5 Contoh Khutbah Jumat Hari Tasyrik tentang Idul Adha dan Kurban

5 Contoh Khutbah Jumat Hari Tasyrik tentang Idul Adha dan Kurban

Fria Sumitro - detikSumut
Jumat, 30 Jun 2023 10:45 WIB
Ilustrasi Anak Melihat Penyembelihan Kurban
Contoh khutbah Jumat hari Tasyrik (Foto: iStock)
Medan -

Idul Adha 2023 telah usai. Meski demikian, nuansa lebarannya masih terasa hingga hari Tasyrik, tiga hari setelah Hari Raya Kurban yang jatuh pada 11, 12, dan 13 Zulhijah.

Karena masih dalam momen Idul Adha, khutbah Jumat hari Tasyrik dapat diisi dengan materi tentang Idul Adha maupun kurban. Dikutip dari laman NU Online, berikut beberapa contoh khutbah Jumat hari Tasyrik.

Khutbah Jumat Hari Tasyrik #1: Nilai-Nilai Kepasrahan Diri dalam Salat Id, Kurban, dan Haji

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ

ADVERTISEMENT

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Tiada ungkapan lain yang harus kita ucapkan selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin atas anugerah nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita semua. Di antara nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu ini adalah kasih sayang Allah pada kita berupa umur panjang dan kesehatan sehingga kita masih bisa bertemu dengan Hari Raya Idul Adha. Banyak saudara-saudara kita yang telah mendahului kita menghadap Allah SWT dan juga mereka yang saat ini terbaring dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa bersama-sama dengan kita beribadah di tempat yang mulia ini.

Selain bersyukur, mari kita maksimalkan nikmat-nikmat ini untuk menjalankan misi utama kita diciptakan di dunia ini yakni beribadah, menyembah Allah SWT. Langkah ini juga merupakan wujud syukur dalam tindakan yang akan menjadikan nikmat-nikmat ini akan tetap kita nikmati dan lebih dari itu, akan ditambah oleh Allah SWT. semoga kita bisa menjadi jiwa-jiwa yang pandai bersyukur berupa syukur dalam ucapan, hati, dan tindakan kita atas semua nikmat ini.

Selain rasa syukur, wasiat takwa juga menjadi kewajiban untuk senantiasa khatib sampaikan kepada jamaah, wabil khusus kepada diri khatib pribadi, agar kehidupan kita di dunia ini menjadi semakin terarah. Mari kita tingkatkan dan kuatkan takwa kita dalam wujud menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kehidupan kita akan terarah karena takwa merupakan bekal yang paling penting dalam mengarungi kehidupan di dunia sehingga akan menjadikan kita sukses dalam kehidupan akhirat yang kekal dan abadi nanti.

Allah berfirman:

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: "Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat." (QS Al-Baqarah: 197).

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Pada setiap Hari Raya Idul Adha, kita tidak akan bisa terlepas dari tiga ibadah yang mampu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. ibadah tersebut adalah Shalat Id, Kurban, dan Ibadah Haji. Selain memupuk ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT, tiga ibadah ini mengandung banyak nilai-nilai dan hikmah yang mampu menjadikan kita pribadi yang baik dan semakin dicintai oleh Allah. di antara nilai tersebut adalah kepasrahan diri atau tawakal secara totalitas kepada Allah SWT.

Tawakal adalah memasrahkan setiap perkara kepada Allah. Pasrah kepada Allah bermakna memilih menjadikan Allah sebagai Dzat yang memutuskan hasil dari setiap perkara yang dihadapi seorang hamba. Kepasrahan ini menjadi sebab dicintainya kita oleh Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an surah Al Imran, ayat 159:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

Pada kesempatan ini, mari kita resapi nilai-nilai kepasrahan diri atau tawakal kepada Allah dari tiga ibadah yang identik dengan Hari Raya Idul Adha.

Pertama adalah Shalat Id. Ibadah sunnah ini serasa harus dan wajib dilakukan oleh umat Islam pada momentum Idul Adha. Jamaah, mulai dari tua, muda, anak-anak, berbondong-bondong menuju masjid dan tanah lapang untuk melaksanakan shalat dua rakaat ini. Sejak awal melaksanakannya, kita sudah memasang komitmen kepasrahan diri serta menegaskan bahwa shalat yang kita lakukan semuanya hanya karena dan untuk Allah SWT. Dalam shalat kita fokus dan menyerahkan shalat, hidup, dan mati kita hanya kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur'an disebutkan:

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

Artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (Al-An'am: 162).

Nilai-nilai kepasrahan ini juga yang harus kita teruskan di luar shalat dan dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Tentunya kepasrahan ini juga harus tetap diiringi dengan ikhtiar atau usaha. Bukan hanya pasrah begitu saja. Jika kita sudah berusaha dan pasrah pada Allah SWT maka yakinlah Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ath-Thlaaq ayat 3:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya: "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya."

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Kedua, adalah ibadah kurban. Kurban merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah sebagai pengingat bahwa kita sudah diberikan nikmat yang banyak dalam kehidupan ini. Hal ini tertuang dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2:

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ

1. Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

2. Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!

Selain memiliki dimensi vertikal yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Dalam ibadah ini, kita harus mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan dibagi-bagikan kepada orang lain. Tentu tidak semua orang mau mengeluarkan hartanya untuk melakukan hal ini. Masih banyak orang yang tidak rela dan perhitungan dengan hartanya sehingga tidak mau berkurban di Hari Raya Idul Adha.

Padahal perhitungan seperti ini yang seharusnya kita kikis. Kita harus yakin bahwa dengan kepasrahan harta yang kita gunakan untuk berkurban di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih banyak lagi. Allah berfirman:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: "Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah: 261)

Terlebih infak untuk ibadah kurban yang memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadisnya:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: "Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya." (HR Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah).

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Ketiga, adalah Ibadah Haji. Dalam ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini, kita juga diajarkan nilai-nilai kepasrahan kepada Allah. Bagaimana tidak? Saat menjalankan ibadah haji, kita harus jauh-jauh pergi ke tanah Suci Makkah meninggalkan orang-orang yang kita cintai dan memasrahkan semuanya kepada Allah. Selain itu, kita juga harus merelakan diri untuk mengeluarkan banyak harta agar bisa pergi ke Baitullah menyempurnakan keislaman kita dengan berhaji.

Bukan hanya dari sisi materi, saat ini kita juga mengetahui bersama, betapa panjangnya waktu antrean sampai dengan puluhan tahun agar kita bisa berangkat haji. Ini mengandung hikmah bahwa kita harus tetap berusaha untuk bisa berangkat ke tanah suci dengan upaya mendaftarkan diri lalu setelah itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.

Senada dengan kepasrahan untuk mengeluarkan harta dan lamanya waktu tunggu ini, Allah mengawali perintah haji dengan kata-kata "Lillah" (untuk Allah). hal ini termaktub dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 97:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: "(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam."

