Apes nasib pria asal Tanzania yang mengalami insiden 'patah' penis. Dilaporkan peristiwa itu terjadi saat pria tersebut tengah asyik bercinta.
Dilansir detikHealth Minggu (28/5/2023), pria yang mengalami 'patah' penis itu sempat dilarikan ke rumah sakit. Awalnya pria tersebut mendengar suara 'retak' ketika tengah bercinta.
Patah penis merupakan kondisi medis yang tidak biasa. Tidak jelas seberapa banyak kasus ini terjadi karena banyak pria malu untuk mendapatkan perawatan medis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan laporan International Journal of Surgery Case Reports suara 'retak' tersebut muncul ketika penis terlepas dan meleset saat melakukan hubungan seksual.
Hasil MRI menunjukkan bahwa pria tersebut mengalami luka pada 3 posisi titik di sepanjang tunika albugineanya. Penis pria tersebut mengalami bengkak, nyeri, hingga berdarah.
Walaupun penis tidak memiliki tulang, kondisi tersebut disebut 'patah' karena jaringan tunika albuginea yang melindungi kolom berisi darah corpus cavernosum dan corpora cavernosa terluka.
Pria Tanzania itu lantas menjalani operasi untuk mengobati penisnya. Dalam waktu 3 hari, pasien keluar dari rumah sakit dan kateter di uretranya dilepas setelah 21 hari.
"Dia terlihat di klinik enam bulan pasca operasi di mana dia dilaporkan telah melanjutkan kehidupan seksualnya tanpa kesulitan dan batang penisnya nampak baik-baik saja," ucap dokter yang menangani dikutip dari New York Times.
Dokter menduga meningkatnya kasus patah penis disebabkan oleh meningkatnya penggunaan viagra hingga film porno yang mendorong pasangan melakukan posisi seks tidak biasa.
Dalam studi yang dilakukan di Brazil pada tahun 2014, patah petis umumnya terjadi ketika hubungan seksual. Selain itu, masturbasi yang terlalu keras, berguling di tempat tidur, dan benturan keras juga menjadi penyebab lainnya.
Penis yang patah biasanya disertai juga dengan suara patah, pendarahan, hilangnya ereksi dengan cepat, dan rasa sakit yang luar biasa. Penis yang terluka, terlihat bengkak, dan memar berwarna ungu disebut 'eggplant deformity'.
Artikel ini sudah terbit detikHealth.
(astj/astj)