Terdampar 30 Tahun di Sumut, Muhadi Disebut Sebagai Kakek Cangkul

Ahmad Fauzi Manik - detikSumut
Minggu, 26 Jun 2022 10:52 WIB
Kapolres Labuhanbatu AKBP Anhar Arlia Rangkuti menjemput kakek Muhadi dari desa Aek Korsik, Aek Kuo Labura. Foto: Ahmad Fauzi Manik/detikSumut
Labura -

Seorang kakek asal Tulungagung Jawa Timur (Jatim), harus terpisah dari keluarganya setelah terdampar di Labuhanbatu Utara (Labura), selama 30 tahun. Demi bertahan hidup, kakek tersebut melakoni berbagai pekerjaan mulai dari buruh kebun hingga menjadi tukang pijat.

Selain itu kakek yang bernama Muhadi (72) tersebut, juga hidup berpindah-pindah di beberapa tempat berbeda. Di tempatnya saat ini di Desa Aek Korsik, Aek Kuo, Labura, kakek yang dipanggil warga dengan sebutan 'Kek Cangkul' tersebut, mengaku telah tinggal selama 13 tahun.

"Iya, aku dipanggil kek cangkul, wong bawa pacul (cangkul) kemana-mana," katanya kepada detikSumut, dalam perjalanan ke Polres Labuhanbatu, Sabtu (25/6/2922).

Dia mengatakan, tujuannya membawa cangkul adalah untuk menunjukkan bahwa dia siap pakai untuk pekerjaan yang berkaitan dengan cangkul. Baik itu sekedar membersihkan rumput di pekarangan ataupun yang lebih berat seperti mencangkul di lahan pertanian.

Tak hanya itu, banyak jenis pekerjaan lainnya yang sebenarnya bisa dikerjakan kakek Muhadi. Diantaranya membuat gedek (anyaman) dari pelepah sawit dan memijat warga yang membutuhkan jasanya.

"Kalau malam itu kadang-kadang ada rejeki, orang kusuk itu terus dikasi uang," ucapnya.

Kakek Muhadi mengatakan keinginannya untuk pulang sebenarnya sangat besar. Karena itulah dari dulu dia sebenarnya selalu bekerja keras.

Namun keinginan pulang tersebut ternyata tidak pernah terwujud, karena dirinya berkali-kali ditipu oleh orang yang dipercayainya. Termasuk oleh Asisten (pejabat) di perkebunan tempatnya dulu pernah bekerja.

"Benar-bentar tapi ya itu dapat uang, terus dibilangnya pinjam-pinjam terus dibohongi orangnya pergi, apus (bohong) gitu," katanya.

"Yang bohongi itu bukan orang tukang nyangkul (buruh) nggak, ini kerjaannya tukang pen itu (pekerja kantoran yang menggunakan pulpen)," imbuhnya.

Muhadi bahkan mengaku sudah pernah membeli tiket bus untuk pulang ke kampung halamannya. Namun karena uangnya masih ditahan asisten di perkebunan tempatnya bekerja, dia pun urung berangkat dan tiketnya hangus.

"Sembilan tahun sudah rencana, sudah beli tiket. Batalnya karena uangku di asisten. Terus gajinya di ulur-ulur terus," jelasnya.

Selama 13 tahun di Aek Korsik, Muhadi membangun sebuah gubuk di pekarangan (samping) sebuah rumah milik perusahaan perkebunan. Rumah itu ditempati oleh Salman Siagian yang mengaku sudah mengenal Muhadi selama belasan tahun.

"Di sini sudah 13 tahun. Sebelumnya dari daerah desa Simonis," ujar Salman.

Salman mengatakan perkenalannya dengan Muhadi, terjadi saat sama -sama bekerja di Desa Simonis Aek Natas, Labura. Selama ini, kata Salman, Muhadi memang hidup sendiri.

Muhadi menolak tinggal di masjid, baca selengkapnya di halaman berikut......



Simak Video "Video: 1.400 Penari Tampil Kompak di Gandrung Sewu Banyuwangi"


(afb/afb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork