Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berusaha keras untuk menurunkan angka stunting di daerah itu. Hal itu karena angka stunting di Sumbar masih tinggi.
Berdasarkan data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting Sumbar tahun 2022 berada pada angka 25,2 persen atau di atas rata-rata nasional yang tercatat 21,6 persen. Padahal, tahun sebelumnya (2021), angka prevelensi stunting Sumatera Barat ada di angka 23,3 persen.
"Dibanding periode tahun 2021, angka prevelensi stunting kita di tahun 2022 mengalami peningkatan 1,9 persen. Kita harus kerja keras agar bisa diturunkan lagi. Kita ajak semua stakeholder terkait berkumpul, kita akan cari solusi," kata Wakil Gubernur Sumatera Barat, Audy Joinaldy dalam keterangan tertulis yang diterima detikSumut, Sabtu (28/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia sempat mempertanyakan munculnya angka kenaikan stunting, karena dari sumber data yang sama, 13 dari 19 kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Barat tercatat berhasil menurunkan angka stunting. Prevelansi stunting di Kota Sawahlunto bahkan telah menyentuh angka 13,7 persen dan mencapai target prevelansi stunting nasional di angka 14 persen.
"Ditambah lagi, Kabupaten Pasaman Barat yang sebelumnya mendapat penghargaan dan sempat menjadi percontohan nasional sebagai kabupaten paling progressive dalam program penurunan stunting, juga mengalami kenaikan angka prevelansi stunting sebesar 11,5 persen," katanya.
Meski demikian, Wagub Audy menyampaikan upaya intervensi wajib dilakukan pemerintah daerah dalam penurunan stunting. Diantaranya dengan pemberian pil penambah darah, terkhusus pada ibu hamil dan peningkatan konsumsi protein hewani pada anak di seluruh Sumatera Barat.
"Ini PR besar kita bersama-sama pada tahun ini mumpung masih di awal tahun. Kita perkuat koordinasi dan komunikasi, terutama dengan dokter, bidan, puskesmas yang akan menjadi tumpuan kekuatan kita di kabupaten dan kota," tegasnya.
Sementara itu, berkaitan dengan data SSGI, Ketua SSGI Sumbar Gusnaidi menyatakan survei dilakukan dengan mengambil sampel secara random pada 1123 blok sensus di 19 kabupaten dan kota. Dimana pada masing-masing blok terdapat 10 rumah tangga yang di data. Jumlah sampel ini ia katakan juga meningkat hampir tiga kali lipat dibanding tahun 2021 lalu.
"Jumlah sudah dipastikan secara statistik memenuhi persyaratan untuk menggambarkan kondisi. Margin of error di bawah 5 persen dan relative standard error maksimal 25 persen," katanya.
Walau begitu, Ia menyampaikan kelemahan metode sampling tetap ada. Karena dilakukan secara acak pada blok sensus yang sama sekali berbeda dengan tahun sebelumnya, bisa saja sampel yang terambil dominan berasal dari daerah-daerah yang menjadi lokus-lokus stunting, sehingga fluktuatif hasil data sampling menjadi hal lumrah.
Adapun hasil survey SSGI mencatat angka persentase prevelansi stunting dari yang terendah hingga tertinggi di Sumatera Barat yaitu, Sawahlunto 13,7, Padang Panjang 16,8, Bukittinggi 16,8, Payakumbuh 17,8 persen, Kota Solok 18,1, Pariaman 18,4, Tanah Datar 18,9, Padang 19,5, Kab. Solok 24,2, Limapuluh Kota 24,3, Agam 24,6, Dharmasraya 24,6, Kab. Padang Pariaman 25%, Pasaman 28,9%, Pessel 29,8%, Sijunjung 30, Solok Selatan 31,7, Kep. Mentawai 32 persen dan Pasaman Barat 35,5.
Sementara penurunan prevelansi stunting paling signifikan dialami Kabupaten Solok sebesar 15,9 persen, dan kenaikan tertinggi dialami Pasaman Barat sebesar 11,5 persen.
(afb/afb)