Ma'asyiral Muslimin, jamaah salat Jumat rahimakumullah,

Demikianlah nilai-nilai kepasrahan diri kepada Allah yang terkandung dalam tiga ibadah di hari Raya Idul Adha. Semoga kita senantiasa bisa mempraktikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Khutbah Jumat Hari Tasyrik #2: Kurban Bentuk Kepasrahan Total pada Allah

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمُنْعِمِ عَلَى مَنْ أَطَاعَهُ وَاتَّبَعَ رِضَاهُ، الْمُنْتَقِمِ مِمَّنْ خَالَفَهُ وَعَصَاهُ، الَّذِى يَعْلَمُ مَا أَظْهَرَهُ الْعَبْدُ وَمَا أَخْفَاهُ، الْمُتَكَفِّلُ بِأَرْزَاقِ عِبَادِهِ فَلاَ يَتْرُكُ أَحَدًا مِنْهُمْ وَلاَيَنْسَاهُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى مَاأَعْطَاهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ عَبْدٍ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِي اخْتَارَهُ اللهُ وَاصْطَفَاهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ ، وَتَفَكَّرُوْا فِي نِعَمِ رَبِّكٌمْ وَاشْكُرُوْهُ، وَاذْكُرُوا آلَاءَ اللهِ وَتَحَدَّثُوا بِفَضْلِهِ وَلَا تَكْفُرُوْهُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ﴿ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ﴾، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin sidang Jumah rahimakumullah

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT. Dzat yang maha mengatur dan memberi nikmat kepada kita semua. Terutama nikmat panjang umur, nikmat sehat, dan iman-islam, sehingga pada kesempatan ini kita bisa bersama-sama menunaikan salat Jumat berjamaah. Semoga setiap langkah kaki menuju tempat ini dan setiap amaliah yang kita tunaikan pada kesempatan ini senantiasa mendapat rida Allah SWT.

Selawat dan salam semoga terlimpah kepada Baginda Alam, Nabi Besar Muhammad saw. Nabi pembawa rahmat ke seluruh alam, sekaligus Nabi pembawa cahaya ketauhidan di tengah gelapnya kesyirikan. Selawat dan salam juga semoga tercurah kepada keluarganya, para sahabatnya, tabiin dan tabiaatnya, hingga kepada kita selaku umatnya yang senantiasa berharap syafaatnya kelak di hari Kiamat.

Sidang Jumat yang dimuliakan Allah

Pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita sama-sama meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dalam arti imtisalul awamir wajtinabun nawaahi atau menunaikan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal paling baik menghadapi perjalanan hidup ini selain ketakwaan kepada Allah SWT. Tidak ada hamba paling mulia di sisi-Nya selain hamba yang bertakwa kepada Allah.

Hadirin kaum Muslimin

Cikal bakal pensyariatan ibadah kurban berawal dari peristiwa Nabi Ibrahim yang hendak menyembelih putranya Ismail alaihissalam. Kala itu Nabi Ibrahim ikhlas menyanggupi perintah Allah sebagai bentuk kepasrahan dan kepatuhan total kepada-Nya. Perintah itu diterima langsung melalui mimpinya, sebagaimana yang dilansir dalam Al-Quran.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرى فِي الْمَنامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرى قالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya, "Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar," (QS. ash-Shafat [37]:102).

Mendapat informasi demikian dari ayahnya, Nabi Ismail pun tak gentar sedikit pun. Ia justru meminta Sang Ayah untuk menyanggupinya. Hal itu jelas terlihat dalam bunyi ayat di atas, "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Mendapat kesanggupan itu, Nabi Ibrahim bergegas menajamkan pisau dan membaringkan putranya Ismail untuk disembelih. Namun, goresan pisau Ibrahim di leher Ismail ternyata tak membekas apa-apa. Sebab, begitu cepat Allah mengganti leher Ismail dengan leher kambing.

Rupanya, perintah Allah pada Ibrahim untuk menyembelih putranya hanyalah ujian. Intinya, Ibrahim telah membenarkan mimpinya. Ibrahim sudah terbukti hamba yang ikhlas menjalankan perintah Allah. Itu terbukti dari seruan Allah kepada mereka berdua, sebagaimana termaktub dalam surah ash-Shaffat.

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ، إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

Artinya: Dan Kami panggillah dia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikian Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar," (QS. ash-Shafat [37]: 104-107).

Peristiwa penyembelihan ini kemudian menjadi cikal bakal pensyariatan ibadah kurban yang dikukuhkan dalam syariat umat Nabi Muhammad dan selalu mereka peringati di setiap Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban.

Kaum muslimin sidang Jumat rahimakumullah

Berkurban sendiri merupakan konsekuensi dan kepatuhan kita sebagai hamba. Pada hakikatnya, apa pun yang Allah perintahkan, harus kita tunaikan, meskipun harus mengorbankan sesuatu yang paling berharga sekalipun, baik berupa jiwa, raga, waktu, harta dan sebagainya seperti halnya yang dicontohkan Nabi Ibrahim yang mengorbankan putra kesayangannya.

Secara spesifik, ibadah kurban sendiri didasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur'an sebagaimana berikut.

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

Artinya, "Sungguh, Kami telah memberimu, Muhammad, nikmat yang banyak, maka salatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang yang terputus dari rahmat Allah," (QS. Al-Kautsar [108]: 1-3).

Berdasar ayat tersebut, mazhab Syafi'i menetapkan hukum kurban sebagai sunnah muakkad, sementara mazhab yang lain ada yang menetapkan hukum wajib, terlebih bagi mereka yang berkecukupan, sesuai dengan bunyi hadis:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Artinya, "Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami," (HR. Ibnu Majah).

Namun, ada pula di antara ulama mazhab Syafi'i yang menarik hukum sunnah muakkad kepada sunah kifayah. Ini artinya, jika ada beberapa orang dalam satu keluarga, maka cukup terwakili atau terpenuhi status sunahnya jika ada salah seorang dari mereka yang menunaikan. Ini menunjukkan, tidak lagi diorientasikan bagi yang mampu, tetapi dianggap sebagai ibadah kolektif yang berstatus sunah dalam setiap keluarga.

Bahkan, disampaikan Ibnu 'Abbas, jika seseorang tidak mampu berkurban dengan domba atau kambing, maka hendaklah berkurban pada hari raya Idul Adha dengan hewan yang halal walaupun berupa ayam, itik, atau kelinci sebagai wujud iraqotud dam.

Hadiri sekalian,

Hukum sunah dan wajib di atas memberi pengertian dua hal. Pertama, ibadah kurban merupakan ibadah penting. Bahkan, dalam hadis dijelaskan bahwa amalan yang paling bagus dilakukan pada saat hari raya Idul Adha adalah iraqutud dam atau menyembelih hewan kurban. Karena itu, jika kita mampu maka tunaikanlah ibadah kurban tersebut.

Kedua, ibadah kurban merupakan wujud kesadaran dan kepasrahan hamba yang tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Ingatlah apa yang dipasrahkan Nabi Ibrahim berupa anak tercinta, Ismail, walau kemudian diganti oleh Allah dengan domba.

Lantas secara spesifik kapan kita diperintah untuk menyembelih hewan kurban? Sebagaimana yang telah disinggung, pelaksanaan kurban adalah pada Hari Raya Idul Adha, yakni pada tanggal ke-10 Zulhijah ditambah tiga hari Tasyriq, yaitu tanggal ke-11, ke-12, dan ke-13.

