KontraS: Praktik Penyiksaan Semakin Kelam di Sumut

KontraS: Praktik Penyiksaan Semakin Kelam di Sumut

Nizar Aldi - detikSumut
Senin, 27 Jun 2022 06:31 WIB
museum penyiksaan di belgia
Ilustrasi penyiksaan. Foto: (Torture Museum Oude Steen/Facebook)
Medan -

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, mengatakan bahwa data dari hasil monitoring dan aduan, terjadi peningkatan praktik penyiksaan yang terjadi di Sumut. Tahun 2021, mereka mendapat 8 aduan penyiksaan, tahun ini meningkat menjadi 13 kasus.

"Secara angka mungkin tidak signifikan, tetapi sesungguhnya bisa lebih dari itu, hanya saja praktik penyiksaan biasanya terjadi dalam ruang yang gelap (ruang introgasi), tidak ada saksi dan sulit mencari bukti, selain itu adapula keengganan korban untuk mengungkapkan kasus itu," kata Rahmat Muhammad, Staf Kajian dan Penelitian KontraS Sumut, Minggu (26/6/2022).

Hal itu diungkapkan Rahmat saat berbincang dengan detikSumut dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan yang jatuh pada tanggal 26 Juni setiap tahunnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam catatan KontraS Sumut, Rahmat menuturkan bahwa kepolisian masih menjadi aktor yang paling sering melakukan praktik penyiksaan tersebut. Padahal Indonesia sudah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan, sudah seharusnya praktik tersebut ditinggalkan.

"Negara modern sudah meninggalkan praktik penyiksaan, penggunaan cara ini dalam proses hukum di Indonesia menandakan bahwa penegakan hukum kita masih usang, dengan diratifikasinya konvensi menentang penyiksaan menjadi UU No. 5 Tahun 1998 sudah sepatutnya kita meninggalkan praktik ini," tegas Rahmat

ADVERTISEMENT

Rahmat menambahkan, sesungguhnya kepolisian juga memiliki instrumen yang ketat dalam proses penyelidikan dan penyidikan, selain itu mereka memiliki Perkap No. 8 tahun 2009 Tentang Implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang membatasi ruang gerak pelanggaran HAM dalam tindakan mereka.

"Harusnya Perkap No. 8 tahun 2009 tentang implementasi HAM membatasi ruang pelanggaran HAM itu, tetapi tetap saja mengejar pengakuan dengan menyiksa masih menjadi cara untuk mengungkap kasus," ucapnya.

Angka kematian di Rumah Tahanan Polisi tinggi, apa penyebabnya? Baca selanjutnya...

KontraS Sumut juga menyoroti tentang tingginya angka kematian di Rumah Tahanan Polisi (RTP). Kata Rahmat, mereka mencatat ada 12 kematian dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini, dan tentunya ini bisa lebih.

"Dalam hal kematian Tahanan sudah sepatutnya Kepolisian segera melakukan evaluasi terhadap jajaran Dit Tahti, banyaknya kematian tahanan yang terjadi merupakan suatu bukti bahwa ada pembiaran atau bahkan dorongan oleh oknum Tahti yang berjaga," ujarnya

Ditengah situasi penyiksaan yang semakin mengkhawatirkan, pihaknya berharap masyarakat mulai memberikan atensi atas praktek seperti ini.

"Kita ingin sampaikan bahwa sesungguhnya kejahatan macam apapun memiliki hak yang sama dalam proses hukum, apakah itu begal, pencurian, narkotika, dan kasus pencabulan. Kejahatan macam apapun tidak boleh disiksa sebab itu adalah bagian pelanggaran HAM," katanya.

"Kampanye Anti penyiksaan bukan berarti kita mendukung tindakan kejahatan, bukan sama sekali, ada proses hukum yang seharusnya dijalankan sesuai prosedur oleh penegak hukum, dari pengalaman kita penyiksaan dan penggunaan kekuatan justeru kerap menyasar pada orang yang salah," sebutnya.

Sebagai penutup, Rahmat berharap dengan terbongkarnya kasus kerangkeng langkat dan fakta proses hukum kematian tahanan, dapat dijadikan momentum dalam hari anti penyiksaan kali ini, untuk dapat dijadikan sebagai media konsolidasi bagi seluruh masyarakat sipil dalam mendukung korban penyiksaan.

"Kita harus bersama- sama menguatkan jaringan advokasi dalam mengentaskan kasus penyiksaan, melakukan pemantauan serta pengorganisasian untuk penguatan korban penyiksaan," tutupnya

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Viral! Ayah Siksa Anaknya Berusia 1,5 Tahun, Kini Diburu Polisi"
[Gambas:Video 20detik]
(bpa/bpa)


Hide Ads