Seorang teller bank salah satu Bank BUMN di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), Afni Nurvita Dewi, nekat membobol dana milik nasabah sebesar Rp 300 juta. Aksi Afni dibantu oleh rekannya, A. Besse Suci Rezki Kasih yang merupakan customer service di bank tersebut.
Aksi Afni dan Besse terungkap dalam surat dakwaan tim jaksa penuntut umum. Kasus ini bermula saat Afni diminta oleh Besse untuk mengirimkan sejumlah dana ke rekening pribadi Besse.
"Besse meminta bantuan Terdakwa Afni untuk mengirimkan sejumlah dana yang ditujukan ke nomor rekening pribadi saksi A. Besse," demikian bunyi dakwaan penuntut umum, seperti dikutip dari situs resmi Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (26/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besse kemudian menyerahkan slip setoran tunai namun tanpa disertai uang fisik atau uang tunai. Terdakwa Afni yang seharusnya meminta uang tunai kepada Besse dan melakukan penghitungan dana justru tidak melakukan tugasnya.
Menurut jaksa, Besse sempat berjanji kepada Afni akan melakukan tarik tunai dari uang yang disetorkan tersebut dan diserahkan kepada Afni. Namun bukannya menepati janji, Besse justru kembali mengulangi aksinya hingga total uang yang mengalir ke rekeningnya sekitar Rp 275 juta.
"Besse melakukan 4 kali transaksi setoran tunai fiktif yang tanpa disertai uang tunai yang diproses oleh Terdakwa Afni," katanya.
"Jumlah transaksi setoran tunai fiktif menggunakan kas bank pada Senin 26 Agustus 2024 (sebesar) Rp 275.680.010," sebut jaksa.
Dana Nasabah Rp 300 Juta Ditilap
Aksi Afni dan Besse itu awalnya tidak diketahui pihak bank. Hingga akhirnya Afni dan Besse kembali beraksi.
Besse kali ini mencari tahu nomor rekening dan saldo tabungan milik pria berinisial H, seorang nasabah yang sebelumnya pernah dilayaninya. Dia kemudian melakukan pemindahan dana sebesar Rp 300 juta dari tabungan nasabah H ke rekening atas nama Andi Besse.
Besse pun kembali melibatkan Afni sebagai teller bank untuk melancarkan aksinya itu. Besse disebut membuat dan mengajukan slip pemindahan dana itu kepada Terdakwa Afni selaku teller bank.
Ironisnya, Terdakwa Afni membantu Besse melakukan proses pemindahan dana Rp 300 juta tersebut meski tidak disertai kehadiran nasabah H dan sejumlah syarat dokumen yang menjadi ketentuan perbankan. Afni disebut-sebut melakukan permintaan Besse lantaran khawatir kesalahan prosedur yang dia lakukan dalam transaksi setoran tunai fiktif senilai Rp 275 juta sebelumnya akan diungkap oleh Besse.
"Untuk memproses pemindahan dana nasabah tersebut meskipun tanpa disertai dokumen sumber dengan menggunakan kode PBPS (pasbook balance pasbook serial) yang merupakan nilai cetakan transaksi terakhir pada buku rekening dan nomor buku rekening nasabah, sehingga Terdakwa Afni meminta Besse memintakan kode PBPS kepada saksi MT selaku supervisor yang memiliki akses pada seluruh data nasabah termasuk kode PBPS," katanya.
Namun Besse rupanya tidak mengindahkan permintaan Terdakwa Afni tersebut. Dia justru memperoleh kode PBPS dengan cara membuka komputer costumers service miliknya lalu mengakses sistem perbankan lewat kode password user id milik saksi MT yang telah diketahui Besse sebelumnya.
"Padahal seharusnya password tersebut hanya boleh diketahui oleh saksi MT yang mana hal tersebut bertentangan dengan SOP bank," katanya.
Setelah memperoleh kode PBPS tersebut, Besse langsung menyerahkannya kepada Terdakwa Afni. Selanjutnya Afni memanggil saksi MT untuk menyetujui atau mengesahkan pemindahan dana Rp 300 juta tersebut.
Menurut dakwaan jaksa, nasabah H sebenarnya menerima notifikasi saat uangnya berpindah. Namun sang nasabah saat itu tidak curiga lantaran dalam notifikasi disampaikan bahwa transaksi tersebut merupakan simpanan sementara.
"Sehingga membuat saksi H tidak mengkhawatirkan transaksi tersebut dikarenakan narasi pada notifikasi tersebut menyebutkan bahwa dana tersebut beralih ke simpanan sementara, namun ternyata dana tersebut telah beralih ke rekening Besse," katanya.
Transaksi ilegal itu baru terungkap setelah nasabah H melapor ke pihak bank sehingga dilakukan investigasi internal. Namun Besse sendiri tidak menjalani proses hukum terkait kasus ini karena sudah meninggal dunia.
Sementara Terdakwa Afni didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 KUHP.
(hmw/ata)