Kue Khas Bugis Katirisala: Filosofi, Sejarah dan Cara Membuatnya

Kue Khas Bugis Katirisala: Filosofi, Sejarah dan Cara Membuatnya

Ayu Purnama - detikSulsel
Kamis, 02 Mar 2023 07:40 WIB
Katirisala, kue khas bugis
Katirisala (Foto: Youtube)
Makassar -

Katirisala merupakan kue tradisional khas Bugis yang biasa dihidangkan di acara-acara atau pada tradisi kebesaran masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kue ini memiliki cita rasa paduan gurih dan manis yang unik namun bikin ketagihan.

Kue ini terdiri dari dua lapisan, lapisan bawah dibuat dengan bahan dasar ketan yang dicampur dengan santan. Sedangkan lapisan atasnya dibuat dari telur, santan, dan gula merah sehingga menghasilkan tekstur yang kenyal dengan perpaduan rasa manis dan gurih.

Katirisala biasanya dibuat dalam satu loyang berukuran besar dengan cara dikukus. Setelah matang, kue ini akan disajikan dalam potongan yang lebih kecil sesuai selera.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kue tradisional ini bahkan sudah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Republik Indonesia dengan nomor registrasi 20150055096 pada tahun 2015.

Sejarah dan Filosofi Kue Katirisala

Budayawan Universitas Negeri Hasanuddin (Unhas), Dr Firman Saleh mengatakan, kue tradisional ini berasal dari wilayah Ajatappareng. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam buku-buku dan tulisan lama.

ADVERTISEMENT

"Katirisala itu dijelaskan dalam buku-buku dan tulisan-tulisan lama bahwa dia berasal dari Ajatappareng. Ajatappareng itu meliputi wilayah Sidrap, Parepare, Pinrang tapi dulu dikenal dengan wilayah Ajatappareng," jelasnya, kepada detikSulsel pada Jumat (24/2/2023).

Kendati demikian, Firman mengatakan belum ada keterangan yang menjelaskan kapan kue katirisala ini mulai ada secara pasti. Namun, diperkirakan kue ini mulai dikenal oleh masyarakat Bugis pada abad ke-17.

"Dalam sejarah, belum ada yang menjelaskan kapan tepatnya kue itu ada, tapi itu diperkirakan di abad ke-17. Buktinya dengan adanya bosara yang hadir di tengah-tengah kegiatan-kegiatan tradisi. Katirisala dihidangkan di atas bosara," ungkap Firman.

Kue katirisala biasa dihidangkan untuk acara besar, baik kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para bangsawan maupun acara-acara besar lainnya.

"Contohnya orang Bugis menyebut misalnya maccera banua, kegiatan mengagungkan/membesarkan sebuah wilayah dengan menghargai para leluhur yang ada di sekitarnya, hidangkanlah makanan itu," kata Firman.

"Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di wilayah kerajaan, dihidangkan juga makanan itu," imbuhnya.

Firman menjelaskan, katirisala berasal dari kata 'tiri' yang berarti 'menetes' dan 'sala' yang berarti 'salah', yang secara harfiah artinya salah tetes. Arti kata ini merujuk pada lapisan gula merah pada kue ini yang dalam proses pembuatan dan penyajiannya berbeda.

"Jadi, ini sebenarnya punya filosofi. Harusnya dalam pembuatan kue itu ketannya dulu baru gulanya. Tapi ini terbalik, karena gulanya itu tiri, menetes, atau lari ke bawah, sehingga dalam penyajiannya itu dibalik, gulanya yang di atas dan ketannya yang di bawah," jelasnya.

Kue tradisional yang terbuat dari ketan dan gula yang memiliki rasa manis ini juga memiliki filosofi masing-masing yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

"Filosofinya dalam masyarakat Bugis itu, gula kan manis, jadi sebuah simbol supaya orang-orang yang melakukan kegiatan ritual itu, orang atau pengunjung bisa lebih akrab, penglihatannya tetap bagus, kehidupannya bagus, sebagaimana seperti gula yang manis," ungkapnya.

"Jadi harapannya semuanya akan terkesan baik, bagus dipandang, bagus dilihat, perasaannya orang juga selalu bagus. Sedangkan songkolo atau ketan ini merupakan simbol kekuatan," tambahnya

Kue katirisala ini juga diharapkan dapat menjadi harapan dan doa agar kehidupan yang dijalani senantiasa berjalan dengan baik.

"Jadi jika orang memakan songkolo ditambah gula merah, itu menjadi sumber kekuatan bagi masyarakat Bugis," ucapnya.

Firman mengatakan katirisala merupakan makanan khas Sulawesi Selatan yang perlu dilestarikan. Hal ini yang lantas mendasari kuliner ini dimasukkan dalam daftar warisan budaya tak benda.

"Karena dia juga menjadi makanan yang perlu dilestarikan, yang perlu dijaga keberadaanya. Sehingga dia masuk ke Warisan Tak Benda. Karena kapan pembuatnya sudah tidak ada lagi, maka tidak ada lagi yang meneruskan cara dan resep pembuatan kue itu," kata Firman.

Cara Membuat Katirisala Khas Bugis

Bahan untuk membuat ketan:

  • 300 gr ketan putih
  • 200 gr ketan hitam
  • 500 ml santan sedang
  • 1/2 sdt garam

Bahan untuk membuat lapisan gula merah:

  • 350 gr gula merah (iris halus)
  • 100 ml santan kental
  • 6 butir telur
  • 2 sdm gula
  • 1/4 sdt vanili bubuk

Cara membuat:

1. Campurkan ketan hitam dan putih dalam wadah, lalu rendam dengan air panas selama 1 jam, jika menggunakan air dingin rendam selama 2 jam. Setelah itu cuci bersih beras ketan yang telah direndam tadi.

2. Setelah dicuci bersih, kukus ketan dengan setengah matang dan tambahkan santan serta 1/2 sdt garam. Masak menggunakan api sedang sambil terus diaduk kemudian tunggu sampai santan menyusut.

3. Setelah santan menyerap semua dan ketan sudah setengah matang, matikan apinya.

4. Selanjutnya, siapkan loyang yang telah dilapisi plastik kemudian kukus kembali ketan menggunakan api sedang selama 15 menit.

5. Sambil menunggu ketan yang dikukus, siapkan campuran untuk lapisan gula merah.

6. Campurkan semua gula merah, santan kental, telur, gula pasir, serta vanili bubuk lalu aduk hingga merata.

7. Setelah semua bahan telah tercampur rata, masukkan lapisan gula merah ke atas ketan yang telah dikukus. Kemudian, kukus kembali selama -/+ 35 menit. Jika katirisala sudah padat itu berarti kue sudah matang.

8. Setelah dingin, potong kue katirisala sesuai selera. Kue katirisala siap dihidangkan.




(urw/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads