Pria berinisial AG (40) di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) ditembak mati gegara menyerang polisi menggunakan parang. Insiden ini dipicu perampasan ekskavator oleh AG terkait polemik pembelian tanah.
"Terpaksa dilakukan tindakan kepolisian dikarenakan AG sudah dua kali melakukan penyerangan terhadap petugas Polsek Nanga Tayap," terang Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Raden Petit Wijaya kepada detikcom, Rabu (12/4/2023).
Insiden penyerangan hingga berujung penembakan ini terjadi di Dusun Mendaok, Kecamatan Nanga Tayap pada Jumat (7/4) sore. AG menyerang polisi karena menolak mediasi usai dirinya merampas ekskavator.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petit menjelaskan, kejadian ini bermula saat satu anggota polisi bersama pria berinisial S mendatangi rumah AG meminta ekskavator pada Selasa (4/4). Hal ini setelah polisi menerima adanya laporan kehilangan alat berat itu.
"Jadi anggota terima laporan jika pelapor berinisial AK kehilangan ekskavator dan diketahui berada di rumah AG. Saat dimediasi (minta kembali) AG menyerang mereka berdua dengan pisau karter dan besi shock," jelasnya.
Polisi dan pria inisial S pun menghindari serangan itu dan memilih pergi dari rumah AG. Tiga hari kemudian, dua polisi anggota Bhabinkamtibmas Polsek Nanga Tayap Briptu Suhendri dan Briptu Agus Rahmadian dan karyawan AK kembali lagi ke rumah AG untuk meminta kembali ekskavator tersebut.
"Tetapi AG tersinggung sampai mengambil parang dan menyerang anggota (Briptu Suhendri) dan karyawan tersebut," terangnya.
Meski sempat diberi tembakan peringatan oleh Briptu Agus, AG tetap melancarkan serangan. AKibat serangan itu, Briptu Agus luka di lengan kirinya, sementara AK luka di kaki dan tangannya.
"Penyerangan mengakibatkan satu anggota Polsek Naga Tayap dan orang umum (karyawan AK) mengalami luka-luka sehingga dengan terpaksa dilakukan tindakan kekuatan kepolisian akhirnya dilumpuhkan dan mengakibatkan AG meninggal dunia," papar Petit.
Petit mengungkapkan, AG tersinggung terhadap pihak AK karena menolak membeli tanahnya. Apalagi ekskavator yang dirampasnya saat itu berada di lahan milik AG. Namun di satu sisi, AK bingung dengan hal tersebut lantaran tidak ada pembicaraan sebelumnya soal pembelian lahan.
"Jadi alasan menahan ekskavator (karena AG) mau jual tanah dan memaksa AK beli tanahnya, sementara seperti itu pengakuan dari AK. Yang bersangkutan bingung karena tidak ada pembicaraan sebelumnya," imbuh Petit.
Polda Kalbar Bentuk Tim Khusus
Sebelumnya diberitakan, Kapolda Kalbar Brigjen Pol Pipit Rismanto telah membentuk tim khusus dari Inspektorat pengawasan daerah (Itwasda) dan Bidang Profesi dan Pengaman (Bidpropam) menyelidiki kasus ini. Hal tersebut untuk mengecek tindakan aparat yang bertugas sudah sesuai prosedur atau tidak.
"Sebagaimana Peraturan Kapolri nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Kepolisian. Selain itu Kapolda Kalbar juga meminta kantor perwakilan Komnas HAM RI wilayah Kalbar juga untuk dapat turut serta melakukan investigasi terkait kejadian ini," kata Petit saat dihubungi, Senin (10/4).
Petit menegaskan, Polda Kalbar akan transparan dengan masalah ini dengan menggandeng Komnas HAM RI sebagai lembaga yang berwenang. Tujuannya untuk menentukan terjadi atau tidaknya pelanggaran HAM berdasarkan hasil investigasi independen nanti.
"Hasilnya akan disampaikan sesegera mungkin,"pungkasnya.
(sar/sar)