Adapun ketentuan pembagian daging hewan kurban, para ulama fiqih telah memberi ketetapan. Jika kurbannya berupa nadzar, maka orang yang berkurban tidak boleh memakannya sedikit pun, termasuk keluarga yang wajib dinafkahinya. Sementara untuk kurban sunah, si pengurban masih boleh memakan sesuap atau dua suap bagian hatinya demi mencari keberkahan, bahkan mengambil hingga sepertiganya.

Hal itu dilakukan demi ittibaur-rasul atau mengikuti Rasulullah saw. sekaligus tafa'ul atas para penduduk surga. Sebab, hidangan pertama yang diberikan kepada mereka adalah hati.

Meski status kurbannya sunah dan si pengurban boleh mengambil hingga sepertiganya, tetapi menyedekahkan dan menghadiahkan seluruhnya tentu lebih baik. Tujuannya supaya lebih menunjukkan rasa ikhlas dan pengorbanan total dalam berkurban.

Namun, yang diniatkan dalam kurban adalah membersihkan sifat-sifat kehewanan yang ada dalam diri, menjauhkan sifat kikir, meraih kesucian jiwa, serta memperindahnya dengan sifat-sifat terpuji. Lagi pula yang sampai pada Allah dalam berkurban bukan dagingnya, melainkan ketakwaannya, sebagaimana firman-Nya:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Artinya, "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu," (Q.S. al-Hajj [22]: 37).

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah
Semoga kita termasuk orang-orang yang pasrah dan berserah terhadap perintah Allah. Apa pun yang Allah perintahkan, termasuk perintah berkurban dengan harta kita, kita mampu menunaikannya.

Mari bersiap menyambut perintah kurban pada waktunya. Sesungguhnya, dengan berkurban, kita tidak akan pernah rugi. Dengan kurban, kita terlepas dari sifat kikir dan jauh dari sifat-sifat kehewanan. Sesungguhnya Allah pasti sudah menyiapkan balasan dan keberkahan bagi siapa pun yang menjalankan perintah-Nya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Contoh khutbah Jumat hari Tasyrik lain di halaman selanjutnya...

Khutbah Jumat Hari Tasyrik #3: Esensi Kurban

Khutbah I

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا. وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا.
لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
وَلَوْكَرَة الْكَافِرُونَ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعَدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ
وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَ أَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَمَسَّكَ بِالدِّيْنِ وَسَلَكَ طَرِيْقَ هِدَايَتِهِ.
أَمَّا بَعْدُ:

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT.

اِتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Bertakwalah kepada Allah tetapi jangan sambil lalu.

اِتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Allah tidak menerima ketika seorang hamba bertakwa sambil lalu.

اِتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Yang Allah terima hanyalah takwa yang sesungguhnya . Dan diantara implementasi takwa yang sesungguhnya dari seorang hamba adalah:

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Berislamlah sampai mati dan matilah bersama Islam dan jangan sampai kematian datang merenggut , kita belum total sebagi seorang hamba Allah yang berserah diri kepada-Nya.

Sebab puncak tertinggi yang harus diraih oleh seorang hamba adalah takwa. Allah berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَلَكُمْ

Artinya: "Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu." (QS. al-Hujarat:13).

Ayyuhal muslimun rahimakumullah

Semoga jamaah Jumat yang kita banggakan ini, tergolong orang yang dimampukan, menegakkan ibadah-ibadah di siang hari dan malam hari. Mudah-mudahan di antara kita ada yang sudah dipilih oleh Allah sebagai hamba yang diampuni dosanya yang telah lalu dan akan datang, dibebas dari fitnah kubur dan diselamatkan dari panasnya api neraka padahal umurnya masih panjang.

Mudah-mudahan pula kita semua dipilih oleh Allah sebagai hamba yang mendapatkan pahala menunaikan ibadah haji sebagaimana saudara kita yang sedang melaksanakannya di tanah suci Makkah; padahal kaki kita masih menjejak tanah atau bumi Indonesia saat ini.

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Orang yang tauhidnya lurus, Orang yang shalatnya benar, Orang yang mengamalkan sabar dalam hidupnya tanpa batas dan Orang yang berkorban dalam hidupnya kepada Allah; maka orang seperti ini sebenarnya; dunia dan isinya sedang diwariskan kepadanya.

Jangan memandang sempit makna korban dalam Islam. Kata korban itu diambil dari bahasa Arab: yaitu dari kata „qaruba-yaqrubu‟ yang bermakna dekat, kemudian mendapat penambahan tasydid sehingga jadilah "qarraba- yuqarribu" yang bermakna "mendekatkan".

Oleh sebab itu, sesuatu perbuatan yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut pengor banan; dan apa saja yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut korban; seperti hewan sembelihan, kekayaan, fikiran, tenaga, waktu, perasaan dan lain sebagainya. Oleh karenanya, pengorbanan adalah nilai mulia yang mesti harus dimiliki dalam diri dan kehidupan kita, karena pengorbanan itulah yang akan menjadikan kita sebagai hamba yang berkedudukan tinggi dan mulia dihadapan Allah dan mulia pula dihadapan makhluk ciptaan-Nya. Di pagi yang mulia ini, tentu kita teringat kepada kisah nabi Ibrahim as, seorang hamba Allah yang berhasil mencapai puncak spritual tinggi dan yang sangat hebat dalam melakukan pengorbanan demi pengorbanan, hingga sampailah ke pengorbanan yang sangat berat; yaitu perintah menyembelih anaknya sendiri.

Bayangkan, 85 Tahun lamanya Nabi Ibrahim as berdoa, memohon kepada Allah siang dan malam, agar diberikan anak keturunan, akan tetapi ketika diberikan anak keturunan, Allah pinta untuk dikurbankan kepada-Nya.

Bukan ketika Allah pinta Nabi Ibrahim untuk mengurbankan anaknya, lalu saat nabi Ibrahim bersedia menerima perintah tersebut, Allah langsung ganti dengan seekor domba. Akan tetapi, mata pedang yang tajam itu sudah melesat ke leher nabi Ismail as, namun saat itu Allah menunjukkan kuasa-Nya. Mata pedang yang tajam yang sebelumnya dibelahkan ke batu yang besar terbelah menjadi dua, tak mampu melukai leher nabi Ismail.

Sampai akhirnya, Allah ganti Nabi Ismail dengan seekor domba. Hari ini, kita tidak diminta oleh Allah untuk mengorbankan istri kita, kita tidak diminta oleh Allah untuk mengorbankan anak keturunan kita. Allah hanya meminta kita untuk mengorbankan harta kekayaan, fikiran, tenaga, waktu, perasaan, jabatan yang kita pegang, untuk dikorbankan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Karena hidup ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat:56).

