Sidang kasus korupsi pasir laut Takalar dengan kerugian negara Rp 7 miliar bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dengan agenda pemeriksaan saksi. Terungkap, ada rekanan atau pihak ketiga yang meminta diskon harga pasir laut dari Rp 10 ribu menjadi Rp 7.500 per meter kubik sehingga dianggap jaksa penuntut umum (JPU) menimbulkan kerugian negara.
Sidang korupsi pasir laut Takalar berlangsung di Ruangan Bagir Manan, PN Makassar, Selasa (8/8/2023). Eks Kabid Pajak Daerah Takalar Hasbullah dan mantan Kabid Pajak dan Restribusi Daerah BPKD Takalar Juharman duduk di kursi terdakwa.
JPU menghadirkan total tujuh saksi, salah satunya adalah staf terdakwa Juharman bernama Anita Umar. Dalam kesaksiannya, Anita mengungkap adanya rapat terkait persetujuan penurunan harga pasir laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut saksi, rapat itu berawal dari adanya permintaan diskon atau pengurangan harga pasir laut dari pihak rekanan, PT Alefu Karya Makmur pada tahun 2020 silam. Di persidangan, hakim bertanya soal nilai kontrak pasir laut antara PT Alefu dengan Pemkab Takalar ke saksi Anita.
"Waktu PT Alefu per kubik Rp 10 ribu?" tanya hakim di persidangan.
Saksi Anita Umar lantas menjelaskan bahwa tak ada ketentuan harga pada awal proses pertambangan.
"Waktu di awal pak itu belum ditetapkan Rp 10 ribu," jawab Anita.
Hakim kemudian bertanya sejak kapan harga pasir laut ditetapkan sebanyak Rp 10 ribu per meter kubik. Anita kemudian menjawab awalnya pihak rekanan menyurat.
"Waktu itu pak proses pertambangan. Perusahaan menyurat. Ada surat permohonan," kata Anita.
Menurut Anita, pihak rekanan yakni PT Alefu pada intinya meminta keringan pajak. Hakim lantas meminta konfirmasi saksi apakah PT Alefu dalam suratnya meminta keringanan harga pasir laut menjadi Rp 7.500.
"Surat yang mengatakan bahwa mereka bermohon untuk kiranya dari Rp 10 ribu menjadi Rp 7.500 per kubik?" tanya hakim.
Menjawab hal itu, saksi Anita membenarkannya. "Iya," jawabnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Permintaan PT Alefu Dirapatkan dan Dikoordinasikan
Masih dari kesaksian Anita, permintaan PT Alefu tersebut dikoordinasikan ke terdakwa Juharman selaku mantan Kabid Pajak dan Restribusi Daerah BPKD Takalar.
"Jadi waktu itu pak PT Alefu itu kirimkan surat ke saya lalu saya koordinasikan ke pak Kabid, Pak Juharman," kata Anita.
Hakim lantas mencecar saksi soal permintaan harga pasir laut menjadi Rp 7.500 per meter kubik.
"Ibu tau bahwa mereka minta Rp 7.500?" tanya hakim.
Anita pun membenarkan hal tersebut. Menurutnya, permintaan harga pasir laut menjadi Rp 7.500 per meter kubik dapat dia lihat dari perihal surat.
"Saya cuma lihat di perihalnya pak. Permohonan perihal kalau saya tidak salah ingat permohonan keringanan pembayaran pajak," katanya.
Menurut Anita, pihak-pihak terkait juga melakukan rapat pembahasan soal permohonan dari PT Alefu. Anita mengaku diminta menjadi notulen rapat saat itu.
"Rapat pertama di ruang rapat kepala badan," katanya.
Menurut Anita, pihak yang hadir rapat yakni bekas Kepala BPKAD Gazali Machmud, Sekda Takalar, kabag hukum pada prinsipnya menyetujui permintaan PT Alefu. Namun para pihak belum memutuskan dengan alasan permohonan itu masih perlu dikonsultasikan.
"Jadi setelah rapat waktu itu saya diinfokan sama pak Kabid Juharman, saya diinfokan kalau ditugaskan untuk ikut mendampingi pak Kabid melakukan Konsultasi dengan BPKB," katanya.
Alhasil, keputusan penurunan harga pasir laut baru disepakati pada rapat yang kedua. Menurut Anita, rapat kedua digelar di ruangan terdakwa Juharman.
"Dihadiri oleh siapa?" timpal hakim.
Saksi Anita lantas menjelaskan bahwa rapat yang kedua dihadiri Sekda Takalar, pihak Inspektorat, Kabag Hukum dan sejumlah orang lainnya yang saksi tak bisa rincikan.
"Apa yang kemudian dibicarakan? Apakah ACC tanda tangan itu?" tanya hakim.
"Tidak pak, waktu itu pak Kaban (kepala bagian keuangan) kan ini baru dibuka oleh pak Sekda. Pak Sekda menanyakan bagaimana hasilnya. Lalu pak Gazali mengatakan kalau sudah dilakukan konsultasi dengan BPKP dan hasil konsultasi itu menyebutkan bahwa bisa diberikan keringanan. Kemudian pak Sekda mengatakan kalau memang bisa buatkan analisisnya. Jadi pada saat itu juga dibuatkan analisanya," katanya.
"Saya yang mengetik (analisisnya). Terus waktu itu kalau saya tidak salah Kabag hukum mengatakan masukkan semua regulasi pergub perda. Terus siapa itu bilang runut konsultasi ke mana saja. Sampai saat itu," kata saksi.
Mendengar penjelasan Anita, hakim menanyakan apakah setelah analisa keluar dilakukan tanda tangan pengurangan harga pasir laut. Saksi pun membenarkannya.
"Setelah penetapan itu kedua ada analisa terus peserta rapat menandatangani. Menyetujui untuk memberikan pengurangan (harga pasir laut) sebesar Rp 7.500," katanya.
Hakim lantas meminta saksi menegaskan ada siapa saja saat kesepakatan pengurangan harga pasir laut ditandatangani.
"Ada Sekda, pak Kaban, Kabag Hukum, Asisten, Inspektorat sama pak Sekda Haedar," katanya.
Untuk diketahui, Juharman dan Hasbullah didakwa bersalah melakukan korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Terdakwa juga didakwa Pasal 3 Juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.