Gunung Bawakaraeng termasuk salah satu gunung tertinggi di Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan ketinggian 2.840 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung ini pun menjadi tujuan favorit para pendaki lokal maupun dari berbagai daerah di Indonesia.
Gunung yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa ini menawarkan pemandangan alam yang eksotis. Gunung ini juga disebut sebagai titik terdingin di Sulawesi Selatan.
Ahli Geologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Asri Jaya mengatakan Gunung Bawakaraeng merupakan gunung api yang sudah tidak aktif. Namun kawahnya masih terlihat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bawakaraeng ini terbentuk dari gunung api yang sudah tidak aktif lagi, tapi kawahnya masih kelihatan," kata Prof Asri Jaya kepada detikSulsel, Senin (23/5/2022).
Gunung Bawakaraeng tersusun dari batuan vulkanik yakni batuan beku yang terbentuk dari pendinginan magma ketika telah berbentuk lava atau fragmen beku di permukaan bumi.
"Pembentukan Gunung Bawakaraeng terjadi pada skala waktu kuarter atau 2 juta tahun lalu," imbuh Prof Asri.
Arti Nama Gunung Bawakaraeng
Secara harfiah Gunung Bawakaraeng berarti Mulut Tuhan atau mulut Raja. Raja merujuk pada penguasa manusia, karena kepercayaan orang Makassar kuno berbentuk Dinamisme yakni keberadaan Batara sebagai penentu alur kehidupan manusia.
Kata 'bawa' yang berarti mulut atau tempat di mana kata akan keluar. Sementara 'Karaeng' diartikan sebagai Tuhan, Dewa, Raja, Yang Mulia, Yang Agung. Sehingga diartikan bahwa Bawakaraeng adalah salah satu sumber kehidupan yang diberikan sang Batara kepada manusia.
Nama tersebut kemungkinan diambil karena tanah di sekitar Gunung Bawakaraeng yang sangat subur. Tanah di sekitar gunung Bawakaraeng dapat ditempati bercocok tanam sepanjang tahun baik musim penghujan maupun musim kemarau.
Jalur Pendakian Gunung Bawakaraeng
Berdasarkan peta Jalur Pendakian Badan Informasi Geospasial Republik Indonesia, pendakian jalur Gunung Bawakaraeng dapat ditempuh dari kaki Gunung Bawakaraeng di Desa Lembanna, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Jalur ini paling disarankan bagi para pendaki.
Selain itu, ada 3 jalur lain yang dapat ditempuh untuk sampai ke puncak Gunung Bawakaraeng. Yakni Jalur Lembah Ramma, Jalur Danau Tanralili dan Jalur Gunung Perak di Kabupaten Sinjai.
Jalur dari Desa Lembanna merupakan jalur paling populer. Pada jalur ini pendaki akan melewati 10 pos sebelum akhirnya sampai di puncak Gunung Bawakaraeng.
Perjalanan dimulai dengan menyusuri hutan pinus, jalur ini akan terus menanjak namun tidak terlalu ekstrim. Jalur ini masih ramai tidak hanya oleh pendaki yang hendak naik atau turun dari Gunung Bawakaraeng tetapi juga warga dan hewan ternak.
Pos 1 dan 2 Gunung Bawakaraeng
Pos 1 berada di ketinggian 1.719 mdpl. Di pos ini terdapat sebuah tugu dan papan penunjuk jalan yang memisahkan antara jalur Ramma dan jalur pendakian Bawakaraeng.
Dari pos 1, jalur pendakian akan semakin jelas dan pohon besar seperti pinus semakin berkurang. Waktu tempuh dari pos 1 ke pos 2 sekitar 45 menit.
Pos 2 berada di ketinggian 1.810 mdpl. Di pos ini pendaki dapat mendirikan tenda karena ada sumber air.
Pos 3 Gunung Bawakaraeng
Perjalanan ke pos 3 akan ditemani dengan pohon perdu yang menggantikan tanaman semak yang banyak dijumpai di pos 1 dan 2. Pada rute ini cahaya matahari yang tembus ke tanah sangat sedikit.
Pos 3 dengan ketinggian 1.835 mdpl sangat jarang dijadikan tempat untuk istirahat. Sepanjang rute ini pendaki akan melihat lumut yang menempel di batang pohon yang menjadi bukti kurangnya cahaya matahari menembus tanah.
