Dugaan Pelanggaran di Balik 1.323 Siswa SMP di Makassar Tak Terdaftar Dapodik

Tim detikSulsel - detikSulsel
Jumat, 24 Jan 2025 07:30 WIB
Foto: Ilustrasi siswa SMP. (dok. Istimewa)
Makassar -

Ombudsman Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan adanya dugaan pelanggaran di balik penerimaan 1.323 siswa SMP negeri di Makassar. Ribuan siswa itu tidak terdaftar dalam data pokok pendidikan (dapodik) akibat kebijakan jalur penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang tidak sesuai petunjuk teknis (juknis).

Temuan tersebut terungkap dari hasil pemeriksaan sementara Ombudsman Sulsel di 16 SMP negeri yang siswanya tidak masuk dapodik. Dari hasil pemeriksaan, 1.323 siswa itu merupakan hasil PPDB tahun ajaran 2024/2025 lewat 'jalur solusi'.

"Jalur solusi sampai saat ini memang tidak memiliki dasar hukum, syarat, mekanisme, hingga konsekuensi yang jelas," ungkap Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Sulsel, Aswiwin Sirua dalam keterangannya, Kamis (23/1/2025).


Aswiwin menegaskan jalur solusi tidak tercantum dalam juknis PPDB. Jalur itu tidak sesuai dengan ketentuan Keputusan Sekjen Kemenrisetdikti RI Nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

Jalur solusi diterapkan untuk mengakomodir siswa yang tidak lolos PPDB lewat jalur resmi, yakni zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali. Aswiwin menyadari, jalur solusi itu dijalankan dengan niat agar semua siswa tetap sekolah, tetapi pelaksanaannya melanggar aturan.

"Semangat awal dari Pak Wali Kota Makassar agar tidak ada anak yang tidak bersekolah, menjadi kontraproduktif dengan kenyataan bahwa malah terdapat beberapa sekolah negeri yang daya tampungnya bahkan belum tercukupi," tuturnya.

Kebijakan pelaksanaan jalur solusi belakangan membuat kuota rombongan belajar (rombel) dalam sekelas melebihi kapasitas yang ditetapkan. Kondisi ini ditemukan Ombudsman Sulsel saat pemeriksaan di SMP Negeri 8 Makassar dan SMP Negeri 6 Makassar.

"Ditemukan adanya kelebihan kapasitas siswa dalam kelas yang tidak sesuai standar rombongan belajar, yakni 32 orang per rombel. Bahkan, beberapa kelas menampung hingga 40-50 siswa, jauh melampaui batas ideal," ungkapnya.

Ombudsman Sulsel turut menemukan faktor lain yang diduga memperburuk situasi tersebut. Aswiwin menyinggung adanya dugaan tekanan dari orang tua siswa, intervensi atasan, dan tekanan pihak-pihak eksternal yang memaksakan peserta didik masuk di sekolah tertentu.

"Di sekolah-sekolah yang selama ini masih dianggap favorit seperti SMP 1, SMP 6 dan SMP 8, misalnya, jumlahnya mencapai 186, 166 dan 171 siswa yang akhirnya tidak terdaftar," papar Aswiwin.

Konsekuensi Siswa Tak Masuk Dapodik

Aswiwin mengungkapkan, siswa yang tidak terdaftar dalam sistem dapodik memiliki konsekuensi serius bagi kelangsungan pendidikan peserta didik. Ribuan siswa SMP tersebut terancam kehilangan hak untuk mendapatkan rapor elektronik dan ijazah.

"Siswa yang tidak terdaftar dalam dapodik tidak hanya kehilangan hak administratif, tetapi juga menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan pendidikan mereka," tegas Aswiwin.

Permasalahan ini akan berdampak panjang bagi siswa. Jika siswa SMP tersebut lulus, maka akan kesulitan untuk mendaftar ke jenjang SMA karena tidak memiliki ijazah dan datanya tidak muncul di dapodik.

"Dari sisi sekolah, kelebihan ini tidak mendapat dana BOS dan malah menambah beban kerja guru untuk mengajar dan semua administrasi pendidikan," ungkapnya.

Aswiwin menambahkan, pihaknya mendukung rencana Pemkot Makassar untuk memperbaiki sistem PPDB dan pengelolaan dapodik. Ombudsman Sulsel juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait perkara ini.

"Kami juga akan segera berkoordinasi dengan Ombudsman RI Pusat maupun Kementerian Dikdasmen untuk mendapatkan solusi taktis untuk memastikan hak-hak siswa tetap terlindungi," imbuh Aswiwin.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...




(sar/ata)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork