbuatan maksiat selama bulan haram akan menjadi lebih besar.
Namun, Muharam lebih dari itu. Makna maupun hikmah yang dapat diambil dari Muharam adalah perihal perubahan.
Sebagai bulan pertama di penanggalan Hijriah, Muharam membuka lembaran baru dalam kehidupan. Sudah sepatutnya kita menjadikannya sebagai momentum untuk memperbaiki dan meningkatkan diri menjadi lebih baik lagi.
Apabila selama ini kita masih terjerembap dalam kemaksiatan, maka sudah saatnya untuk meninggalkannya agar dapat menjadi pribadi lebih baik lagi hingga penghujung tahun.
(mff/astj)