Maka pengorbanan yang kita lakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah. Dengan pengorbanan maka Allah akan mencintai dan melindungi kita, dengan pengorbanan maka pertolongan Allah akan datang kepada kita. Ingatlah kisah nabi Ibrahim as! . Nabi Ibrahim mendekatkan diri kepada Allah dengan menun aikan perintah-Nya; yaitu dengan menjadi-kan anaknya sendiri, nabi Ismail as, untuk disembelih sebagai korban. Karena itu adalah perintah Allah, meskipun dengan berat hati, nabi Ibrahim melaksanakannya, walaupun pada akhirnya Allah ganti dengan seekor domba.

Hasilnya adalah: Nabi Ibrahim dicintai oleh Allah, Nabi Ismail dilindungi oleh Allah, Keluarga nabi Ibrahim as dilindungi dari godaan setan yang terkutuk.

Hadirin sidang Jumat rahima kumullah!

Cobalah kita lihat, kita renungkan secara dalam keadaan kita pada hari ini, sangat memerlukan pengorbanan dari kita semua. Lihatlah berbagai masalah muncul ditengah-tengah kita; mulai dari rumah tangga kita, di masyarakat kita, sampai berbangsa dan bernegara. Bahkan negara-negara Islam difitnah dan dianiaya; anak-anak dibunuh, para wanita diperkosa, rumah-rumah mereka dibakar dan dihancurkan.

Keadaan ini mesti segera dirubah, dan yang akan merubahnya adalah Allah SWT dan diri kita itu sendiri.

Di dalam Al-Quran disebutkan, "Allah tidak akan merobah nasib sesuatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang akan merobah nasib diri mereka", Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11).

Untuk merobah keadaan yang kita jalani saat ini, jelas adalah suatu perjuangan yang berat, disinilah pengorbanan kita diminta. Kita diminta untuk mengorbankan apa saja, harta kekayaan, fikiran, tenaga, waktu, perasaan bahkan jiwa sekalipun.

Disinilah kedudukan yang tinggi disisi Allah akan didapatkan, disinilah kemenangan akan diperoleh, Allah berfirman:

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ وَأَوْلَيكَ هُمُ الْفَابِرُونَ (3)

Artinya: "Orang - orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan". (Q.S. At-Taubah: 20)

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَاللهِ الحَمْدُ.

Saat ini, kita semua sangat mendambakan tokoh pejuang yang sanggup berkorban, masyarakat yang mau berkorban. Lihatlah Rasulullah dan para sahabat terdahulu; mereka berhijrah dari Makkah ke Madinah; dengan rela meninggalkan kampung halaman, harta benda dan keluarga, mereka berkorban apa saja, bahkan mempertaruhkan nyawa sekalipun.

Saat ini; masyarakat menunggu pengorbanan dari kita, siapapun kita. Masyarakat menunggu pengorbanan yang tulus dan ikhlas, pengorbanan yang benar dan jujur, pengorbanan yang murni dan sejati.

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَاللهِ الحَمْدُ.

Di pagi yang mulia ini, tidak semua orang bergembira sebagaimana yang kita rasakan. Cobalah lihat diujung jalan sana, diujung lorong sana; masih banyak orang-orang miskin, orang orang tua yang tak mampu lagi bekerja dan anak anak yang tidak ber-ayah dan ber-ibu, bersedih, menangis mengenang-kan nasib mereka diantara orang-orang yang sedang bergembira.

Ketika takbir mulai menggema, ketika sang anak yatim membukakan matanya, bukan baju baru yang ia lihat, bukan pula deretan kue dan makanan lezat yang tersedia dimeja makan. Akan tetapi yang ia lihat adalah baju lusuh dengan raut wajah ibu dan ayahnya yang bertengger didinding rumahnya. Ketika orang-orang di sekelilingnya bergembira ria, sang anak yatim bersedih menangis, kepada siapa ia mengadu, kepada siapa ia tundukkan wajahnya, ketangan siapa ia kan ciumkan bibirnya untuk meluahkan kasih sayang dan bermaaf maafan. Ayahnya sudah lama pergi, ibunya pun sudah lama meninggal, kakak abang pun tak peduli karena kemiskinan. Ketika orang lain bergembira, ketika disekelilingnya anak-anak lain didekap, dicium dan dimanja. Sang anak yatim jangankan baju baru, jangankan pelukan, dekapan dan ciuman dari orang terdekat. Makanan dan minuman pun tidak tersedia.

Mengapa kita tidak berkaca dari sejarah Rasulullah; ketika Rasulullah melihat seorang gadis kecil, berbaju lusuh yang menangis menyembunyi kan wajahnya dengan kedua tangannya, bersedih melihat sekolompok anak kecil lainnya yang sedang bergembira ria bersama ayah dan ibunya di kota Madinah.

Rasulullah kemudian meletakkan tangannya dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya: "Wahai anakku, mengapa engkau menangis? Bukankah hari ini adalah hari raya?.

Dengan suara lirih, gadis itu bercerita kepada Rasulullah SAW. "Pada hari raya yang suci ini anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan penuh kebahagiaan. Anak-anak bermain dengan riang gembira di depanku. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika dulu saat hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikan ku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia."

"Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah bahu membahu dan kemudian ayahku meninggal di dalam peperangan tersebut. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?".

Hati Nabi langsung terenyuh, sambil membelai rambut gadis yatim itu, Nabi berkata; "Wahai Anakku, hapuslah air matamu. Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu dan Aisyah menjadi ibumu. Bagaimana pendapatmu tentang usul ku ini?"

Gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Dia menatap dengan penuh perasaan dan memastikan bahwa di hadapannya adalah Rasulullah SAW. Anak yatim itu kaget sekaligus bahagia sampai bibirnya tidak bisa berucap dan hanya menganggukan kepala. Rasulullah pun menggandeng tangan mungilnya ke rumah Aisyah. Sesampai di rumah; Rasulullah sendiri yang menyisirnya dan member sihkan badannya dengan penuh kasih sayang.

Dibantu Fatimah, gadis itu dipakaikan baju bagus dan diberi makanan serta uang saku. Dia lalu dipersilakan untuk bermain dengan anak-anak lainnya. Teman-teman gadis itu heran, lalu bertanya, "Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?" Dengan senyum mengembang, gadis kecil itu menjawab, "Akhirnya aku memiliki seorang ayah dan ibu!".

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah!

Kita semua adalah anak yang dilahirkan dari seorang ibu. Mungkin ayah dan ibu kita sudah tiada atau mungkin ayah dan ibu kita jauh diujung kampung sana. Atau jika mereka sedang bersamamu. Cobalah pegang tangan jemari mereka. Rasakan aliran kasih sayang yang tidak pernah terputus kepadamu. Bayangkan kasihlah, bagaimana ibumu melahirkanmu dengan bertaruh nyawa bersimbah darah. Atau bagaimana susahnya ayahmu membesarkanmu dengan bekerja di tanah lapang, sampai-sampai kulitnya terbakar oleh panasnya matahari. Berterimakasihlah, bersyukurlah karena Allah masih memberikan kesempatan untuk berkorban dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Masih di nuansa hari raya Idul Adha ini, menyadarkan kita akan arti penting dari berkorban. Sebab masih banyak orang diseke liling kita yang membutuhkan pengorbanan dari kita dan inilah peluang untuk mendekat-kan diri kepada Allah, sebagaimana kita ketahui bahwa pengorbanan adalah perbuatan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan pengorbanan yang diterima itu, hanyalah pengorbanan dari orang-orang yang beriman dan bertakwa. Marilah masing-masing kita, menjadi contoh dalam memunculkan nilai pengorbanan, Kita mulai dari diri kita sendiri, kita mulai dari rumah tangga kita, kita tunjukkan di masyarakat kita, di tempat kita bekerja, dan dimanapun kita berada, sebagai apapun kedudukan kita.

