Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar telah menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah di KONI Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Terbaru, 2 orang dari event organizer (EO) KONI Makassar inisial HH dan JTU turut terseret jadi tersangka.
"Keduanya merupakan event organizer pada Malam Juara Tahun 2022, Pembukaan dan Penutupan Porkot (Pekan Olahraga Kota) Tahun 2023, dan Kampung Atlet Tahun 2023," ujar Kasi Intel Kejari Makassar Alamsyah kepada detikSulsel, Sabtu (15/2/2025).
HH dan JTU resmi ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa oleh Penyidik Pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Makassar pada Jumat (14/2). Alamsyah mengungkapkan keduanya ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik melakukan pengembangan kasus dugaan korupsi KONI Makassar tahun anggaran 2022-2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan pengembangan terkait dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam penggunaan dana hibah KONI tahun 2022 dan tahun 2023," paparnya.
"Selanjutnya kedua tersangka dilakukan penahanan di Lapas Kelas 1 Makassar," imbuh Alamsyah.
Alamsyah menyebut keduanya disangkakan pasal berlapis yakni pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 juncto pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
Ketua KONI Makassar-2 Pengurus Tersangka
Kejari Makassar sebelumnya telah menetapkan 3 orang tersangka dugaan korupsi dana hibah KONI Makassar ini. Mereka adalah Ketua KONI Makassar Ahmad Susanto dan dua pengurus lainnya.
"Ahmad Susanto selaku Ketua Umum KONI Kota Makassar, Ratno selaku Kepala Sekretariat KONI Kota Makassar, dan Muhammad Taufik selaku Sekretaris Umum (KONI) Kota Makassar telah sampai pada tahap penetapan tersangka," kata Kajari Makassar Nauli Rahim Siregar kepada wartawan, Senin (9/12/2024).
Nauli mengatakan ketiga tersangka diduga melakukan manipulasi data. Data tersebut berasal dari anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).
"Secara umum ada semacam penyalahgunaan anggaran SiLPA yang dilakukan oleh para tersangka dengan memanipulasi data-data yang ada. Sehingga anggaran tersebut kemudian cair dan dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya dan tidak sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang ada," paparnya.
Dugaan korupsi ini, kata Nauli, terjadi pada tahun anggaran 2022 hingga 2023, dengan total anggaran Rp 65 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 5 miliar SiLPA tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Tahun anggaran 2022 sampai 2023. Dua tahun anggaran. Estimasi (kerugian) kami yang kita sedang koordinasikan dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Sulsel," katanya.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(asm/asm)