Direktur-Pegawai Bimbel di Makassar Ditangkap Terkait Hoaks Biaya Akpol

Direktur-Pegawai Bimbel di Makassar Ditangkap Terkait Hoaks Biaya Akpol

Sahrul Alim - detikSulsel
Rabu, 22 Jan 2025 13:30 WIB
Polda Sulsel menggelar konfrensi pers terkait penyebaran informasi hoaks biaya pendidikan di Akademi Kepolsian (Akpol), Selasa (21/1/2025).
Foto: Polda Sulsel merilis kasus berita bohong soal biaya pendidikan Akpol. (dok. istimewa)
Makassar -

Polisi mengungkap kasus penyebaran berita bohong atau hoaks terkait biaya pendidikan Akademi Kepolisian (Akpol) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Tiga orang telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini yakni direktur dan pegawai bimbingan belajar (Bimbel).

"Polisi berhasil mengamankan tiga tersangka," ujar Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulsel, AKBP Yerlin Tending Kate saat konferensi pers, Selasa (21/1/2025).

Tiga orang tersangka masing-masing berinisial AIS (22), AF (28), dan TM (34). Tersangka TM merupakan Direktur Bimbel ASN Institute, AIS selaku karyawan atau konten kreatif, dan AF merupakan marketing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini berawal pada awal bulan Januari, saudara AF melakukan meeting bersama saudara TM, yaitu selaku direktur pada PT DTI atau ASN Institute, dengan tujuan untuk menentukan, menarik peserta agar bergabung di bimbingan belajar ASN Institute," ujar Yerlin.

Sementara AF disebut yang memberikan kata kunci 'Biaya Pendidikan Akpol' kepada AIS. Kata kunci tersebut digunakan untuk menarik peserta bergabung dalam bimbingan belajar ASN Institute.

ADVERTISEMENT

"Artikel berjudul 'Nominal Biaya Pendidikan Akpol 2025 yang Wajib Kamu Ketahui!' dipublikasikan di situs ASN Institute pada 17 Januari 2025. Polisi mendapati artikel tersebut mengandung informasi yang tidak benar dan berpotensi merugikan masyarakat," kata Yerlin.

Tim Unit Subdit V Siber Polda Sulsel langsung melakukan analisis dan penyelidikan terkait artikel tersebut. Ketiga tersangka dijerat Pasal 45A ayat (1) dan (2) Jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.

"Pelaku terancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar," pungkas Yerlin.




(hsr/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads