Cerita Syamsuddin Umar Si Pelatih 'Ayam Sayur' Bawa PSM Makassar Juara 2 Kali

Ulang Tahun PSM Makassar

Cerita Syamsuddin Umar Si Pelatih 'Ayam Sayur' Bawa PSM Makassar Juara 2 Kali

Alfiandis - detikSulsel
Selasa, 01 Nov 2022 14:59 WIB
Syamsuddin Umar (kanan) Bersama Djajang Nurjaman (kiri
Foto: Dok. Syamsuddin Umar
Makassar -

Syamsuddin Umar merupakan sosok pelatih tersukses PSM Makassar di era 1990 hingga 2000-an. Dijuluki pelatih ayam sayur, Syamsuddin Umar sukses membawa PSM juara dua kali.

"Saya dibilangin pada waktu itu pelatih ayam sayur, karena PSM kan Ayam Jantan. Dan memang awal-awalnya terseok-seok saya sampai berapa kali mau diganti, tetapi selalu punya kepercayaan untuk bagaimana mengangkat tim," kata Syamsuddin Umar kepada detikSulsel, Jumat (28/10/2022).

Pelatih kelahiran Makassar 10 November 1955 ini mengantarkan PSM meraih gelar juara perserikatan pada 1991/1992 dan Liga Indonesia 1999/2000 sebagai pelatih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kesuksesan Syam mengawinkan dua gelar pada era yang berbeda membuat capaiannya tidak dapat disamai pelatih manapun di PSM. Hanya Indra Thohir yang sukses membawa Persib Bandung menjuarai Piala Perserikatan 1993-1994 dan Liga Indonesia 1994-1995.

Sebelum menangani PSM, Syamsuddin Umar, melalui permintaan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Kardono kepada Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Ahmad Amiruddin agar mengutus salah seorang pelatih sepak bola dikirim belajar di Brasil.

ADVERTISEMENT
Gelar juara perserikatan pelatih Syamsuddin Umar musim 1991-1992 bersama PSM MakassarGelar juara perserikatan pelatih Syamsuddin Umar musim 1991-1992 bersama PSM Makassar Foto: Dok. Syamsuddin Umar

Kemudian Gubernur Sulsel Ahmad Amiruddin kala itu memerintahkan Wali Kota Makassar yang juga Ketua Umum (Ketum) Persatuan Sepakbola Makassar (PSM) Soewahyo melakukan pemantauan kepada sejumlah pelatih. Tak disangka Syamsuddin Umar yang notabenenya pelatih muda terpilih untuk menimba pendidikan di Rio de Janeiro, Brasil, bersama pelatih Persebaya Surabaya Rusdy Bahalwan.

Selepas kembali dari Brasil, Syam kemudian ditunjuk untuk menukangi Juku Eja di ajang Piala Perserikatan 1991-1992. Syam mengaku bukan hal mudah ketika diberi kepercayaan melatih tim sebesar PSM Makassar di usia yang relatif masih muda.

"Bukan hal mudah saat dipercaya untuk melatih PSM, itu berat sekali. Hanya pada waktu itu umur saya baru berapa 33 mungkin 34 tahun 90-an kan saya dikirim ke Brasil. Setelah saya kembali saya dipercaya untuk melatih PSM, wah terseok-seok terus itu sangat susah," kata Syamsuddin Umar.

Sebagai pelatih baru yang kemudian diminta menangani PSM yang tengah puasa gelar selama 26 tahun, membuat Syam merasa jika ini menjadi tantangan besar bagi dirinya.

"Kompetisi kan 1992 yang kita juara itu paling berat itu saya pelatih baru kemudian dikasih tanggung jawab yang besar begitu yang selama 26 tahun PSM tidak pernah juara kan itulah yang paling berat," tuturnya.

Namun, Syam mengaku dirinya diuntungkan dengan skuad yang dimilikinya. Pasalnya, Syam mendapatkan amunisi dari tim Makassar Utama setelah Jusuf Kalla memilih untuk membubarkan tim tersebut. Alhasil, PSM diperkuat sosok seperti Mustari Ato, Bahar Muharram, Ajis Muin, Yusrifar Djafar, Alimuddin Usman, dan lainnya.

"Saya beruntung pada saat itu karena komposisi pemain ada pemain dari Makassar Utama kan dan saya ada lagi pemain dari PSM. Itulah saya punya keuntungan kombinasikan itu, jadi punya materi yang bagus," tegasnya.

Di balik kesuksesannya membawa PSM juara perserikatan, terdapat 3 sosok yang membantu dirinya dalam meramu tim. Mereka adalah Saleh Bahang, Baco Ahmad, dan Gosse Halim plus pelatih fisik Benny Huwae.

Terlepas dari itu, ilmu baru yang diperolehnya saat kembali dari Brasil coba diterapkan Syam. Salah satunya mementingkan kondisi fisik para pemain PSM. Sehingga, ia menggaet Benny Huwae sebagai pelatih fisik yang memiliki basic keilmuan di dunia keolahragaan.

Bersama Benny, Syam fokus agar fisik para pemainnya tidak kendur sepanjang laga meski harus bermain dengan intensitas tinggi. Selan itu, Pergerakan pemain di setiap lininya juga mendapat perhatian Syam bersama Benny agar akselerasi dan pergerakan pemain dapat fleksibel, sehingga dirinya lebih fokus pada strategi tim.

"Jadi dia hanya bertanya bagaimana pergerakannya bek kanan, bagaimana pergerakannya gelandang, bagaimana pergerakannya striker dan apa poin-poin yang bisa diberikan untuk bagaimana memperkuat dan mempercepat dia akselerasi. Jadi semua fisik saya serahkan ke pelatih fisik saya hanya berpikir tentang Strategi," ujarnya.

Kursus kepelatihan Syamsuddin Umar bersama Rahmad Darmawan, Budi Sudarsono, dan Djajang NurjamanKursus kepelatihan Syamsuddin Umar bersama Rahmad Darmawan, Budi Sudarsono, dan Djajang Nurjaman Foto: Dok. Syamsuddin Umar

Selepas meraih trofi pertamanya bersama PSM, Syamsuddin Umar masih dipercaya untuk menukangi PSM di musim 1993-1994. Hadir dengan label tim juara, PSM menjadi tim yang cukup dijagokan.

Bertemu rival besarnya Persebaya Surabaya pada partai pertama yang berlangsung di Stadion Mattoanging, PSM Makassar malah menelan kekalahan atas tamunya dengan skor 2-0. Hasil ini merupakan kekalahan pertama Juku Eja melawan Persebaya di kandang sendiri.

Situasi itu sempat membuat Syam banyak mendapat tekanan yang luar biasa dari pencinta sepak bola Makassar. Seperti saat mobil pribadinya yang terus dicari untuk dibakar, hingga lemparan batu ke arah Gedung Olahraga (GOR) Mattoanging saat timnya menjalani pemusatan latihan (TC) juga didapatkan.

Namun, Syam nyatanya dapat keluar dari tekanan tersebut usai melaju ke final dengan membalas kekalahan atas Persebaya di partai semifinal. Akan tetapi harus tumbang di tangan Persib Bandung pada partai puncak dengan skor 0-2. Jika saja mampu meraih gelar juara, PSM dua musim secara berturut-turut meraih trofi perserikatan.

"Di waktu tahun 93-94 itu kita lagi masuk final, jadi kita dikalahkan Persebaya di Stadion Mattoanging tapi di 4 besar saya kalahkan lagi Persebaya di Senayan. Kemudian Persib Bandung lawan Persija terus menang Persib. Yang tadinya 92 itu Persib saya kalahkan di semifinal, akhirnya kita ketemu lagi sama Bandung, sekiranya waktu itu juara lagi PSM itu berarti dua kali berturut-turut," jelasnya.

Tak mampu mempertahankan gelar juara, Syam tidak lagi menjabat sebagai pelatih PSM, melainkan di tempatkan sebagai direktur teknik PSM. Sembari di waktu luangnya, Syam kemudian melanjutkan pendidikannya S2 di Universitas Hasanuddin.

Setelah meraih gelar sarjananya pada tahun 1997-1998, Nurdin Halid selaku manager klub PSM kembali memanggil Syamsuddin Umar untuk menukangi PSM di musim 1999-2000.

Namun waktu itu, Syam tidak serta merta menerima tawaran tersebut. Ia menegaskan akan kembali melatih PSM jika dihuni dengan materi berkualitas.

Hasilnya sederet nama beken seperti Hendro Kartiko, Ansar Abdullah, Aji Santoso, Ronny Ririn, Kurniawan Dwi Yulianto, Yuniarto Budi, Yusrifar Jafar, Ali Baba, Miro Baldo Bento, Bima Sakti, Syamsuddin Batola, Joseph Lewono, Rahman Usman, dan Calos de Mello didatangkan manajemen.

"Dan saya bilang saya mau kalau materinya bagus, nah panggil lah itu Kurniawan, Bima Sakti, karena tidak mungkin, biar hebat bagaimana kalau materi tidak bagus," tuturnya.

Sebelum bersaing di kompetisi resmi, Syam yang sempat rehat melatih selama dua musim, kemudian melakoni laga pra musim dengan berpartisipasi di ajang Piala Pardede dan Piala Yusuf. Tak mengecewakan, dirinya mampu membawa PSM meraih trofi juara di dua ajang tersebut.

"Jalan pada waktu itu, begitu tes pertama saya itu mengikuti turnamen di Medan ada tim dari luar negeri semua. Akhirnya di situ kita menang, kita ke final lawan timnya Pardede Harimau Tapanudi, kita menang penalti di situ. Setelah itu kembali disuruh lagi untuk Yusuf Cup juara lagi akhirnya berlanjut lagi karena memang materi pemain kita bagus," terangnya.

Dengan dua gelar pramusim ini semakin membangkitkan keyakinan suporter bahwa tim kesayangannya akan meraih gelar perdana di Liga Indonesia bersama Syamsuddin Umar.

Puncaknya di partai final, Juku Eja mengalahkan PKT Bontang 3-2. Kisah lama kembali terulang seperti di era perserikatan yang kala itu Syamsuddin hampir mengantarkan PSM juara dua kali berturut. Sayangnya, di final Liga Indonesia 2000-2001, PSM kalah dari Persija Jakarta 2-3.

Meski begitu, pada tahun yang sama, PSM dan Syamsuddin menutupi kegagalannya itu dengan meraih trofi juara Piala Ho Chi Minh City dan menembus 8 Besar Liga Champions Asia.




(afs/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads