Tanggal 11 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal sebagai Supersemar. Hari Surat Perintah Sebelas Maret adalah sebuah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno.
Seperti namanya, Supersemar merupakan surat yang terbit pada 11 Maret. Banyak polemik terjadi mengenai isi Supersemar. Beberapa pihak mengatakan sebenarnya Supersemar tidak ada lantaran hingga kini tidak jelas keberadaan surat itu.
Supersemar dikabarkan memuat sebuah instruksi untuk Seoharto dari Presiden Soekarno. Dalam Supersemar, Soeharto mendapatkan wewenang dan ditunjukan sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soeharto diberikan tugas itu lantaran pada zaman Supersemar terbit, keadaan di Indonesia tidak kondusif.
Sejarah Hari Surat Perintah Sebelas Maret
Melansir laman resmi Universitas Krisnadwipayana bahwa Supersemar bermula ketika diadakannya sidang pelantikan Kabinet Dwikora. Waktu itu, Kabinet Dwikora dimatangkan dan berganti nama dengan Kabinet 100 Menteri.
Dalam sidang tersebut, Brigadir Jenderal Sabur menyampaikan bahwa di Indonesia berkeliaran pasukan tak dikenal. Brigjen Sabur mengemukakan bahwa penelusuran yang dilakukannya itu menguak fakta bahwa pasukan tak dikenal merupakan orang-orang Kostrad yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Kemal Idris.
Pasukan Kostrad waktu itu berkeliaran dengan misi tugas untuk menahan simpatisan yang terlibat dalam G30S PKI. Orang-orang yang terlibat G30S PKI waktu itu kabarnya ingin mengacaukan sidang.
Kabar tersebut kemudian sampai ke Soeharto yang saat itu masih berpangkat Mayor Jenderal. Ketika sidang itu berlangsung, Mayjen Soeharto tidak hadir karena sakit. Ketidakhadiran Seoharto kemudian disebut sebagai sekenario menunggu situasi. Banyak yang berasumsi ketidakhadiran Seoharto menuai sebuah kejanggalan.
Kemudian Seoharto mengutus Brigadir Jenderal M. Jusuf, Brigadir Jenderal Amirmachmud dan Brigadir Jenderal Basuki Rahmat untuk menemui Seokarno. Ketiga perwira tinggi angkatan darat itu tiba pada malam hari di Bogor.
Ketiga perwira berdiskusi dengan Seokarno bahwa Seoharto mampu menangani situasi dan memulihkan keamanan dengan syarat sebuah surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya sebagai mengambil sikap yang dibuat.
Kemudian Soekarno menyetujui usul itu. Diskusi yang menurut Jenderal (purn) M Jusuf, terjadi hingga pukul 20.30 malam itu membuahkan hasil dibuatnya supersemar.
Isi Supersemar
Berikut isi Supersemar yang diakui oleh pemerintahan orde baru dikutip dari laman resmi Pemkab Asahan:
- Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pimpinan Besar Revolusi/mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
- Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
- Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.
(astj/astj)