Lima oknum kepala desa (kades) dan 1 oknum kepala puskesmas (kapus) dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas III di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar). Mereka terbukti bersalah karena melanggar netralitas dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Mamasa.
Proses eksekusi para terpidana dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamasa, Senin (30/12). Keenam terpidana masing-masing bernama Abdul Rahman Tona (Kades Ralle Anak), Junaedi (Kades Talopak), Oktovianus (Kades Bambapuang), Obednego Yunus (Kades Balla), Daud Demmapapa (Kades Pebassian) dan Fatmawati (Kapus Mehalaan).
"Kejaksaan Negeri Mamasa mengeksekusi terpidana yang melanggar tindak pidana pemilihan tahun 2024. Adapun terpidana berjumlah 6 orang," kata Kepala Kejari Mamasa, Musa dalam keterangannya yang diterima wartawan, Selasa (31/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Musa membeberkan perbuatan para terpidana sehingga harus menjalani hukuman. Dua terpidana diketahui menghadiri kampanye akbar salah satu pasangan calon, sedangkan 4 terpidana lain melakukan swafoto dengan salah satu pasangan calon.
"Perbuatan terpidana Abdul Rahman Tona dan Junaedi yang merupakan kepala seorang kepala desa, terbukti menghadiri kampanye akbar salah satu pasangan calon," terangnya.
"Sementara terpidana Fatmawati seorang aparatur sipil negara yang menjabat sebagai kepala puskesmas, serta tiga terpidana lain yang merupakan kepala desa, yaitu Oktovianus, Obednego Yunus dan Daud Demmapapa terbukti melakukan swafoto dengan salah satu pasangan calon pada saat masa kampanye," tambahnya.
Keenam terpidana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 188 jo. Pasal 71 ayat (l) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain.
"Tindakan tersebut berpotensi memberikan keuntungan dan memperlihatkan adanya keberpihakan yang dilakukan para terpidana terhadap pasangan calon yang dimaksud. Tindakan ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku dan merusak prinsip-prinsip Pemilu yang jujur dan adil," jelasnya.
Musa mengungkapkan, masing-masing terpidana dijatuhi hukuman penjara selama 3 bulan dan denda sebesar Rp 5 juta. Namun, para terpidana menyatakan sanggup membayar denda pidana sebesar Rp 5 juta tersebut, selambat-lambatnya tanggal 5 Januari 2024 berdasarkan surat pernyataan (D-2) kesanggupan melunasi pembayaran denda yang ditandatangani pada tanggal 30 Desember 2024.
"Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 15 hari," tutur Musa.
Musa juga menegaskan komitmen Kejaksaan untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu, khususnya dalam menangani kasus yang mencederai integritas pemilihan kepala daerah. Dia berharap proses eksekusi ini dapat memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang terlibat dalam praktik kecurangan selama proses pemilihan kepala daerah.
"Kami akan terus mengawal penegakan hukum, agar tercipta pemerintahan yang bersih, transparan, dan berwibawa," pungkas Musa.
(ata/asm)