SYL Divonis 10 Tahun Penjara-Denda Rp 300 Juta di Kasus Korupsi Kementan

SYL Divonis 10 Tahun Penjara-Denda Rp 300 Juta di Kasus Korupsi Kementan

Tim detikNews - detikSulsel
Kamis, 11 Jul 2024 13:03 WIB
Jakarta -

Syahrul Yasin Limpo (SYL) divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta atas kasus korupsi pemerasan terhadap anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan). Vonis SYL ini lebih rendah dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta Terdakwa dihukum 12 tahun penjara.

"Menyatakan Terdakwa Syahrul Yasin Limpo tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum," demikian dikutip dari detikNews, Kamis (11/7/2024).

Dakwaan alternatif pertama yang dimaksud majelis hakim tersebut yakni Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana terhadap SYL oleh karena itu selama 10 tahun dan denda Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak diganti dengan pidana hukuman selama 4 bulan," kata hakim.

Dakwaan SYL

SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah yang totalnya Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan itu bersama Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta.

ADVERTISEMENT

Uang itu diterima SYL selama menjabat Menteri Pertanian pada 2020-2023. Jaksa mengatakan SYL memerintahkan staf khususnya, Imam, Kasdi, M Hatta dan ajudannya, Panji, untuk mengumpulkan uang 'patungan' ke para pejabat eselon I di Kementan. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi SYL.

Atas hal tersebut, SYL dkk didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 12 huruf e atau huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Tuntutan SYL

SYL kemudian dituntut hukuman 12 tahun penjara dalam sidang tuntutan yang digelar pada Jumat (28/6). Jaksa juga menuntut SYL membayar denda Rp 500 juta dengan diganti 6 bulan kurungan apabila Terdakwa tidak membayarnya.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Syahrul Yasin Limpo berupa pidana penjara selama 12 tahun," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (28/6).

Jaksa meyakini SYL menerima Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu (atau setara Rp 490 juta) selama menjabat Menteri Pertanian. Uang itu berasal dari pegawai di Kementan.

Jaksa pun menuntut SYL membayar uang pengganti sesuai jumlah yang diterimanya, yakni Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu. Jaksa juga menuntut uang yang disita dari rumah dinas SYL, uang yang dikirim SYL ke rekening penampungan KPK, uang yang dikembalikan Ahmad Sahroni, Fraksi NasDem DPR RI, Nayunda Nabila, Indira Chunda Thita, hingga Kemal Redindo ke rekening penampungan KPK dirampas untuk negara.

Uang yang dituntut untuk dirampas itu akan dihitung sebagai bagian dari uang pengganti. Syahrul Yasin Limpo diyakini bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hal yang memberatkan SYL ialah tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberi keterangan, mencederai kepercayaan masyarakat, dan korupsinya dengan motif tamak. Hal yang meringankan, SYL sudah berusia 69 tahun.

Jejak Pantun dan Pamer Kesalehan di Sidang Kasus SYL

Dalam catatan pemberitaan detikcom, persidangan ke persidangan SYL diwarnai sejumlah momen menarik. Beberapa di antaranya adalah sidang SYL yang berisi pantun hingga aksi unjuk kesalehan.

Dalam jawaban atas pledoi SYL, jaksa membacakan pantun full sindiran di persidangan replik itu. Soal biduan hingga macam-macam muncul di pantun itu.

Berikut pantun yang dibacakan jaksa saat mengawali replik:

Kota Kupang, Kota Balikpapan
Sungguh Indah dan Menawan
Katanya Pejuang dan Pahlawan
Dengar Tuntutan Nangis Sesenggukan

SYL memang menangis sesenggukan saat membacakan pledoinya. Itulah yang dijadikan sorotan oleh jaksa di pantun itu. Jaksa mengatakan tangisan SYL tak dapat menghapus pidana. Jaksa perbuatan SYL telah terungkap dalam persidangan.

Sementara pantun kedua yakni soal biduan. Urusan biduan ini memang terungkap dalam persidangan yang mana SYL disebut memberikan sejumlah hadiah seperti kalung, cincin, tas Balenciaga hingga membayari cicilan apartemen seorang biduan bernama Nayunda Nabila.

