Sumbagsel Punya Cerita

Ikhtiar Sulap Wajah Baru Kota Jambi di Eks Lokalisasi Payo Sigadung

Dimas Sanjaya - detikSumbagsel
Rabu, 26 Nov 2025 08:00 WIB
Foto: Penampakan sore hari salah satu lorong yang dulu menjadi tempat PSK menjajakan diri di Payo Sigadung tampak lengang (Dimas Sanjaya)
Jambi -

Nama Payo Sigadung atau Pucuk telah lama dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Kota Jambi. Pada tahun 2014, Pemerintah Kota Jambi telah menutup kawasan ini, meski kenyataan tempat itu tak benar-benar tutup, yang terjadi ialah kucing-kucingan aparat terhadap praktik prostitusi di sana.

Kini, upaya menghapus bersih praktik prostitusi di sana kembali diikhtiarkan. Selepas Asar, ibu-ibu dan mantan pekerja seks komersial (PSK) di Payo Sigadung RT 5 Kelurahan Rawasari, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, berbondong ke musala untuk yasinan rutin setiap Senin.

Langkah mereka begitu tenang menuju Musala Al-Arva yang berada di simpang sudut kampung padat tersebut. Itulah pemandangan baru yang terjadi di sana.

Sejak musala itu di bangun, kegiatan religi di Payo Sigadung kian aktif. Musala itu dibangun dari bekas bangunan bar yang dulu selalu sibuk sepanjang malam. Sepetak bangunan Musala menempel dengan rumah Wiwin, Ketua RT setempat, yang sengaja membangun musala itu untuk menuntun jalan iman perempuan mantan PSK dan anak-anaknya di sana.

Payo Sigadung yang sekarang sudah berbeda dari yang dulu, sebagian PSK telah meninggalkan pekerjaannya, sebagian lagi ada yang pindah dari sana. Mereka yang ingin berubah kini memulai hidup baru.

Musala Al-Arva, di Payo Sigadung RT 5 Kelurahan Rawasari, Kota Jambi, yang menjadi tempat belajar mengaji anak-anak eks PSK Foto: Dimas Sanjaya

Putri (bukan nama sebenarnya) adalah salah satunya. Perempuan berusia 31 tahun itu telah meninggalkan pekerjaan lamanya itu. Dia merasa hidupnya kini lebih tenang setelah lepas dari bayang-bayang kehidupan malamnya itu.

"Sekarang saya sudah merasa lebih tenang. Dulu sebenarnya nggak nyaman juga, karena siang malam selalu berisik di sini," cerita Putri kepada detikSumbagsel.

Menjadi PSK Akibat Tuntutan Ekonomi

Putri merupakan perempuan berdarah sunda asal Jawa Barat. Dia bercerita pekerjaan melayani pria hidung belang sebenarnya dalam keterpaksaan atas tuntutan ekonomi. Putri hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP). Dia tak lanjut SMA, awalnya Putri sempat kerja menjadi buruh pabrik di kampung halamannya.

"Orang tua saya pisah dari saya kecil. Terus orang tua (ayah) stroke jadi harus biayain. Jadi ada tanggung jawab," katanya.

Sebagai anak sulung, Putri memilih mengalah dan memutuskan bekerja di usia wajib belajarnya. Dia juga yang menanggung biaya 4 saudara kandungnya.

"Kita kerja di pabrik saat itu, ya, nggak cukup," ujarnya.

Putri mengaku masuk dalam dunia PSK saat usianya 19 tahun. Ketika itu, temannya menawarkan kerja menjadi pemandu karaoke di Palembang, Sumatera Selatan. Saat itu, dia mengaku orang tuanya sempat tak memberi izin, namun dia tergiur iming-iming gaji yang besar.

"Ya udah kita bohongin, kita bilang ke Jakarta aja. Gajinya gede, keluarga kamu tercukupi nanti," ungkap Putri menceritakan iming-iming temannya kala itu.

Putri mengawali masa kelamnya itu di Kampung Baru, Palembang. Hanya setahun, kemudian dia balik lagi ke kampung halaman. Namun, tawaran itu datang lagi ke dia dengan iming-iming yang sama. Dia diajak ke Jambi, nama kota yang dulu asing baginya.

Bertahan dari kekerasan, tekanan ekonomi, dan rasa kehilangan diri yang berkepanjangan, ia menghabiskan hampir satu dekade hidup dalam bayang-bayang sebagai pekerja tunasusila itu.

"Orang tua taunya kita kerja (di perusahaan), (sempat) merasa bersalah, tapi yang terpenting masih bisa bahagiain orang tua," ucapnya.



Simak Video "Video: Momen Bilqis Bocah Korban Penculikan Disambut Warga saat Tiba di Makassar"


(dai/dai)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork