Nasib Guru SMK Dituntut Rp 50 Juta gegara Pukul Siswa yang Tak Mau Salat

Nusa Tenggara Barat

Nasib Guru SMK Dituntut Rp 50 Juta gegara Pukul Siswa yang Tak Mau Salat

Tim detikBali - detikSulsel
Kamis, 12 Okt 2023 17:19 WIB
Guru Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 1 Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Akbar Sorasa yang dituntut karena memukul siswa.
Guru PAI di SMK Negeri 1 Taliwang, Sumbawa Barat, NTB bernama Akba Serosa yang dituntut karena memukul siswa. (Foto: Istimewa)
Sumbawa Barat - Seorang guru SMK bernama Akbar Sorasa (26) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB) harus menjalani persidangan di PN Sumbawa lantaran memukul siswa berinisial A yang tidak mau salat. Pihak keluarga A juga meminta Akbar membayar Rp 50 juta jika ingin berdamai.

Dilansir dari detikBali, aksi pemukulan ini terjadi di SMK Negeri 1 Taliwang, Sumbawa Barat, NTT pada Rabu, (26/10/2022). Peristiwa pemukulan itu terjadi tepatnya saat waktu salat zuhur akan dimulai.

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) itu mengatakan kasus ini bermula saat dirinya mengajak beberapa siswa yang duduk nongkrong di samping gerbang untuk salat. Dia juga melihat siswa tersebut sempat kabur saat diajak salat.

"Saya bertanya pada siswa di situ, siapa yang kabur (bolos) itu. Tapi mereka tidak mau menjawab. Lalu saya minta anak-anak itu untuk jangan pulang dulu, sampai bel pulang berbunyi," kata Akbar.

Akbar kemudian mengajak A dan siswa yang tengah nongkrong di gerbang ke musala untuk salat. Akan tetapi, siswa yang nongkrong itu tidak mengindahkan perintah Akbar.

"Biasa kan saya ngawas juga saat imtak. Jadi waktu itu saya minta mereka salat hanya diam dan lanjut ngobrol," beber Akbar.

Akbar menyebut dia berusaha kembali mengajak siswa salat setelah mengalami penolakan. Akbar lantas memukul A karena menatapnya dengan tajam seolah-olah menantangnya.

"Anak itu menatap saya dengan tajam. Saya kemudian ambil sebilah bambu untuk menakuti awalnya. Saya lalu pukul pelan di bagian lengan dan pundak. Tidak sampai luka apalagi sampai luka berat," bebernya.

Akbar melanjutkan setelah aksi pemukulan itu, dia sempat mencari siswa tersebut untuk meminta maaf. Namun dirinya malah dilaporkan karena melakukan tindakan pemukulan.

Akbar mengungkapkan dirinya sudah melakukan permintaan maaf dan dimediasi oleh pihak sekolah sebanyak tiga kali. Dia juga mengaku sempat mengunjungi rumah siswanya tersebut.

"Saya sudah minta maaf. Bahkan sudah lima kali mediasi dilakukan oleh pihak sekolah tiga kali. Saya pergi ke rumahnya A untuk meminta maaf tapi tak kunjung dimaafkan," katanya.

Akbar menuturkan setelah mendatangi rumah A, pihak keluarga malah memintanya untuk membayar uang sebesar Rp 50 juta sebagai syarat untuk berdamai. Akbar yang masih honorer itu kemudian meminta keringanan karena tidak memiliki cukup gaji.

"Gaji saya sebulan Rp 800 ribu. Untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih pas-pasan," jelasnya.

Akbar mengatakan dirinya sempat meminta berdamai dengan keluarga A. Namun, orang tua muridnya itu ngotot membawa masalah ini ke jalur hukum pada Februari 2023.

"Saya sudah meminta berdamai dengan wali murid inisial A tersebut. Tapi memang tidak pernah mau si wali murid," jelas Akbar, Rabu (11/10/2023).

Akbar menuturkan dirinya sudah menjalani dua kali sidang di PN Sumbawa. Akbar didakwa melanggar Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.

"Hari ini sidang pembacaan saksi ahli. Sidang pertama dan kedua itu saya tidak didampingi teman LBH dari PGRI. Hari ini saya didampingi kuasa hukum dariLBH," tuturnya.


(hmw/sar)

Hide Ads