DPRD Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 800% tidak sesuai dengan hasil rapat panitia khusus (Pansus) rancangan peraturan daerah (raperda). DPRD pun meminta Pemkot tidak menerapkan kebijakan kenaikan PBB tersebut.
"Kami kan DPRD itu kemarin membahas ini, pansusnya ini ada. Tapi kenyataannya tidak sesuai dengan hasil rapat pansus terkait Perda retribusi dan pajak daerah," kata Wakil Ketua DPRD Parepare Muhammad Yusuf Lapanna kepada detikSulsel, Kamis (21/8/2025).
Yusuf mengatakan, dalam rapat pansus tersebut DPRD meminta agar kenaikan tarif PBB diukur dengan produktivitas objek pajak. Menurutnya, klasifikasi objek pajak di kawasan pertanian harus dibedakan dengan perekonomian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kemarin itu kita minta bahwa itu harus ada kawasan. Kawasan perekonomian, kawasan pertanian, perkebunan. Dan klasifikasinya itu tentu akan beda," jelasnya.
Saat itu, Pansus DPRD meminta agar kawasan pertanian dikenakan tarif PBB dengan pengali rendah. Pasalnya kawasan pertanian itu luas dan nilai ekonominya lebih kecil dibanding perkotaan.
"Mestinya kan kemarin memang itu yang kawasan pertanian dikuasai masyarakat mesti memang pengkaliannya itu 0,02. Jadi bayangkan saja kalau yang kemarin terjadi itu Rp 4 juta sekian," kata dia.
Sebaliknya, Yusuf mengatakan Pansus DPRD meminta lahan kecil di lokasi perekonomian nilainya dinaikkan. Namun kenaikan PBB di kawasan perekonomian tidak memberatkan warga.
"Justru kita kemarin minta bahwa masyarakat yang menguasai lahan kecil ini, itu besar pengalinya juga supaya naik juga. Dan itu tidak signifikan juga kenaikannya," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, Pemkot justru menerapkan kebijakan yang berbeda dari hasil Pansus. Sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi warga yang memiliki kawasan ekonomi dan pertanian.
"Tapi ini kan dibalik sehingga ini kejadian yang pasti yang mengusai luas itu dan perkaliannya itu besar itu pasti kan juga besar. Jadi disitu sebenarnya ketidakadilannya kemarin," jelasnya.
Yusuf lantas mendesak Pemkot untuk membatalkan kenaikan PBB yang dinilai tidak adil. Dia meminta agar Perda pajak dikaji ulang agar tidak menyusahkan masyarakat.
"Ini harus ditunda (kenaikan PBB). Harus dikaji ulang ini (perdanya). Tidak boleh tidak. Harus dikaji ulang karena ada masalah," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, DPRD Parepare menerima keluhan warga yang PBB-nya naik hingga 800%. Keluhan itu terungkap dalam rapat Badan Anggaran DPRD Parepare bersama Badan Keuangan Daerah (BKD), Selasa (19/8).
"Kami temukan di lapangan itu persentasenya naik itu ada yang sampai 800%. Bayangkan saja, bagaimana orang tidak kaget kalau Rp 400 ribu dia bayar, tiba-tiba langsung bayar Rp 4 juta lebih," ujar Yusuf kepada detikSulsel, Selasa (19/8).
Belakangan Wali Kota Parepare, Tasming Hamid mengambil kebijakan menunda penagihan PBB warga yang mengalami kenaikan. Penundaan penagihan itu dilakukan usai menerima beberapa keluhan warga.
"Pak Wali Kota Parepare memutuskan yang naik (PBB-nya) ditunda (penagihannya) dulu sambil berkonsultasi dengan BPK RI," ungkap Pj Sekda Parepare, Amarun Agung Hamka kepada detikSulsel, Rabu (20/8).
(hsr/hsr)