Sebanyak 187 ekor kerbau di Kuantan Singingi, Riau terserang penyakit virus ngorok. Dari jumlah itu, ada 99 ekor kerbau dipotong paksa karena masih bisa dikonsumsi.
Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau, Faralinda Sari mengatakan kerbau yang terjangkit tersebar di berbagai daerah di Kota Jalur. Laporan pertama kali diterima pada 2 Februari lalu.
"Awal mula laporan pada 2 Februari lalu di Tanjung Pauh. Ada tiga ekor kerbau mati mendadak," tegas Faralinda di Pekanbaru, Rabu (10/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya pada 9 Februari ditemukan lagi kasus serupa 5 ekor kerbau mati mendadak di Sungai Paku. Kerbau mati dengan gejala klinis ngorok, nasal discharge, cairan berbuih dari mulut hingga mati mendadak.
Setelah kejadian di 2 desa itu, pihak Dinas Peternakan langsung turun untuk vaksin. Vaksin pertama dilakukan 800 dosis dan vaksin kedua 300 dosis untuk pencegahan penularan.
"Kasus selanjutnya terjadi di daerah Koto dan Singingi Seberang. Rinciannya ada 4 ekor mati dan 9 ekor dipotong paksa oleh pemilik hingga terus bertambah," katanya.
Tercatat hingga saat ini sudah 187 ekor kerbau terjangkit mulai dari mati hingga potong paksa. Namun ada juga 15 ekor kerbau dijual pemiliknya.
Tak sampai di situ, seminggu setelah Idul Fitri atau 30 April kasus kembali naik. Ada 4000 an ternak di Desa Kopah yang dilepasliarkan di perkebunan sawit belum divaksin.
"Jumlah kasus yang dilaporkan sejak 15 Maret hingga 9 Mei mati sebanyak 65 ekor, potong paksa 99 ekor dan dijual 15 ekor. Kasus itu tersebar di sejumlah daerah di Kuantan Singingi," kata Faralinda.
Meskipun terjangkit, kerbau-kerbau masih bisa dikonsumsi jika sempat dipotong. Ini karena penyakit Septicaemia Epizootica (SE) tidak zoonosis.
"Aman (dikonsumsi). Karena penyakit SE tidak bersifat zoonosis," katanya.
(ras/dhm)