Pos 4 dan 5 Gunung Bawakaraeng
Jalur pendakian di pos 4 dan 5 akan terasa berat karena mulai mendaki dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Di pos 5 pendaki biasanya beristirahat karena terdapat sumber air yang cukup dekat.
Pos 6 dan 7 Gunung Bawakaraeng
Dari pos 5 perjalanan dilanjutkan ke pos 6 dengan ketinggian 2.370 mdpl. Bentuk permukaan jalur ini terbilang unik karena terdiri atas hamparan batu dan pohon-pohon besar.
Dari pos 7 pendaki dapat melihat Lembah Ramma. Di pos ini pula awan mulai kelihatan dan terasa sangat dekat.
Pos 8 Gunung Bawakaraeng
Perjalanan dari pos 7 ke pos 8 akan sangat menurun drastis sehingga membutuhkan kehati-hatian. Beberapa trek akan membawa pendaki berjalan menyusuri pinggiran jurang.
Di pos 8 ini pendaki biasanya beristirahat dan mendirikan tenda. Apalagi terdapat sumber air.
Pos 9 dan 10
Perjalanan dari pos 8 ke 9 akan menempuh trek menanjak bahkan sampai ke puncak. Pos 9 merupakan jalur perpotongan sehingga pendaki bisa saja bertemu dengan pendaki lain yang melewati jalur Sinjai.
Sepanjang perjalanan dari pos 9 ke 10 pendaki akan melewati tebing yang curam. Di pos 10 pendaki akan mendapati tanah yang datar sehingga dapat mendirikan tenda.
Mitos Gunung Bawakaraeng
Gunung Bawakaraeng yang menjadi salah satu puncak favorit bagi para pendaki ternyata menyimpan beberapa mitos yang begitu populer di kalangan pendaki hingga warga sekitar. Dirangkum dari berbagai sumber berikut mitos yang berkembang seputar Gunung Bawakaraeng:
1. Hantu Nino di Pos 3
Hantu Nino menjadi salah satu legenda paling populer di kalangan pendaki Gunung Bawakaraeng. Kabarnya Nino adalah pendaki wanita yang mengalami nasib naas saat mendaki.
Cerita tentang Nino dimulai di era tahun 80-an yakni masa-masa awal pendakian Gunung Bawakaraeng. Sebutan Nino diberikan karena tidak ada satu orang pun yang tahu identitas asli wanita yang ditemukan tergantung di sebuah pohon besar di pos 3 jalur pendakian.
Hantu Nino disebut sering menampakkan diri pada bulan purnama. Sejumlah pendaki juga mengaku karelnya tiba-tiba berat saat melewati pos 3 khususnya yang menggunakan karel berwarna merah.
Bahkan hantu Nino disebut-sebut sering membuat pendaki tersesat apabila berbuat yang aneh-aneh di sepanjang jalur pendakian.
2. Pasar Anjaya
Cerita mistis yang paling populer di kalangan pendaki Gunung Bawakaraeng adalah Pasar Anjaya. Lokasinya berupa tanah lapang yang terletak di antara Gunung Bawakaraeng dan Lompobattang.
Warga setempat menyebut Pasar Anjaya adalah pasar hantu atau tempat berkumpulnya jin. Pendaki disarankan untuk tidak mendirikan tenda di lokasi Pasar Anjaya.
Lokasi pasar memang terlihat berbeda karena dikelilingi pepohonan namun pada titik yang dimaksud tidak satu pun pohon yang tumbuh.
Cerita keanehan hingga suara keramaian akan terdengar tanpa bisa disaksikan jika nekat mendirikan tenda di lokasi pasar.
3. Ritual Haji Bawakaraeng
Istilah Haji Tabattu atau Haji Bawakaraeng sangat melekat dengan warga yang tinggal di sekitar Gunung Bawakaraeng. Mereka mempercayai jika tak bisa menunaikan haji ke Mekkah maka cukup meniatkan haji di Bawakaraeng.
Ritual haji dimulai pada saat salat Idul Adha di Gunung Bawakaraeng. Beberapa sesajen dibawa warga seperti gula merah, kelapa, daun sirih dan juga pinang.
Warga juga melakukan ritual dengan melepas hewan ternak. Biasanya yang dilepas adalah ayam dan kambing. Pendaki dapat menangkap ayam tersebut untuk dikonsumsi.
(hsr/alk)