Wakaf Baitul Asyi Dibagikan, Tiap Jemaah Haji Aceh Dapat Rp 6 Juta

Wakaf Baitul Asyi Dibagikan, Tiap Jemaah Haji Aceh Dapat Rp 6 Juta

Agus Setyadi - detikSumut
Sabtu, 02 Jul 2022 15:00 WIB
Pembagian dana wakaf Baitul Asyi.
Pembagian dana wakaf Baitul Asyi. (Foto: Istimewa)
Banda Aceh -

Setiap calon jemaah haji (Calhaj) asal Aceh mendapatkan dana Rp 6 juta dari Baitul Asyi yang dibagikan di Mekah, Arab Saudi. Tahun ini, Baitul Asyi mengucurkan dana Rp 12,3 miliar.

Pembagian dana wakaf Baitul Asyi itu digelar per kelompok terbang (kloter). Dana itu harus diterima langsung oleh Calhaj dan tidak boleh diwakilkan.

Setiap Calhaj mendapat uang 1.500 riyal atau sekitar Rp 6 juta. Selain Calhaj, petugas haji asal Aceh juga mendapatkan dana tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau satu orang mendapatkan sekitar enam juta rupiah, totalnya Rp 12,3 miliar lebih untuk tahun ini. Itu sudah termasuk jemaah, petugas kloter dan non-kloter," kata petugas Baitul Asyi di Mekah, Jamaluddin Affan dalam keterangannya, Sabtu (2/7/2022).

Calhaj pertama yang menerima dana tersebut adalah jemaah kloter 5 yang diberikan pada Sabtu (25/6), kemudian disusul 62 jemaah kloter 6. Untuk jemaah kloter 01-BTJ, uang Baitul Asyi dibagikan pada Sabtu (25/6), lalu pada Selasa (28/6) untuk jemaah kloter 02-BTJ.

ADVERTISEMENT

Jemaah kloter 03-BTJ dibagikan pada Rabu (29/6) dan terakhir dibagikan untuk jemaah kloter 04-BTJ dan petugas non-kloter, Kamis (30/6). Kloter 5 dan 6 lebih dulu menerima dana tersebut karena mereka dari Aceh terbang langsung ke Mekkah, Arab Saudi.

"Semua yang terlibat di haji dan ber-KTP Aceh mendapatkan dana wakaf 1.500 riyal, kalau dirupiahkan hampir enam juta," kata Koordinator Humas dan Penerangan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji(PPIH) Aceh, Tajri.

Sepanjang sejarah, hanya jemaah asal Aceh yang mendapat dana wakaf ini.

Bagaimana asal mula sehingga dana wakaf ini hanya bisa diperoleh jemaah asal Aceh? Simak penjelasannya di halaman selanjutnya.

Tentang Wakaf Baitul Asyi

Ikrar wakaf yang dilakukan Habib Bugak Al Asyi dua abad yang lalu, hasilnya masih bisa dinikmati oleh jemaah haji asal Aceh sampai saat ini. Berawal dari inisiatif Habib Bugak bahkan sejak dia belum berangkat ke Tanah Suci.

Awal mula cerita ini terjadi pada tahun 1800-an. Habib Bugak yang saat itu masih berada di Aceh, sudah memiliki gagasan untuk mengumpulkan uang, guna membeli tanah di Mekah untuk diwakafkan kepada jemaah haji.

"Selain dari dana yang dimilikinya sendiri, Habib Bugak menjadi inisiator pengumpulan dana dari masyarakat Aceh saat itu," ujar petugas Wakaf Baitul Asyi, Jamaluddin Affan, Kamis (7/8/2018) seperti dikutip dari detikNews.

Pada masa lalu perjalanan haji dilakukan menggunakan kapal laut, yang memakan waktu berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Tak sedikit pula jemaah haji yang kemudian menetap di Arab Saudi.

"Saat itu bahkan belum ada Kerajaan Arab Saudi seperti sekarang ini. Belum ada Indonesia. Di Mekah sini masih dikuasai oleh Turki Ustmani," kata Jamal.

Ketika Habib Bugak berangkat ke Tanah Suci, dia sudah membawa bekal dana untuk wakaf. Dan begitu sampai, niatan wakaf itu direalisasikannya. Dia membeli tanah yang lokasinya kala itu persis di samping Masjidil Haram.

Di atas tanah itu didirikan penginapan untuk menampung jemaah asal Aceh. Jemaah tak lagi bingung mencari tempat tinggal selama berada di Mekah.

"Ketika Turki pergi, pemerintahan berganti. Pemerintah kala itu kemudian melakukan penataan, perapian administrasi. Setiap tanah termasuk tanah wakaf harus ada penanggung jawabnya. Harus ada satu nama yang bertanggung jawab," ujar Jamal.

Para tokoh yang ikut menyumbang dana untuk tanah wakaf itu kemudian bersepakat agar Habib Bugak menjadi penanggung jawab dari tanah itu. Habib Bugak sempat menolak.

"Habib Bugak sempat menolak karena dia tidak ingin ketika namanya digunakan sebagai penanggungjawab wakaf, dana tersebut akan diambil keluarganya. Habib Bugak murni ingin agar tanah wakaf itu digunakan untuk kepentingan jemaah Aceh," kata Jamal.

Akhirnya di depan mahkamah pencatatan wakaf, dimasukkanlah syarat mengenai penggunaan tanah wakaf itu maupun hasil uang dari pengelolaannya. Habib Bugak -yang akhirnya setuju namanya dipakai sebagai penanggung jawab- dalam ikrarnya menyatakan bahwa wakaf itu hanya diperuntukkan kepada jemaah asal Aceh.

"Jadi syarat itu mengikat, hanya untuk jemaah haji asal Aceh. Baik mereka yang sudah menjadi warga negara di Saudi maupun yang statusnya mukimin," tutur Jamal.

Lalu saat Masjidil Haram diperluas, tanah wakaf ini kena dampaknya. Oleh nadzir (pengelola) wakaf, uang ganti rugi digunakan membeli dua bidang tanah di kawasan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram. Tanah itu dibangun hotel oleh pengusaha dengan sistem bagi hasil. Dari situ lah, 'bonus' untuk jemaah Aceh mengalir tiap musim haji.

Petugas nadzir wakaf Syaikh Abdulatif yang kini bertanggung jawab dalam pembagian uang mengatakan, dulu tanah wakaf hanya jadi tempat penginapan sederhana. Kini sudah jadi hotel. Jadi, keuntungan bisa dibagikan ke jemaah Aceh.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Suasana Masjidil Haram Penuh pada Malam ke-27 Ramadan"
[Gambas:Video 20detik]
(agse/dpw)


Hide Ads