Doa Buka Puasa Allahumma Laka Shumtu dan Dzahabazh Zhoma'u, Mana yang Benar?

Fria Sumitro - detikSumut
Selasa, 28 Mar 2023 13:49 WIB
Ilustrasi doa berbuka puasa. (Foto: iStock)
Medan -

Ketika azan magrib berkumandang, umat Islam sudah dapat membatalkan puasanya. Bukan sekadar melepas dahaga, kita juga disunahkan untuk membaca doa berbuka puasa.

Di kalangan masyarakat Indonesia, doa buka puasa yang dikenal adalah Allahumma laka shumtu. Doa ini sudah diajarkan dari masa ke masa. Namun, hadits yang membawa doa tersebut ternyata dinilai daif atau lemah oleh sejumlah ulama.

Adapun doa berbuka puasa yang lebih sahih kualitasnya adalah doa Dzahabazh zhoma'u. Apakah ini lantas membuat doa Allahumma laka shumtu salah dan sebaiknya ditinggalkan?

Bagi detikers yang penasaran terkait mana yang benar antara doa buka puasa Allahumma laka shumtu dan Dzahabazh zhoma'u, berikut detikSumut sajikan jawabannya merujuk penjelasan Ustaz Adi Hidayat dalam video "Tentang Do'a Berbuka Puasa (Part 2)" dari kanal YouTube resminya.

Status Hadis dari Doa Buka Puasa Allahumma Laka Shumtu dan Dzahabazh Zhoma'u

Baik Allahumma laka shumtu maupun Dzahabazh zhoma'u, keduanya sama-sama berasal dari hadis. Kendati demikian, status hadis kedua doa tersebut berbeda menurut para ulama.

Untuk Dzahabazh zhoma'u, hadisnya dibawa oleh Ibnu Umar RA dan dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani. Adapun bunyi hadis tersebut adalah sebagai berikut:

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila beliau berbuka, beliau membaca, 'Dzahaba-zh Zama'u, Wabtalati-l 'Uruuqu...'" (HR. Abu Daud no. 2357).

Menurut laman Rumaysho, yang dimaksud hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya. Tingkatan hasan berada di bawah sahih. Isi dari hadis yang tergolong hasan tidak mengandung informasi bohong maupun bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadis lainnya. Alhasil, hadis hasan aman untuk diamalkan.

Berbeda dengan hadis dari doa buka puasa Allahumma laka shumtu, sebagian ulama menilainya sebagai daif, sedangkan yang lain mengkategorikannya sebagai hadis mursal, yakni hadis yang berasal dari tabiin sehingga sanadnya terputus. Dari Muadz bin Zuhrah, bunyi hadis tersebut adalah sebagai berikut:

"... Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa), beliau mengucapkan, 'Allahumma laka sumtu wa'ala rizqika afthortu' (Ya Allah untuk-Mu-lah aku berpuasa dan atas rezekimu aku berbuka)." (HR. Abu Daud no. 2358, daif menurut Syekh Al-Albani)

Meskipun mendapat status lemah, Ustaz Adi Hidayat menerangkan bahwa kita tidak lantas serta-merta meninggalkan hadis-hadis sedemikian. Ada beberapa aspek tertentu yang perlu dilihat terlebih dahulu sehingga hadis-hadis daif masih tetap bisa diamalkan.

Hadis Daif atau Lemah Tetap Bisa Diamalkan, Asalkan...

Dalam video yang diunggah dalam kanal YouTube resminya, Ustaz Adi Hidayat mengatakan, setiap hadis yang berstatus daif belum tentu harus segera ditinggalkan. Ada beberapa hal yang perlu lebih dulu dikaji dari hadis daif tersebut.

Ketika sebuah hadis dinilai daif secara sanad, maka kita dapat terlebih dahulu memeriksa matan atau isi sebelum meninggalkannya. Dalam menilai isi dari sebuah hadis yang lemah, para ulama melakukannya berdasarkan sejumlah kriteria, antara lain

  • tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terletak dalam Al-Qur'an;
  • tidak bertentangan dengan keterangan dalam hadis-hadis sahih; dan
  • tidak bertentangan dengan hukum-hukum umum lainnya, terutama terkait masalah-masalah pokok, seperti akidah maupun ketetapan halal-haram.

Apabila matan hadis tersebut memenuhi ketiga kriteria di atas, Ustaz Adi Hidayat menerangkan, maka riwayat itu dimasukkan ke dalam fadhailul a'mal, yaitu amalan-amalan utama yang boleh diamalkan keutamaannya.

"Jadi sekalipun hadisnya dinilai daif, tapi kalau isinya tidak bertentangan dengan nilai akidah, halal-haram, dan dianggap sebagai fadhailul a'mal, keutamaan-keutamaan amal saja-yang jangankan pakai bahasa Arab, pakai bahasa Indonesia pun-itu tidak masalah," jelas Ustaz Adi Hidayat dalam video "Tentang Do'a Berbuka Puasa (Part 2)", seperti dikutip detikSumut, Selasa (28/3/2023).

Dalam hal ini, apabila seseorang mengamalkan sebuah doa dari hadis daif yang matannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka tidak menjadi masalah baginya.

Lebih lanjut, ulama hadis mengatakan, supaya lebih aman, kita dapat mengamalkan doa tanpa harus menyandarkannya pada hadis daif tersebut. Maksudnya, kita sekadar membaca doa tersebut sebagai sebuah amalan, bukan karena berasal dari hadis.

"Yang salah itu kalau dikatakan, '(Doa) ini (sesuai) hadis Nabi,'" sambungnya.

Bagaimana jadinya jika matan dari sebuah hadis daif bertentangan dengan ajaran Nabi? Maka, sikap yang tentu saja diambil adalah dengan meninggalkannya.

Bagaimana jika memadukan dua doa buka puasa? Simak selengkapnya di halaman selanjutnya...



Simak Video "Video: Ngabuburit Berburu Takjil di Benhil"


(mff/dpw)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork