Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) mempertanyakan alasan KPU Kabupaten Jeneponto tidak melaksanakan sejumlah rekomendasi pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024. Sebelumnya, Bawaslu merekomendasikan 8 TPS di Jeneponto untuk melakukan PSU.
Hal itu dipertanyakan Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana usai KPU Jeneponto membacakan hasil rekapitulasi perolehan suara pemilihan gubernur (Pilgub) Sulsel di Hotel Novotel, Makassar, Minggu (8/12/2024). Mardiana awalnya menyebut Jeneponto sebagai salah satu daerah yang diatensi karena ada sejumlah catatan peristiwa yang terjadi di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).
"Beberapa case yang mesti kita luruskan, mungkin ini waktunya kita mempertanyakan bukan menguji kualitas tapi memastikan otentifikasi itu bisa disandingkan dengan data yang ada. Kami juga (ada) beberapa catatan terkait dengan peristiwa-peristiwa dan case di rekap berjenjang," kata Mardiana.
Dia pun menagih KPU Jeneponto untuk membuka dokumen dari kasus yang terjadi di TPS maupun saat rekapitulasi berjenjang. Pihaknya mengaku perlu pertanggungjawaban akuntabilitas dari KPU Jeneponto.
Selain itu, Mardiana juga merinci sejumlah hasil temuan pengawas pemilu di Jeneponto usai KPU menyatakan semua sudah clear saat rekapitulasi berjenjang. Menurut Mardiana, wajar jika saksi mempertanyakan hal tersebut dan harus dibuktikan.
"Kalau ada yang belum clear walaupun itu sudah ditanyakan di tingkat (rekapitulasi) Kabupaten Jeneponto, maka saksi punya hak mempertanyakan itu. Karena penting juga untuk memastikan data-data ini betul-betul sudah clear, tinggal pembuktian ontektiknya saja," jelasnya.
"Kita (Bawaslu) juga sebenarnya ingin mengetahui alasan KPU Jeneponto tidak menindaklanjuti PSU yang sudah direkomendasikan oleh teman-teman Bawaslu Jeneponto. Ada 8 TPS direkomendasikan untuk gelar PSU Pilkada. Tolong dijelaskan," lanjut Mardiana.
Dia mencontohkan seperti kasus di TPS 005 Kelurahan Tolo Barat, Kecamatan Kelara yang direkomendasikan untuk menggelar PSU. Alasan Bawaslu merekomendasikan PSU karena ada pemilih yang tidak bersyarat tetapi diberi kesempatan memilih.
"Kenapa direkomendasikan PSU, karena pertama ada 51 pemilih DPK (daftar pemilih khusus) yang diasistensi oleh Bawaslu Jeneponto dalam kondisi yang abnormal," katanya.
"Nah saya ingin menanyakan bahwa saya kira syarat PKPU sudah jelas terkait PSU. Jika ditemukan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan mendapatkan kesempatan dalam memberikan hak suara dalam TPS itu potensi PSU, termasuk pemilih yang menggunakan hak suaranya di TPS yang berbeda," sambung Mardiana.
Pihaknya menemukan 51 pemilih DPK dalam daftar hadir itu juga masuk dalam DPT di TPS yang sama yaitu TPS 005. Lalu ada pemilih satu orang yang memilih di TPS yang sama di dua TPS berbeda.
"TPS 005 di Kelara dan TPS 004 di Kelurahan Paitana, Turatea. Ada pemilih yang juga statusnya DPT dan juga dicatat dalam DPK, itu dua orang. Yaitu atas nama H Jora, bertanda tangan di DPT dan DPK," rinci Mardiana.
Berikutnya, lanjut Mardiana, ada pemilih atas nama Udin di TPS tersebut juga terdaftar di DPK juga terdaftar dalam DPT.
"Lalu Ini tidak dianggap PSU? Saya mau nanya, pemilih DPK itu beberapa di kecamatan itu cukup tinggi nilainya. Di Kecamatan Bangkala 415, Tamalatea 366, Binamu Tiga 88, Kelara 352," katanya.
Dia juga heran membludaknya DPK di Tolo Barat, Kecamatan Kelara. Setelah diasistensi, sejumlah daftar dalam DPK ternyata juga masuk dalam DPT.
"Kecamatan Kelara, Desa Tolo Barat, hampir semua pemilih DPK cukup tinggi, TPS 001 ada DPK sebanyak 19, setelah kami asistensi pemilih ini juga terdaftar di DPT, di TPS yang sama. Tetapi karena kelalaian petugas (KPPS) itu memasukkan ke dalam DPK," ujarnya.
Pihaknya juga menemukan daftar hadir tak normal di TPS 002 Tolo Barat. Bahkan sempat viral adanya KPPS yang menandatangani daftar hadir.
"Itu kemudian tidak ada klarifikasi dari KPU sebagai otoritas yang harusnya melakukan ke bawah terkait dengan situasi yang tidak umum ini. Harusnya ada tindakan yang konkret dilakukan oleh KPU. Kemudian di Kecamatan Bangkala, ada 415 pemilih DPK," katanya.
Mardiana menyayangkan pengawas di tingkat bawah tak diberi akses untuk mengawasi dokumen usai pemilihan. Bukan hanya hasil pemilihan di TPS tetapi juga daftar hadir tak diberikan ke pengawas TPS.
"Penyandingan data itu dibutuhkan ketika ada masalah, tetapi sampai hari ini kita tidak mendapatkan dokumen itu. Ini mohon diatensi terkait dengan persoalan di Jeneponto," tegasnya.
Respons KPU Jeneponto di halaman selanjutnya.
Simak Video "Video Mendagri Tito: Total Anggaran Coblos Ulang Pilkada Rp 719 M"
(asm/hsr)