Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) menjatuhkan vonis bebas terhadap kepala desa (kades) bernama Yuil (35) yang menjadi terdakwa kasus pemerkosaan remaja perempuan berinisial RR (17) di Hotel d'Maleo Mamuju. Majelis hakim memiliki dua pertimbangan dalam vonis bebas tersebut.
Yuil divonis bebas usai menjalani sidang putusan di PN Mamuju pada Kamis (2/5). Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut terdakwa dengan pasal alternatif, Pasal 81 ayat 2 juncto Pasal 6b Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dituntut 5 tahun penjara.
"Iya (Yuil divonis bebas oleh majelis hakim)," ujar Kajari Mamuju Subekhan kepada wartawan, Jumat (3/5/2024).
Mejelish hakim menilai barang bukti flashdisk yang seharusnya berisi rekaman CCTV korban dan pelaku saat berada di hotel tidak ada alias kosong saat akan diputar di persidangan. Majelis hakim juga tidak mempertimbangkan hasil visum korban karena tidak dilakukan oleh dokter spesialis.
Namun Subehkan menegaskan barang bukti flashdisk tersebut sebelumnya memang belum pernah dibuka setelah diserahkan penyidik Polresta Mamuju. Menurutnya, flashdisk tersebut masih dalam kondisi tersegel sampai saat persidangan.
"Kita selama ini tidak pernah membuka barang bukti itu (flashdisk) sehingga masih tersegel. Ketika dibuka kosong, kita nggak tau sebenarnya ada isinya atau tidak. Barang bukti itu kan hanya berisi CCTV," kata Subekhan.
Terlepas dari kondisi flashdisk tersebut, Subekhan menilai kasus itu sebenarnya masih bisa berlanjut. Ia menyebut masih ada saksi yang bisa dimintai keterangan terkait adanya peristiwa tindak pidana.
"Kalaupun tidak ada itu (rekaman CCTV), itu sebenarnya keterangan-keterangan saksi itu sudah cukup membuktikan. Menurut pendapat saya, sudah cukup membuktikan tentang suatu peristiwa pidana," jelasnya.
Selain itu, Subekhan turut menanggapi terkait putusan majelis hakim yang membatalkan hasil visum korban karena dilakukan oleh dokter umum, bukan dokter spesialis atau ahli. Menurutnya, akan berbahaya jika pendapat tersebut diterapkan karena keberadaan dokter spesialis yang belum tentu ada di setiap daerah terpencil.
"Ya itu menurut hakim, dokter umum tidak boleh membuat visum. Itu kan bahaya kalau pendapat itu diterima bahaya, kalau seperti itu diterapkan. Di daerah terpencil yang hanya ada dokter puskesmas masa tidak bisa dibuktikan dengan itu semua. Makanya yang seperti ini, cara pandang yang seperti ini tidak boleh tidak, kita harus lawan," tegasnya.
Jaksa Tempuh Kasasi, simak di halaman berikutnya...
Simak Video "Video 2 Mahasiswa Bawa Bom Molotov saat Demo di DPRD Sulbar Ditahan"
(hmw/hmw)