Oknum Brimob berinisial HST di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) belum ditetapkan tersangka atas kasus pemerkosaan terhadap gadis ABG berusia 15 tahun. Penyidik diminta menetapkan status hukum terduga pelaku dengan jeratan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Pakai aja TPKS, mau tidak melakukan itu, itukan pertanyaannya," ujar pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng, Salma kepada detikcom, Minggu (28/5/2023).
Salma menjelaskan dalam UU TPKS terduga pelaku bisa ditetapkan tersangka berdasarkan keterangan korban. Satu alat bukti lainnya berupa visum cukup untuk menetapkan status hukumnya menjadi tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Benar sekali (satu saksi dan satu bukti di UU TPKS bisa jadi tersangka). Boleh kemudian tidak ada salahnya mereka (penyidik) juga pakai UU TPKS," paparnya.
Menurutnya penerapan UU TPKS memudahkan dari sisi alat bukti. Namun pihaknya tidak tahu pasti kenapa penyidik tidak menggunakan regulasi itu dalam menangani kasus pemerkosaan ini.
"Nah TPKS inikan dia lebih memudahkan pada alat bukti. Untuk kasus anak ini, alat buktinya sudah jelas. Tidak ada lagi alasan untuk tidak menetapkan (HST jadi tersangka)," tegas Salma.
Salma menganggap penyidik bisa mengaitkan UU TPKS dan UU Perlindungan Anak. Kedua regulasi ini dinilai saling berhubungan yang bisa memudahkan penyidik.
"Sebaiknya di juncto. Sebaiknya di dobel-dobel karena mungkin kalau di pasal Perlindungan Anak ada yang melemahkan kemudian bisa diakomodir atau dikuatkan di TPKS," paparnya.
Menurutnya UU TPKS dan UU Perlindungan saling melengkapi. Atas hal itu, penyidik disarankan menggunakan dua regulasi tersebut.
"Di Undang-undang Perlindungan Anak belum terjawab seutuhnya, di Undang-undang TPKS bisa jadi terjawab. Jadi menurut saya dua-dua harus dia (penyidik) pakai," imbuh Salma.
Sorotan Komnas Perempuan
Komnas Perempuan juga menyoroti kasus pemerkosaan ini. Pihaknya juga mendorong penyidik menggunakan UU TPKS dalam kasus ini.
"Kami merekomendasikan agar kepolisian selain menggunakan UU Perlindungan Anak, juga menggunakan UU TPKS agar hak-hak korban terpenuhi. Termasuk hak restitusi, pendampingan anak dan perlindungan," beber Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah, Sabtu (27/5).
Aminah juga meminta penyidik berkoordinasi dengan P2TP2A dalam mendampingi korban yang saat ini masih mendapatkan perawatan medis. "Kedua berkoordinasi dengan P2TP2A untuk proses pendampingan dan penguatan korban," tambahnya.
Menurutnya kasus ini harus diusut tuntas. Kasus pemerkosaan ini berdampak besar terhadap psikologis korban.
"Eksploitasi seksual terhadap anak perempuan ini sangat memprihatinkan di tengah upaya kita untuk melaksanakan UU TPKS," tegasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
"Kalau oknum Brimob dalam kasus tersebut kita masih melakukan pendalaman dan pengembangan," ujar Yudy yang dikonfirmasi, Sabtu (27/5).
Yudy beralasan oknum Brimob belum ditetapkan tersangka karena belum memenuhi alat bukti. Hal ini dikarenakan masih berupa keterangan korban.
"Dikarenakan keterangan tersebut masih berdasarkan dari keterangan korban saja. Kita masih mencari keterangan dari saksi lainnya atau bukti lainnya untuk memperkuat dan mendukung daripada keterangan korban tersebut," jelasnya.
Gadis ABG Diperkosa 11 Pria
Diketahui gadis ABG berusia 15 tahun diduga diperkosa oknum Brimob bersama 10 pria lainnya. Pemerkosaan ini terjadi dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023 lalu.
Yudy mengatakan 10 dari 11 terduga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara ada 5 orang di antaranya yang sudah ditahan.
Para tersangka yang ditahan masing-masing inisial NT, ARH, AR, AK dan HR. Sedangkan yang belum ditahan yakni FA, DU, AK, AS, AW.
"10 tersangka namun 5 yang sudah dilakukan penahanan di Mako Polres dan 5 akan kita panggil untuk dilakukan pemeriksaan namun belum ada konfirmasi," jelasnya.
Simak Video "Video: Pilu Korban Pemerkosaan di Sumba, Lapor Polisi Malah Dicabuli"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/ata)