Gedung DPRD Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dibakar massa saat aksi demonstrasi hingga mengakibatkan 3 orang meninggal dunia. Legislator mengungkap massa membakar gedung setelah rapat paripurna berakhir.
Wakil Ketua DPRD Makassar, Andi Suharmika menjelaskan, rapat paripurna membahas Nota Keuangan dan Rancangan Perubahan APBD 2025 pada Jumat (29/8). Rapat yang dihadiri Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham itu berakhir sekitar 21.30 Wita.
"Saya hadir di lokasi, memimpin jalannya paripurna. Setelah Wali Kota membacakan penjelasan terkait nota keuangan dan rancangan APBD Perubahan 2025, saya yang menutup sidang paripurna," kata Suharmika dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suharmika mengatakan, peserta rapat paripurna kemudian meninggalkan gedung. Namun tidak lama berselang massa aksi unjuk rasa mendatangi gedung DPRD Makassar.
"Rapat resmi ditutup sekitar pukul 21.30 Wita. Setelah itu, saya dan pimpinan dewan bersama Wali Kota dan Wakil Wali Kota meninggalkan gedung dalam keadaan aman. Baru kemudian massa aksi masuk dan melakukan tindakan anarkis," tambahnya.
Dia membantah pimpinan dewan maupun wali kota mengabaikan aksi demonstrasi. Pihaknya justru heran DPRD Makassar menjadi sasaran aksi karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya.
"Demo itu biasanya ada pemberitahuan, ada korlap, ada tuntutan yang jelas. Tapi yang terjadi malam itu berbeda," ujar Suharmika.
Suharmika mengatakan, gedung DPRD Makassar dibakar massa sekitar pukul 22.10 Wita. Politisi Golkar ini menyesalkan unjuk rasa saat itu bukan lagi menyampaikan aspirasi, melainkan berujung aksi anarki.
"Mereka datang tiba-tiba, tanpa komunikasi dengan pimpinan dewan, tanpa menyampaikan aspirasi, justru melakukan perusakan, pembakaran, hingga penjarahan. Itu bukan demonstrasi, tapi tindakan kriminal," tegasnya.
"Kalau memang niatnya menyampaikan aspirasi, tentu bisa dilakukan dengan cara baik-baik, melalui dialog, dengan membawa tuntutan jelas. Bukan dengan cara merampok, menjarah, dan menghilangkan nyawa," tambah Suharmika.
Aksi massa saat itu membuat nyawa wali kota dan pimpinan dewan terancam. Dia kembali menepis tudingan wali kota dan pimpinan DPRD Makassar kabur dan mengabaikan aspirasi massa demonstrasi.
"Jangan dipelintir. Rapat paripurna sudah selesai dan ditutup secara resmi. Jadi bukan kabur atau melarikan diri. Fakta di lapangan jelas, bahwa yang terjadi adalah aksi kriminal, bukan demonstrasi," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Makassar, Anwar Faruq menegaskan, paripurna saat itu tetap berjalan sesuai agenda hingga resmi ditutup sebelum para legislatif dan eksekutif meninggalkan gedung. Massa berdatangan begitu rapat sudah selesai.
"Paripurna diselesaikan dulu baru kita bubar. Jadi sudah selesai, ditutup secara resmi. Jadi, Pak Wali, Bu Wawali sudah meninggalkan lokasi," tegas Anwar.
Politisi PKS itu menilai, informasi yang menyebut DPRD panik dan meninggalkan sidang sebelum tuntas, tidak benar dan justru menyesatkan publik. Anwar juga menyoroti jalannya aksi unjuk rasa yang berujung ricuh.
"Demo itu sudah disusupi, ada yang melempar, membakar, dan menjarah. Jadi demo itu tidak murni, tapi sudah tindakan brutal," ungkapnya.
Terpisah, anggota DPRD Makassar, Fasruddin Rusly turut membantah informasi legislator dan wali kota kabur dari gedung karena panik. Dia menegaskan rapat paripurna sudah berakhir sebelum demonstran datang.
"Saya hadir langsung dalam paripurna itu. Sidang berjalan normal untuk mendengarkan penjelasan wali kota terkait APBD Perubahan. Rapat selesai, forum resmi ditutup, baru kemudian massa datang dan melakukan aksi anarkis, Jadi tudingan wali kota kabur sebelum paripurna selesai itu tidak benar sama sekali," tegas Fasruddin.
Politisi PPP itu menambahkan, wali kota Makassar tiba lebih awal sebelum rapat dimulai. Saat itu, kondisi sekitar gedung DPRD masih kondusif, tidak ada tanda-tanda kehadiran massa aksi unjuk rasa.
"Pak wali hadir lebih dulu, sebelum ada massa di lokasi. Rapat paripurna berjalan normal, kemudian selesai, forum ditutup. Setelah itu barulah massa muncul membuat kegaduhan, menyerang, dan membakar kantor DPRD," jelasnya.
Fasruddin menilai, narasi yang berkembang di media sosial adalah bentuk kampanye hitam yang dimainkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Dia menuding ada pihak yang berupaya memperkeruh suasana pasca tragedi.
"Informasi itu sesat, menyesatkan, dan tidak sesuai fakta. Saya tegaskan sekali lagi, rapat sudah selesai baru massa masuk. Jadi tidak ada istilah kabur, karena sidang memang sudah ditutup secara resmi," imbuh Fasruddin.
Diketahui, aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan terjadi di sejumlah titik di Kota Makassar pada Jumat (29/8) malam. Gedung DPRD Kota Makassar di Jalan AP Pettarani Makassar dibakar hingga mengakibatkan 3 orang meninggal dunia.
Ketiga korban meninggal dunia, yakni Saiful Akbar (Plt Kasi Kesra Kecamatan Ujung Tanah), Sarinawati (staf pribadi anggota DPRD Makassar), dan Muhammad Akbar Basri alias Abay (staf Humas DPRD Makassar). Sebanyak 7 orang lainnya dilaporkan luka-luka dalam insiden itu.
Simak Video "Video: 3 Orang Tewas dalam Kebakaran Gedung DPRD Makassar"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/asm)