Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait syarat usia calon kepala daerah (cakada) dalam UU Pilkada. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan syarat usia calon kepada daerah harus dihitung saat penetapan pasangan calon.
Dilansir detikNews, putusan tersebut ditetapkan dalam sidang yang digelar di Gedung MK pada Selasa (20/8/2024). Gugatan sendiri diajukan oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi, dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee, dengan nomor perkara 70/PUU-XXII/2024
MK mengatakan selama ini perhitungan syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU. Hal ini diberlakukan baik pada Pilkada 2017, 2018, maupun 2020. Jika ada perbedaan perlakuan soal kapan penghitungan syarat usia cakada, maka sama saja membiarkan ketidakpastian hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persyaratan usia minimum harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon. Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," tegas MK.
Pasal yang digugat, yakni Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada, dinyatakan sudah jelas dan terang benderang. Sehingga menurut MK tidak perlu ada penambahan makna lagi.
"Pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cheto welo-welo, sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Penambahan makna, lanjut Saldi, dinilai dapat menimbulkan permasalahan hukum lain pada syarat-syarat yang telah diatur dalam UU Pilkada.
"Bilamana terhadap norma pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 ditambahkan makna seperti yang dimohonkan para pemohon, norma lain yang berada dalam rumpun syarat calon berpotensi dimaknai tidak harus dipenuhi saat pendaftaran, penelitian dan penetapan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," jelasnya.
Dalam amar putusan, MK menyatakan menolak permohonan pemohon seluruhnya. Putusan diambil oleh delapan hakim MK. Anwar Usman tidak dilibatkan.
Hakim MK Arsul Sani menjelaskan dalam provisi yang diajukan pemohon salah satunya meminta MK tidak melibatkan Anwar Usman dalam mengadili permohonan UU Pilkada ini. Anwar juga menyatakan tidak ikut memutus perkara agar tidak menimbulkan kecurigaan.
"Pada tanggal 17 Juli 2024 telah mendengar langsung dari Hakim Konstitusi Anwar Usman untuk tidak akan ikut memutus permohonan yang berkaitan dengan syarat usia dimaksud. Hal demikian disampaikan Mahkamah agar semua pihak tidak menaruh rasa curiga terhadpa proses pemeriksaan perkara berkenaan dengan norma pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016," ucap Asrul.
(des/des)