Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh memiliki program studi (prodi) Magister Ilmu Kebencanaan (MIK) yang menjadi tempat lahirnya tenaga ahli bidang bencana yang berkiprah di dalam dan luar negeri. Mahasiswa yang belajar di prodi ini berasal dari berbagai negara.
Kehadiran prodi MIK berawal dari bencana tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Musibah itu membuat Tanah Rencong memiliki pengalaman dalam proses pemulihan dari bencana besar.
Selain itu, penelitian dan proses literasi terus dilakukan baik dari lembaga penelitian, lembaga akademisi, maupun pemerintah. Hal ini diperkuat dengan kehadiran pusat penelitian tsunami dan mitigasi bencana yang dikenal dengan nama 'Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lembaga penelitian ini kemudian menginisiasi kehadiran program Magister Ilmu Kebencanaan untuk menjawab kebutuhan tenaga ahli yang khusus membidangi Ilmu Kebencanaan," kata Koordinator Program Studi Magister Ilmu Kebencanaan Program Pascasarjana USK, Dr. Rina Suryani Oktari kepada detikSumut, Kamis (28/7/2022).
Prodi MIK terbentuk setelah adanya persetujuan Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi melalui surat bernomor 1550/D/T/2010 tertanggal 27 Desember 2010. MIK resmi menerima mahasiswa perdana pada tahun ajaran 2011/2012.
Okta mengatakan, prodi MIK menawarkan pembelajaran multidisiplin ilmu sehingga mahasiswa yang belajar kebencanaan dapat berasal dari latar belakang ilmu apapun baik ilmu sosial maupun eksakta. Pengajar di prodi itu hingga saat ini terdiri dari 10 profesor dan lebih dari 20 doktor yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dari berbagai fakultas termasuk dari Teknik, MIPA, Kedokteran, Hukum, FISIP, dan lainnya.
Menurutnya, mayoritas staf pengajar merupakan peneliti di TDMRC yang aktif melakukan penelitian di bidang kebencanaan. Mereka juga memiliki banyak publikasi ilmiah pada jurnal internasional bereputasi (terindeks Scopus dan Web of Science).
"Prodi MIK memiliki visi menghasilkan Magister Sains yang memiliki Kompetensi dalam bidang manajemen kebencanaan berbasis multi disiplin dan berwawasan long life learning, menghasilkan produk penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang kebencanaan yang berkualitas, serta dipublikasikan secara nasional dan internasional, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang mendukung peningkatan kompetensi lulusan dan ketersediaan sumberdaya," ujarnya.
Dalam mewujudkan visi tersebut, kata Okta, MIK melakukan kerjasama dengan universitas-universitas luar negeri melalui program-program seperti summer camp, student exchange, visiting lecturer, joint supervision. Dia menjelaskan, mahasiswa yang berkuliah di MIK mendapat kesempatan untuk mengikuti program double degree di universitas yang telah bekerjasama dengan Prodi MIK.
"Saat ini MIK telah berhasil menjalin kesepakatan program double degree dengan dua universitas terkemuka di luar negeri yaitu Kobe University, Jepang dan James Cook University, Australia. Skema ini akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar tahun pertama di Prodi MIK dan tahun kedua belajar di Kobe University atau James Cook University," jelasnya.
"Nantinya mahasiswa akan memperoleh dua gelar, satu dari Universitas Syiah Kuala, satu lagi dari Kobe University atau James Cook University. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM ahli kebencanaan lulusan Program Studi Magister Ilmu Kebencanaan, Universitas Syiah Kuala," lanjut Okta.
Sejak 2019 lalu, Prodi MIK membuka kelas internasional yang mendatangkan mahasiswa dari berbagai negara di dunia, termasuk dari Pakistan, Gambia, Palestina, Nigeria, Yaman dan negara lainnya. MIK membuka peluang besar bagi mahasiswa luar negeri untuk dapat mempelajari bencana pada jenjang magister secara langsung di Aceh.
Okta menjelaskan, hingga tahun 2022 Prodi MIK telah menghasilkan 315 lulusan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Alumni MIK bekerja sebagai tenaga ahli kebencanaan di berbagai instansi pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi/Pusat Riset, Lembaga Konsultan bahkan sebagian ada yang berkarier di luar negeri seperti Jepang, Maldives dan India.
Menurut Okta, MIK mewajibkan mahasiswa melakukan penelitian terkait kebencanaan dalam satuan mata kuliah tesis berbobot 4 SKS sebagai syarat kelulusan. Ada beragam penelitian telah dihasilkan para alumni MIK yang bermanfaat dalam upaya pengurangan risiko bencana.
"Salah satu penelitian yang berfokus pada proses rehabilitasi dan recovery pasca bencana adalah tentang kepuasan masyarakat terhadap pemukiman bantuan yang pernah diberikan setelah 15 tahun tsunami. Penelitian terkait komunikasi kebencanaan dengan objek kearifan lokal masyarakat Aceh juga pernah dilakukan, yaitu penelitian tentang Smong dari Simeuleu. Penelitian ini telah banyak menarik perhatian dunia dan berbagai peneliti dari luar negeri untuk ikut meneliti Smong serta berbagai kearifan lokal lain yang berkaitan dengan mitigasi bencana di Aceh," kata Okta.
Dia mengatakan, peninjauan dan pemutakhiran kurikulum pada prodi MIK juga dilaksanakan atas kerjasama University Network for Disaster Risk Reduction (UN4DRR) in Indian Ocean Rim yang didanai oleh Erasmus+ Programme of the Eropean Union. Rancangan awal kurikulum Prodi MIK tersebut diajukan pada kegiatan hibah UN4DRR in Indian Ocean Rim untuk dilakukan proses review terhadap beberapa mata kuliah yang diperbaharui.
Pihak yang terlibat dalam workshop peninjauan dan pemutakhiran kurikulum Prodi MIK adalah Prof. Jonathan Cheung-Wai Chan dari Vrije Universiteit Brussel, Prof. Philippos Pouyioutas dari University of Nicosia, Prof. Luis Angel Ruiz dari Polytechnic University of Valencia, dan Prof. Željko Bačić Ph. D dari University of Zagreb.
"Keempat tim tersebut merupakan perwakilan dari Erasmus+ Programme of the Eropean Union. Selain itu, kegiatan workshop juga melibatkan beberapa pakar dari 3 negara peserta yaitu Indonesia, Maldives, dan Srilanka," tutur Okta.
(dpw/dpw)