Sesungguhnya semua itu akan kembali kebaikannya kepada kita; yaitu kita akan semakin dekat dengan Allah SWT.

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَاللهِ الحَمْدُ.

Mudah-mudahan, melalui momen Idul Adha ini, kita berjuang untuk menjadi pribadi yang berani berkurban dengan segenap harta kekayaan, fikiran, tenaga waktu, perasaan. Sebab, ketika ruh masih dikandung badan, rezeki berlimpah ruah, akal masih berputar sehat, mata masih terang memandang, tangan masih kuat menggenggam, maka tak ada alasan untuk tidak berkurban. Sebab apabila masa kematian telah sampai, dimana diperlihatkan surga atau neraka di pelupuk mata. Maka tak akan ada yang bisa diulang kembali dan tak akan dapat dimajukan walau sedetik pun. Lihatlah bagaimana harapan hampa yang diteriakkan oleh orang-orang yang dahulunya ingkar di dunia."

رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَل صَلَحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

Artinya: "Ya Tuhan Kami, Kami telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah Kami (ke dunia), Kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang yakin." (QS. As Sajadah:12).

Tapi sayang, saat itu bukan lagi masa untuk memohonkan ampunan, bukan masa untuk menaruhkan harapan atau bertobat. Tapi masa itu adalah masa untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang telah dilakukan di dunia.

Apabila telah sampai masanya, saat itu tak ada yang mengiringi kita. Yang mengiringi hanya tiga yang Pertama, sanak family, keluarga, tetangga. Yang Kedua, Harta, dan yang Ketiga, Amal kebaikan. (Yarji'us naini wayabaka wahid) Yang dua akan pulang; keluarga akan pulang, harta akan pulang, yang menemani hanyalah amal kebaikan yang dibuat di dunia.

Keluarga, tetangga yang dulunya begitu dekat dengan kita, hanya akan mengantarkan kita menuju ke tempat peristirahatan terakhir, mereka angkat keranda mayat kita, mereka masukkan kita ke liang lahat, mereka jejak-jejak kita, lalu mereka pun pulang meninggalkan kita. Harta, yang dulunya kita bangga-banggakan, yang kita cari siang dan malam, juga ikut pulang meninggalkan kita. Hanya amal kebaikan yang akan menjadi teman setia di alam sana.

Jika pernah tangan digunakan untuk bergotong royong membangun masjid itulah yang akan menyelamatkan kita, jika pernah tangan mengusap kepala anak yatim itulah yang akan menyelamatkan kita, jika pernah malam terbangun di saat orang lain tertidur pulas, melawan rasa kantuk yang begitu berat, itulah yang akan menyelamatkan kita, jika kita kurbankan harta kekayaan, fikiran, tenaga waktu, perasan dengan penuh ikhlas kepada Allah itulah yang akan menyelamatkan kita.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ

وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ

إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah II

اَللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً.

أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُونَ ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيْبٌ . اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا وَعَنْ وَالِدِيْنَا وَعَنْ جَمِيعِ المُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Khutbah Jumat Hari Tasyrik #4: Kurban sebagai Perwujudan Takwa

Khutbah I

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ اِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الْقَهَّارِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى نِعَمٍ تَتَوَالَى كَالْأَمْطَارِ وَأَشْكُرُهُ عَلَى مُتَرَادِفِ فَضْلِهِ الْمِدْرَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَا مِنَ النَّارِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُخْتَارُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَفْضَلَ مَنْ حَجَّ وَاعْتَمَرَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الأَبْرَارِ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Pada pagi yang cerah ini marilah kita panjatkan segala puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kenikmatan sehingga kita dapat hadir di tempat ini untuk menunaikan salah satu ibadah yang diperintahkan kepada kita sambil mengumandangkan kalimat-kalimat yang agung, takbir, dan tahmid, yang semuanya kita tujukan kepada keagungan dan kebesaran Allah.

Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad ﷺ yang telah memberi petunjuk-petunjuk yang benar kepada kita, yang dapat dijadikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Hadirin kaum Muslimin yang dirahmati Allah,

Setiap tahun, dalam suasana menyambut hari raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah, kita mengumandang-kan kalimat-kalimat tauhid, takbir, tahmid, dan tahlil. Mengumandangkan kalimat tauhid menunjukkan suatu pengakuan yang kokoh bahwa Allah adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kalimat takbir memberi kesan yang kuat dalam diri kita bahwa Allah Mahabesar dan Mahaagung, tidak ada satu pun yang dapat menyamai kebesaran dan keagungan-Nya. Kalimat tahmid mengandung makna bahwa zat yang patut dipuji hanyalah Allah swt dan pujian seluruhnya hanya diperuntukkan bagi-Nya. Kalimat tahlil menegaskan kalimat tahmîd bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah.

Kalimat-kalimat agung itu pada saat kini tengah menggema di mana-mana, dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh dunia, baik yang ada di belahan barat, di belahan timur, di belahan utara, dan belahan selatan. Pendek kata, kalimat-kalimat itu sedang dikumandangkan oleh umat Islam di seluruh pelosok dunia. Sementara di tempat nan jauh di sana, di tanah suci Makkah, tempat terpancarnya fajar Islam, umat Islam, tamu Allah, yang sedang menunaikan ibadah haji menyerukan pula kalimat talbiyah, yaitu:

لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ

Artinya: "Kupenuhi panggilan-Mu ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagimu, sesungguhnya puja, limpahan karunia dan kekuasaan hanya pada-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu."

Kalimat takbir, tahmid, dan talbiyah itu ditanamkan ke dalam hati, ditancapkan ke lubuk jiwa yang dalam, sehingga pengaruhnya terpancar dalam wujud nyata yang direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan amal ibadah. Pengakuan kita terhadap kebesaran Allah, yang tiada sekutu bagi-Nya, pengakuan kita bahwa tidak ada yang patut dipuji melainkan Allah, kepatuhan kita untuk meninggalkan larangan-larangan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan pengakuan mereka dalam memenuhi panggilan-Nya untuk menunaikan ibadah haji itu, merupakan realisasi dari apa yang kita ucapkan dan yakini.

