Coto Makassar, Makanan Rakyat Jelata yang Jadi Sajian Istimewa Kerajaan

Coto Makassar, Makanan Rakyat Jelata yang Jadi Sajian Istimewa Kerajaan

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Minggu, 10 Jul 2022 09:54 WIB
coto Makassar
Coto Makassar (Foto: Istimewa)
Makassar -

Coto Makassar merupakan kuliner khas yang menjadi warisan budaya bagi suku Makassar. Coto Makassar atau Coto awalnya hanyalah makanan yang diperuntukkan bagi rakyat jelata namun kini makanan berbahan dasar daging ini bahkan telah menjadi ikon kuliner bagi Kota Makassar bahkan Sulawesi Selatan (Sulsel).

Kuliner Coto Makassar sangat mudah dijumpai di setiap sudut kota Daeng ini. Biasanya disajikan bersama ketupat dan sambal tauco.

Coto Makassar telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada pada tahun 2015. Melansir Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud RI Coto Makassar telah ada pada zaman Kerajaan Gowa, diperkirakan sejak abad ke-16.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kuliner ini diperkirakan telah ada sejak Somba Opu berjaya sebagai pusat Kerajaan Gowa pada tahun 1538. Namun, keberadaan sambal tauco sebagai pendamping Coto Makassar menguatkan dugaan kalau makanan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Cina yang memang sudah dikenal pada abad ke-16.

Mengulik sejarah Coto Makassar sebagai identitas budaya suku Makassar, terdapat cerita dalam awal pembuatannya. Berikut kisah asal muasal pembuatan Coto Makassar dikutip dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.

ADVERTISEMENT

Sejarah Coto Makassar

Toak, seorang juru masak Kerajaan Bajeng, yakni sebuah kerajaan di perbatasan Kabupaten Takalar dan Gowa di Sulawesi Selatan, setiap harinya membuat sajian daging kerbau untuk kalangan kerajaan. Daging kerbau disajikan tanpa bagian lainnya, seperti hati, limpa, usus, dan jeroannya.

Bagian jeroan yang tertinggal tersebut lantas menginspirasi Toak untuk membuat sajian baru. Hanya berbahan dari jeroan dan rempah-rempah tradisional.

Hubungan kekerabatan Toak dengan pedagang asing, salah satunya Tiongkok cukup mempengaruhi penyajian masakannya. Ia kemudian memadukan antara rempah-rempah Indonesia dengan membuat sambal tauco sebagai pendamping sajian Coto Makassar.

Tidak tanggung-tanggung, untuk membuat sajian yang lezat Toak menggunakan 40 jenis rempah Indonesia atau biasa disebut Rampah Patang Pulo. Beberapa dari Rampah Patang Pulo adalah kemiri, cengkeh, pala, fuli, sereh, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, kacang ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seledri, daun prei, lombok merah, lombok hijau, gula talla, asam, kayu manis, dan garam.

Selanjutnya Coto Makassar menjadi sajian istimewa kerajaan..

Sementara rempah lainnya yang digunakan untuk membersihkan jeroan antara lain cabe rawit dan cabe keriting. Kemudian bahan untuk sambal tauco Toak menggunakan daun seledri, daun bawang, jeruk nipis, bawang goreng, jeruk nipis, tauco.

Uniknya Toak tidak menggunakan santan melainkan air beras dan kacang. Bahan-bahan tersebut kemudian dimasak dalam wadah kuali tanah yang disebut korong butta atau uring butta.

Toak kemudian membagikan sajian yang disebut sebagai Coto Mangkasara' (dalam bahasa Makassar) ini kepada warga miskin di sekitar kerajaan. Juga kepada prajurit kerajaan, dan kepada pedagang asing yang kebetulan berada disana.

Lambat laun, hidangan Coto Makassar menjadi makanan yang disukai. Toak lantas mencoba menyajikan hidangan tersebut kepada Raja.

Raja ternyata menyukai sajian tersebut. Lantas Raja pun menjadikan Coto Makassar sebagai sajian istimewa kerajaan.

Seiring berjalannya waktu Coto Makassar menjadi warisan budaya dan menjadi kuliner khas suku Makassar. Kini Coto Makassar menjadi salah satu ikon kuliner Kota Makassar yang sangat digemari.

Halaman 2 dari 2
(tau/asm)

Hide Ads