Sidang kode etik memutuskan Bharada Richard Eliezer tetap dipertahankan menjadi anggota Polri alias tidak dipecat. Keputusan ini kemudian dikritisi oleh orang tua Brigadir Yosua Hutabarat.
Ayah Yosua, Samuel Hutabarat mengaku kecewa dengan putusan majelis etik tersebut. Pihaknya mendukung Bharada E menjadi justice collabarator (JC), bukan kembali menjadi polisi.
"Dia itu kami dukung karena sebagai justice collaborator, karena kami ingin kasus pembunuhan anak kami terungkap. Maka kami dukung LPSK melindunginya agar kasus terungkap bukan dukung dia diterima lagi sebagai anggota Polri," kata Samuel kepada detikSumut, Rabu (22/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samuel menyebut keuntungan Eliezer saat ini telah berlipat ganda. Selain menerima vonis hukuman yang ringan dari hakim, dia juga kembali diterima sebagai Polri. Seharusnya, Polri bisa melihat secara terbuka bahwa Eliezer itu adalah penembak Yosua.
"Saya jelaskan ya di sini saja. Saya mau bicara karena begini, ini anak saya ditembak oleh dia, karena dia bilang alasan di perintah. Jika diperintah, sebagai manusia dia tahu mana baik, mana buruknya, apalagi dia bukan robot. Kecuali dia robot, bisa disuruh-suruh apa pun itu dari operatornya, lalu sudah menembak diterima lagi jadi Polri, itu kami kecewa," ujar Samuel.
Samuel kemudian menyampaikan rasa kekecewaannya itu karena langkah Polri menerima kembali Eliezer adalah hal yang buruk, karena bisa saja tindakan Eliezer itu jadi contoh tidak baik buat anggota Polri lainnya.
Samuel malah khawatir jika penerimaan Eliezer sebagai polisi kembali nantinya bisa membuat yang lain ikut mencontohnya hanya karena alasan disuruh atau jalankan perintah.
"Kita hanya takut nantinya ini jadi contoh yang buruk ya. Pertama, dia itu menembak lalu dia bilang disuruh, kemudian dilindungi lalu diterima lagi jadi polisi, kita tidak mau ada hal-hal begini lagi nantinya cuman alasan disuruh, diperintah yang jelas dia itu bukan robot ya, dia manusia," terang Samuel.
Samuel sebenarnya merasa tidak mempersoalkan soal hukum Eliezer yang dijatuhkan vonis 18 bulan atau 1 tahun 6 bulan oleh majelis hakim. Namun yang pasti jika dia diterima sebagai Polri hal itu yang sangat dia takut dan kecewakan karena nantinya akan jadi contoh buruk. Dia berharap harusnya Polri dapat memecat Eliezer bukan menerima kembali.
"Dari awal kan dukungan kami keluarga ini minta dia jujur jadi JC ya, tidak ada kami ribut-ribut karena kami ingin kasus kematian anak kami terungkap. Sudah dilindungi juga oleh LPSK kan dia, kenapa dia diterima lagi jadi polisi, yang jelas dia adalah manusia bukan robot jangan sampai ada nanti yang mencintai begini karena dibilang ikut perintah bebas dan terlepas dari sanksi. Itu namanya tidak ada pelajaran bagi yang lainnya, kita ingin harusnya dia dipecat dri Polri agar itu bisa jadi pelajaran bagi polisi-polisi ataupun yang lain jangan sampai mau disuruh hal yang buruk," tutup Samuel.
Bharada Eliezer tetap dipertahankan sebagai polisi. Keputusan itu disampaikan dalam sidang kode etik Bharada E, Rabu (22/2/2023).
Dilansir dari detikNews, Eliezer divonis bersalah melanggar kode etik Polri, namun masih bisa dipertahankan. Dia tetap menjadi anggota Polri.
"Terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Rabu (22/2/2023).
"Sanksi bersifat etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan perbuatan tercela," sambungnya.
Bharada E lolos dari sanksi berat yakni pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH. Namun, dia tetap dihukum demosi selama setahun.
"Sanksi administratif yaitu mutasi bersifat demosi selama 1 tahun," ujarnya.
Sanksi itu diberikan setelah Eliezer dinyatakan terbukti bersalah melanggar kode etik Polri terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
(dhm/astj)