Hadirin jamaah salat Jumat yang dirahmati Allah,

Hari raya Idul Adha yang juga disebut hari raya Kurban mengingatkan kita kepada Nabiyullah Ibrahim as bersama putranya, Ismail. Ismail adalah putra tunggal Nabi Ibrahim yang telah bertahun-tahun dirindukan kehadirannya. Sebagai putra tunggal, Ismail sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Dalam suasana saling kasih sayang seperti itu, turunlah perintah dari Allah kepada sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim, untuk melakukan kurban dengan menyembelih anak kandungnya sendiri, yaitu Ismail. Nabi Ibrahim as, dengan penuh ketaatan dan kepatuhan bersedia melaksanakan perintah itu, dan ketika diceritakan oleh Ibrahim kepada Ismail tentang adanya perintah dari Allah untuk menyembelihnya, Nabi Ismail tidak gentar sedikit pun juga. Ia rela menerima perintah itu dan meyakinkan ayahnya bahwa ia menerima perintah itu juga dengan penuh ketaatan dan kesabaran.

Keduanya dengan jelas telah sama-sama menunjukkan sikap ingin berkorban yang luar biasa besarnya. Kesediaan Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah itu, dan kerelaan Ismail untuk menerima perintah itu, merupakan perwujudan dari kepatuhan mereka yang tiada taranya terhadap perintah Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana kalau kita sendiri yang hanya mempunyai putra satu-satunya, dan anak satu-satunya, rela menyembelihnya demi untuk menjalankan perintah Allah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail telah melaksanakan perintah itu dengan penuh ketaatan, penuh kerelaan, dan ketenangan serta penuh penyerahan diri.

Pengorbanan yang dilakukan oleh kedua hamba Allah terebut merupakan ujian dan pengorbanan yang amat besar, yang tiada bandingan dan taranya dalam sejarah umat manusia sampai hari ini. Pengorbanan dan ujian yang beliau berdua lakukan itu kini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang diabadikan sepanjang masa, yang kita namakan Idul Qurban. Pengorbanan dan ujian seperti itu kiranya dapat kita tanamkan dalam hati sebagai pelajaran yang berharga. Sebaliknya, alangkah kecilnya ujian dan pengorbanan kita yang hanya mengorbankan sebagian dari apa yang kita miliki demi memenuhi perintah Allah dalam hari raya Kurban ini.

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah,

Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail patut kita teladani dan ikuti, dalam pengertian bahwa kita, dengan kemampuan yang ada, bersedia mematuhi dan menaati perintah Allah dengan mengorbankan sebagian dari harta yang kita miliki dan mengorbankan apa yang kita lakukan yang dipandang tidak sesuai dengan perintah dan tuntunan Allah. Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.

Penyembelihan terhadap hewan kurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang berhak. Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan itu bukan darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu, melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur'an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ

Artinya: "Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah kurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah takwamu."

Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat perhatian kita. Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita. Pernyataan Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan tidak dilihat dari segi materi, kuantitas, dan bentuk lahiriahnya, tetapi yang dilihat adalah keikhlasan dan niat yang memberi kurban.

Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dengan menyembelih putranya, Ismail, pada hakikatnya adalah ujian bagi kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah ingin melihat sejauh mana kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu. Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah dan telah sanggup menunjukkan kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.

Allahu akbar 3X

Hadirin yang berbahagia,

Agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak: domba, kambing, kerbau, sapi atau unta. Yang dikurbankan adalah binatang. Ini mengandung setidaknya dua makna, yaitu (1) sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih, dan (2) jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa.

Sangat banyak sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia, seperti sifat mementingkan diri sendiri, sifat sombong, sifat yang menganggap bahwa hanya golongannyalah yang selalu benar, serta sifat yang memperlakukan sesamanya atau selain golongannya sebagai mangsa, atau musuh. Sifat kebinatangan yang selalu curiga, menyebarkan isu yang tidak benar, fitnah, rakus, tamak, dan ambisi yang tidak terkendalikan, tidak mau melihat kenyataan hidup, tidak mempan diberi nasihat, tidak mampu mendengar teguran, dll merupakan sifat-sifat yang tercela dalam pandangan Islam. Sifat-sifat yang demikian, jika tetap dipelihara dan bercokol di dalam diri seseorang, akan membawa kepada ketidakstabilan dalam hidupnya, ketidak-harmonisannya dengan lingkungannya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sifat-sifat yang demikian ini akan memudahkan jalan bagi terciptanya perpecahan dan ketidaktenteraman dalam kehidupan. Ajaran Islam dengan ajaran kurbannya menghendaki agar seorang Muslim mau mengorbankan sifat-sifat seperti itu dengan tujuan agar kestabilan dan ketenteraman hidup dalam masyarakat dapat diwujudkan dan kedamaian antara sesama manusia dapat direalisir.

Ajaran Islam menghendaki agar kurban yang disampaikan harus binatang yang sempurna sifat-sifatnya, jantan, tidak buta, tidak lumpuh, tidak kurus, dan tidak cacat. Ini mengandung makna bahwa di dalam melakukan kurban, beramal, dan berkarya setiap Muslim dituntut untuk berusaha dalam batas-batas kemampuan maksimal, dengan mengerahkan tenaga secara optimal, tidak bermalas-malasan, tidak melakukan sesuatu dengan sembrono. Allah menyatakan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah (9): 105:

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ

Katakanlah: Berusaha dan bekerjalah karena Allah dan Rasul-Nya serta orang beriman akan melihat menilai amal kalian itu.

Sejalan dengan ayat itu, Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah (2): 148 yang berbunyi:

فَاسْتَبِقُوْا الْخَيْرَاتِ

"Berlomba-lombalah untuk melakukan kebajikan."

Agama Islam memerintahkan untuk berkurban dan beramal semaksimal kemampuan, karena agama Islam sendiri adalah dinul-udhiyah (agama pengorbanan) dan dinul-'amal (agama yang mengutamakan karya nyata dan usaha). Iman kepada Allah yang kita yakini harus disertai dengan amal perbuatan nyata dalam kehidupan kita. Dalam pandangan agama, iman saja, tanpa amal, tidaklah cukup dan beramal tanpa dilandasi dengan iman tidaklah bernilai. Itulah sebabnya, maka dalam Islam, iman dan amal merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tidakkah kita perhatikan banyak ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan secara tegas bahwa kata iman yang diungkapkan dalam bentuk آمَنُوْا (orang-orang yang beriman) selalu dirangkaikan dan diikuti oleh kata وَعملوا الصالحات (dan beramal saleh). Salah satu di antaranya adalah ayat-ayat yang terdapat Surat Al-'Ashr (103) yang menggambarkan bahwa orang-orang yang tidak mengalami kerugian adalah mereka yang beriman dan melakukan amal saleh. Allah menyatakan:

وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.

Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling menasihati dan menganjurkan kepada kebenaran dan kesabaran.

Allahu Akbar 3X

Hadirin yang berbahagia,

Pengorbanan sebagai perlambang bahwa jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa, dapat memberikan arti bahwa kita dituntut untuk meyakini keesaan Allah, dan apa yang dilakukan itu semata-mata hanya untuk Allah. Ajaran kurban ini juga mengisyaratkan makna yang mendalam agar kita dapat mengorbankan segala sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan ajaran Allah. Kita dituntut untuk mengorbankan, menyembelih, mengikis habis kebiasaan-kebiasaan yang dipandang merusak akidah itu, kemudian kita gantikan dengan sikap-sikap dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan akidah Islam dan ketauhidan yang diajarkannya.