Nayunda juga disebut diangkat sebagai honorer di Kementan. Nayunda menerima gaji Rp 4,3 juta per bulan selama setahun sebagai honorer meski hanya ngantor dua kali. Hal-hal tersebut dijadikan sindiran oleh jaksa dalam repliknya.

Jalan-jalan ke Kota Balikpapan
Jangan lupa selfie di Bandara Sepinggan
Janganlah mengaku pahlawan
Jikalau engkau masih suka biduan

Jalan-jalan ke Tanjung Pinang
Jangan lupa membeli udang
Janganlah mengaku seorang pejuang
Jikalau ternyata engkau seorang titik titik titik silakan diisi sendiri

Kemudian dalam nota repliknya, jaksa menyoroti perihal perilaku-perilaku koruptif yang dialamatkan ke SYL. Tak hanya menyawer biduan berkedok kepentingan dinas, jaksa juga menyebut sunatan cucu hingga renovasi rumah pribadi.

Pamer Kesalehan

Pamer kesalehan SYL disampaikan oleh pengacaranya, Djamaludin Koedoeboen. Dia mengatakan kliennya lebih banyak menghabiskan waktu untuk salat, ngaji, hingga mendengarkan ceramah menjelang sidang vonis.

"Beliau, pertama, lebih banyak di masjid. Selain salat, ngaji, juga mendengar ceramah dari para ustaz. Ya lebih fokus menyerahkan diri kepada Allah SWT dalam kaitan dalam menghadapi persidangan ini, untuk putusan besok. Jadi semua diserahkan saja kepada Allah," kata Djamaludin Koedoeboen saat dihubungi, Rabu (10/7).

Djamaludin mengatakan SYL rapuh selama menghadapi persidangan. Dia mengatakan SYL ingin menunjukkan ketegaran dan tak mau membuat keluarganya kecewa.

"Untuk umur beliau yang sudah mau 70 ini, ditambah istrinya juga sakit-sakitan, beliau juga sebenarnya hanya, ya seorang pejabat, mantan pejabat ya, orang yang juga seorang tokoh di Sulawesi Selatan. Jadi tentu ingin memperlihatkan ketegaran-keteguhan di hadapan publik. Tapi sesungguhnya, sebagai manusia biasa, ya tentu beliau juga rapuh sebenarnya itu," kata Djamaludin.

Lebih lanjut, Djamaludin berharap SYL divonis bebas dalam kasus tersebut. Dia berharap majelis hakim akan memberikan keputusan yang adil dalam kasus tersebut.

"Kita berharap beliau diputus bebas, pertimbangannya sederhana aja, karena memang dalam fakta-fakta persidangan itu kan tidak satu pun yang menunjuk ke beliau terkait dengan perintah, disuruh, terkait kumpul-kumpul itu," ujarnya.


SYL Koar-koar Pejabat Paling Miskin tapi Hartanya Rp 20 M

Dalam persidangan, SYL pernah koar-koar kalau dirinya merupakan salah satu menteri termiskin. Padahal, SYL punya harta Rp 20 miliar.

Koar-koar itu disampaikan SYL dalam sidang kasus pemerasan. Dia mengklaim dirinya baru mencicil rumah di Makassar saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.

"Saya ini termasuk menteri yang paling miskin. Rumah saya itu, di BTN di Makassar waktu saya gubernur. Ini baru saja saya mau mencicil. Karena saya berharap di akhir perjalanan umur saya yang 70 tahun saya berada di sini, dan ini dicicil," kata SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).

SYL mengatakan dirinya hanya manusia biasa. Dia membantah mencopot pegawai di Kementan yang tak mematuhi perintahnya saat menjabat sebagai Mentan.

SYL juga sempat menangis dengan menyebut rumahnya di Makassar masih kebanjiran. Dia mengaku tak biasa disogok-sogok orang.

"Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran, Bapak, yang di Makassar itu. Saya nggak biasa disogok-sogok orang. Tunjukkan bahwa saya pernah," ucap SYL saat membacakan nota pembelaan, Jumat(5/7).

(hmw/ata)

Hide Ads