Ketua Bawaslu Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Dede Arwinsyah walk out saat Rapat Pleno Terbuka KPU Makassar terkait rekapitulasi dan penetapan daftar pemilih sementara (DPS) Pilkada 2024. Dede awalnya mempertanyakan perubahan data pemilih yang disampaikan KPU Makassar dalam rapat tersebut.
"Jadi, kemarin (sehari sebelum rapat pleno) itu KPU mengundang kita untuk pra-rekapitulasi. Akhirnya kita hadirkan panwascam dan PPK. Kemarin sudah ada angka (data pemilih) yang disampaikan ke kita terkait dengan data hasil pleno. Pleno ini, kan berjenjang mulai dari PPS, PPK," ujar Dede kepada detikSulsel, Sabtu (10/8/2024) malam.
Dede mengungkapkan data hasil pleno berjenjang itulah yang sedianya akan dibahas dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan DPS Pilkada 2024 yang berlangsung di Hotel Claro, Makassar, Sabtu (10/8). Akan tetapi, kata dia, terdapat perbedaan data saat pra-rekapitulasi dengan yang dibacakan pada rapat pleno terbuka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin itu data di PPK yang kemudian dilihat kenapa ada bisa terjadi perubahan data PPS ke PPK. Nah, ini yang kemarin kita sudah sepakat bahwa oke buatkan kami kronologi sehingga ada data tadi. Data itu didiskusikan. Nah, pas tadi pembacaan, kenapa data itu kemarin dibahas tidak dibacakan di sana," katanya.
Menurutnya, hal yang masuk akal saat ada perbedaan data pemilih saat pleno di tingkat PPS, PPK, maupun pada rapat pleno terbuka. Namun, kata dia, alasan di balik perbedaan itu yang harus dijelaskan.
"Masuk di akal memang karena ini, kan, dinamis pergerakannya. Cuma, yang kami tidak terima harusnya bacakan dulu itu data yang kemarin. Maksud saya, baca dulu itu yang kemarin kemudian jelaskan kenapa dia bisa bertambah, kenapa dia bisa berkurang," ucapnya.
Langkah yang diambil saat rapat pleno terbuka, lanjut dia, seperti tidak menghargai hasil kerja PPS dan PPK maupun lembaga ad hoc terkait. Menurutnya, data pemilih yang dibacakan saat rapat pleno terbuka hanya mengacu pada hasil sinkronisasi dari aplikasi Sistem Data Pemilih (Sidalih).
"Di saat pleno langsung dibaca data perubahannya itu. Saya bilang tidak bisa begitu. Kayak tidak dihargai kerja-kerjanya teman-teman dari bawah. Ini, kan, dari bawah. Masa hanya modal sinkronisasi di Sidalih kemudian itu berubah?,' bebernya.
"Itu yang kami tidak terima tadi. Maksud saya, harusnya mereka kasih detailnya. Jadi, yang kemarin (saat pra-rekapitulasi) kita bahas, setelah dicermati di aplikasi Sidalih, ini perubahannya. Dia berubah ke sini atau bagaimana, itu tidak mereka jelaskan secara rinci," tambahnya.
Dede yang mengaku tidak puas dengan hal itu kemudian mengambil sikap untuk walkout atau meninggalkan rapat pleno terbuka. Menurutnya, pembahasan DPS sebelum nantinya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) harus dilakukan dengan hati-hati.
"Saya secara pribadi merasa bahwa saya harus bersikap terkait dengan itu. Supaya jangan dianggap selalu jadi pembenaran. Saya mau sampaikan bahwa ini DPS ke depan sebelum menjadi DPT harus betul-betul kita cermati. Makanya saya keluar saja, deh. Daripada saya di sini nanti dianggap melegitimasi," ungkapnya.
Dia pun menyampaikan masukan ke KPU agar benar-benar memperhatikan setiap perubahan data pemilih yang terdapat di DPS sebelum ditetapkan menjadi DPT.
"Jadi, ada tiga masukan untuk KPU. Pertama, terkait dengan perubahan itu. Kedua, terkait kesepakatan sebelumnya (saat pra-rekapitulasi) terkait dengan kronologi. Saya minta dibuatkan kronologi perubahan data dari PPS ke PPK. Ketiga, berkas-berkas yang harus ada di teman-teman KPU yang menjelaskan berapa data TMS (tidak memenuhi syarat), tidak didatangi, dan lain-lain. Saya minta dipastikan bahwa ada data itu," bebernya.
(hsr/sar)