Kalau Nabi Ibrahim as diperintahkan untuk mengorbankan putra tunggalnya, Ismail dan orang-orang yang berkemampuan dan berkecukupan diperintahkan untuk mengorbankan hewan, maka kita pun sebagai orang yang tidak berkecukupan, tetapi memiliki sifat, sikap, dan perbuatan yang mengarah kepada pelanggaran terhadap perintah-perintah Allah, dituntut untuk mengorbankan sifat-sifat itu dan menjauhinya, dan dituntut untuk kembali kepada akidah Islam dan sikap-sikap yang mengarah kepada ketaatan kepada perintah-perintah Allah. Kalau kita tidak mampu berkurban dengan hewan, kita mampu berkorban dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Kita sebagai abdi bangsa, selayaknya memahami dan menghayati semangat kurban itu. Amanat dan tugas kita masing-masing harus dilakukan dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab yang tulus dengan mengorbankan sebagian dari waktu dan tenaga kita untuk bekerja dan menekuni pekerjaan dan tugas kita masing-masing semaksimal dan sesempurna mungkin, seperti semangat kesempurnaan yang dituntut bagi hewan kurban itu. Kita harus menanamkan dalam diri kita tekad untuk melakukan semua pekerjaan yang diembankan kepada kita dengan ketulusan dan keikhlasan beramal, agar semua itu mendapat nilai pahala di sisi Allah yang akan dinikmati di hari akhir nanti.

Pada masa yang kita alami sekarang ini, pada saat-saat bangsa dan negara kita masih berada dalam suasana krisis, suasana bangsa yang menuntut konsep pemikiran yang tepat dan etos kerja yang lebih tinggi, kita harus rela berkurban, materiil, tenaga, maupun jiwa untuk segera mengembalikan suasana ini kepada suasana yang lebih kondusif, dari suasana keterpurukan ekonomi kepada suasana kestabilan dan ketenteraman. Hal ini semua sudah tentu harus dilakukan secara sungguh-sungguh sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.

Kita yang berkecimpung dalam bidang pendidikan dan pengajaran sudah barang tentu dituntut pengorbanan untuk meningkatkan pendidikan dan pengajaran bagi generasi bangsa dan menciptakan konsep-konsep pendidikan yang tepat untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih optimal dan siap pakai di masa mendatang.

Kita tahu bahwa setiap zaman mempunyai karakteristik yang berbeda; zaman yang lalu berbeda dengan zaman sekarang, zaman sekarang berbeda dengan zaman yang akan datang, dan zaman kita sekarang akan berbeda dengan zaman generasi kita berikutnya. Tidakkah kita merenungkan, bahwa suasana zaman ketika kita masih kanak-kanak sangat berbeda keadaannya dengan zaman ketika kita telah dewasa sekarang ini. Keadaan seperti itu sudah cukup menjadi dasar untuk memberikan modal yang terbaik buat generasi dan anak-anak kita. Modal yang paling utama yang harus diberikan kepada mereka, menurut Rasulullah, adalah pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai bagi generasi itu untuk menghadapi kehidupan mereka di masa datang. Suasana kehidupan dunia di masa-masa sesudah kita ini, tantangannya jauh lebih berat dan lebih kompleks. Untuk itu semua, kita sekarang, pada masa kita ini, dituntut untuk mengorbankan segala yang kita miliki untuk menyerahkan yang terbaik dan berharga bagi kemajuan generasi, bangsa, dan negara di masa datang sesuai dengan bidang tugas kita masing-masing. Dengan begitu, kita berharap generasi bangsa kita di masa yang akan datang akan dapat berintegrasi dan beradaptasi dengan lingkungan serta dapat menghadapi tantangan-tantangan hidup dengan bekal pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang memadai. Insya Allah.

Allahu Akbar 3X

Hadirin jamaah salat Jumat,

Melalui hari raya Idul Adha yang telah usai, kita melihat kembali pandangan kita tentang Islam, memperbaharui pandangan kita, dan memperbaiki sikap kita yang selama ini dipandang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam yang sebenarnya adalah Islam yang tidak hanya menuntut kita mengucapkan syahadat, mengaku beriman dan bertakwa, tetapi juga lebih dari itu harus berusaha dan beramal, bahkan semaksimal yang dapat dilakukan. Islam tidak hanya menuntut untuk beribadah semata, tidak hanya salat semata, tidak hanya puasa saja, tidak hanya menunaikan zakat saja, dan lain-lainnya, tetapi juga menuntut untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan kemaslahatan dan kebahagiaan hidup di dunia. Islam tidak hanya menekankan urusan dunia, atau sebaliknya, tetapi menekankan adanya keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidakkah kita perhatikan doa pendek yang amat populer yang kita baca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّيْنَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksaan api neraka.

Marilah kita dengan Idul Adha tahun ini kita pupuk dan tingkatkan persatuan dan kesatuan, rapatkan barisan, tingkatkan kedisiplinan dan semangat kerja, kobarkan semangat berkurban, karena dengan itu semua pembangunan yang kita canangkan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup kita sebagai bangsa dapat kita capai, dengan dilandasi tauhid, iman, dan takwa kepada Allah dan sesuai dengan tuntunan ajaran agama kita.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ

وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ

إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah II

اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ اللّٰهُ أَكْبَرُ، اللّٰهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللّٰهِ وَرَسُولُهُ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ المَيَامِيْنَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللّٰهَ تَعَالَى فِي هٰذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيْدَنَا هٰذَا سَعَادَةً وَتَلَاحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Contoh khutbah Jumat hari Tasyrik lain di halaman selanjutnya...

Khutbah Jumat Hari Tasyrik #5: Oleh-oleh Haji dan Umrah

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Hadirin rahimakumullah,

Tema khutbah kali ini adalah tentang buah tangan atau oleh-oleh yang biasa dibawa oleh jamaah haji dan umrah dan dihadiahkan kepada para tamu sekembalinya mereka dari Tanah Suci. Meskipun tahun ini tidak ada pemberangkatan jamaah haji asal Indonesia ke Tanah Suci (akibat pandemi Covid-19), namun khatib akan menyampaikan tema ini dengan maksud untuk mengobati kerinduan kita akan Tanah Suci dan hal-hal yang berkaitan dengan haji dan umrah.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ada beberapa oleh-oleh yang biasanya dihadiahkan para jamaah haji dan umrah kepada para tamu sesampainya mereka di tanah air. Di antaranya adalah:

Pertama, siwak.

Mengenai keutamaan siwak, Nabi shallallhu 'alaihi wa sallam bersabda:

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه البخاريّ) ـ

Maknanya: "Siwak adalah alat yang membersihkan mulut dan sebab untuk mendapatkan ridha Allah" (HR al-Bukhari).

Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

رَكْعَتَانِ بِسِوَاكٍ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ سِوَاكٍ (رواه ابن ماجه) ـ

Maknanya: "Dua rakaat yang disertai dengan siwak itu lebih utama dari 70 rakaat tanpa disertai dengan siwak" (HR Ibnu Majah).

Siwak adalah kayu atau semacamnya yang digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut. Boleh menggunakan semua jenis kayu. Namun yang paling utama digunakan adalah kayu Arak (الأراك). Disunnahkan bersiwak ketika hendak melaksanakan shalat, ketika akan berwudlu', setelah membasuh kedua telapak tangan saat wudlu', sebelum tayamum, sebelum membaca al Qur`an, pada saat gigi menguning, pada saat tawaf dan ketika bangun dari tidur. Disunnahkan bersiwak dengan tangan kanan, memulai dari bagian kanan mulut kemudian kembali ke tengah lalu dijalankan ke arah kiri mulut lalu kembali lagi ke tengah, setelah itu dijalankan di langit-langit mulut dengan lembut, disertai niat ingin memperoleh kesunnahan. Di antara manfaat siwak adalah membersihkan mulut, meraih ridha Allah, menguatkan gusi, melipatgandakan pahala, memutihkan gigi, membantu mengeluarkan huruf-huruf dari makhrajnya dan mengingatkan dua kalimat syahadat menjelang kematian. Siapakah di antara kita yang tidak berharap mampu mengucapkan dua kalimat syahadat ketika maut menjelang?. Oleh karenanya, marilah kita jaga dan pelihara sunnah yang agung ini.

Kedua, air zamzam.

Disunnahkan meminum air zamzam. Seseorang yang memiliki hajat atau keperluan tertentu, hendaklah minum air zamzam dengan niat agar dikabulkan hajatnya dan hendaklah membaca doa berikut ini sebelum meminumnya:

اللهم إِنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ نَبِيَّكَ قَالَ: مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ، اللهم إِنِّـي أَشْرَبُهُ سَائِلاً عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا وَاسِعًا وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ

"Ya Allah, sungguh telah sampai kepadaku berita bahwa Nabi-Mu bersabda: "Air zamzam bermanfaat untuk tercapainya tujuan sesuai dengan niat orang yang meminumnya," Ya Allah sungguh aku meminumnya untuk memohon ilmu yang bermanfaat, rezeki yang lapang dan kesembuhan dari segala macam penyakit."

Setelah itu, memohon hajat apa pun yang diinginkan.

Ketiga, kurma.

Kurma sangatlah banyak jenisnya. Di antara sekian banyak jenis kurma, kurma yang paling banyak mengandung manfaat dan khasiat adalah kurma 'ajwah Madinah (عَجْوَةُ الْمَدِيْنَةِ). Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَـمَرَاتِ عَجْوَةٍ لَـمْ يَضُرَّهُ فِي ذلِكَ اليَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ (رواه البخاريّ) ـ

Maknanya: "Barangsiapa makan setiap pagi hari 7 buah kurma 'Ajwah, maka di hari itu ia tidak akan terkena bahaya oleh racun maupun sihir" (HR al Bukhari).

Keempat, tasbih.

Di antara hadiah haji dan umrah adalah tasbih. Para ulama Ahlussunnah menegaskan bahwa tidak mengapa menggunakan tasbih untuk berdzikir, karena ia selalu mengingatkan orang yang membawanya untuk mengingat Allah dan mengagungkan-Nya. Suatu ketika, salah seorang istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan di hadapannya empat ribu biji kurma untuk bertasbih. Rasulullah melihatnya dan sama sekali tidak mengingkarinya. Berdasarkan ini, para ulama memahami bahwa berdzikir dengan tasbih hukumnya boleh, bukan bid'ah dan tidak haram sebagaimana didengungkan oleh sebagian kalangan. Hanya saja berdzikir dengan menggunakan jari-jari tangan lebih utama berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيْحِ وَالتَّهْلِيْلِ وَالتَّقْدِيْسِ وَاعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَإِنَّـهُنّ مَسْؤُوْلَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ (رواه الترمذيّ) ـ

Maknanya: "Hendaklah kalian bertasbih, bertahlil serta menyucikan Allah dan hitunglah dengan jari-jari tangan karena di hari kiamat jari-jari tangan itu akan ditanya dan disuruh berbicara memberikan kesaksiannya" (HR at Tirmidzi).

Pada hari kiamat, Allah akan memberikan kemampuan berbicara kepada jari-jari tangan untuk bersaksi bagi para pemiliknya mengenai apa yang mereka lakukan di dunia, yaitu berdzikir dan menyebut asma Allah disertai menghitung jumlah dzikir itu dengan jari-jari tangan mereka.

Bahkan di dunia hal semacam itu pernah terjadi. Al Hafizh Ibnu 'Asakir menceritakan dalam kitab Tarikh Dimasyq bahwa suatu ketika, Abu Muslim al-Khaulani, salah seorang wali di kalangan tabi'in tengah berdzikir dengan tasbih. Kemudian ia tertidur. Tasbih itu pun lalu berputar sendiri di tangannya pada saat ia tidur sembari tasbih itu berucap:

سُبْحَانَكَ يَا مُنْبِتَ النَّبَاتِ وَيَا دَائِمَ الثَّبَاتِ

"Mahasuci Engkau Ya Allah, Dzat yang menumbuhkan tumbuhan dan Mahakekal."

Ketika Abu Muslim terbangun, ia memanggil istrinya dan mengatakan: "Wahai Ummu Muslim, kemarilah, lihatlah keajaiban yang luar biasa ini." Pada waktu Ummu Muslim tiba dan melihat tasbih itu berputar sembari membaca dzikir, sesaat setelah itu tasbih tersebut diam dan berhenti berputar. Peristiwa ini telah terjadi di dunia dan merupakan bukti yang menguatkan apa yang akan terjadi di hari kiamat kelak, saat jari-jari tangan akan berbicara dan bersaksi untuk para pemiliknya.

Hadirin rahimakumullah,

Kelima, buku-buku gratis.

Para jamaah haji dan umrah ketika menunaikan ibadah di Tanah Suci, biasanya mendapatkan hadiah buku-buku terjemahan berbahasa Indonesia. Buku-buku itu dibagikan kepada para jamaah dengan cuma-cuma. Jika kita baca dengan seksama, buku-buku itu umumnya memuat aqidah dan ajaran yang bertentangan dengan apa yang diyakini, diamalkan, dan diajarkan oleh para ulama kita di Indonesia.

Di antara yang disebutkan dalam buku-buku itu adalah pengkafiran terhadap para pelaku tawassul, tabarruk dan ziarah makam para wali. Padahal mayoritas umat Islam, tidak hanya di Indonesia tapi juga di berbagai belahan dunia yang lain, adalah para pengamal tawassul, tabarruk dan ziarah kubur. Di buku-buku itu juga disebutkan pembid'ahan terhadap beberapa amaliah yang telah mentradisi di kalangan umat Islam, seperti peringatan maulid nabi dan peringatan hari-hari besar yang lain. Oleh karena itulah, buku-buku tersebut tidak layak dibaca, tidak layak disebarluaskan dan tidak layak dijadikan oleh-oleh dan hadiah.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا،ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Demikianlah sederet contoh khutbah Jumat Hari Tasyrik tentang kurban. Semoga bermanfaat!

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Apa Hukumnya Bermain Handphone saat Khutbah Jumat? Ini Penjelasannya"
[Gambas:Video 20detik]
(mff/dhm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads