Siswa SMAN 11 Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) berinisial GP (17) menjadi korban pengeroyokan di sekolahnya hingga bonyok. Orang tua (ortu) GP, Idiamin Sartian mendesak polisi segera menangkap para pelaku.
"Proses yang kami harapkan semua pihak yang bertanggung jawab dapat diproses secara hukum, karena ini di lingkungan sekolah dan disaksikan oleh para guru," ujar Idiamin kepada detikSulsel, Minggu (19/3/2023) malam.
Idiamin mengatakan anaknya dikeroyok di lingkungan sekolah SMAN 11 Makassar di Jalan Andi Mappaodang, pada Jumat (17/3). Sebelum dikeroyok, GP awalnya mengalami pemukulan di hari yang sama.
Menurut Idiamin, anaknya melihat seorang temannya dipukuli oleh sesama pelajar sehingga melaporkan kejadian itu ke pihak guru. Saat jam pulang sekolah anaknya pun menjadi korban penganiayaan oleh seniornya.
"Kronologis awalnya saya punya anak jam 9 pagi itu sudah melaporkan ke guru akan terjadi pemukulan oleh kelas tiga sekitar jam 11 selesai mata pelajaran saya punya anak pulang itu dia lihat temannya dipukul kemudian dia dipanggil tapi tidak datang dia didekati oleh seniornya setelah itu dia dipukuli dua kali dia kabur lari," jelasnya.
Idiamin menambahkan anaknya sempat lari berusaha mencari jalan lain untuk pulang. Namun para pelaku kembali mendapatinya dan langsung melakukan pengeroyokan tak jauh dari ruang guru.
"Setelah itu dia mau cari jalan pulang kembali ke jalan tadi, lewat di kelas tiga dan ruang guru itu di situ dia dipukuli beramai-ramai sampai terseret diinjak-injak," terangnya.
Akibat pengeroyokan tersebut, anaknya mengalami trauma mendalam. Selain itu terdapat sejumlah luka di tubuhnya seperti lebam di kaki hingga wajahnya.
"Lukanya paling keras di belakang sini, di rusuk, di kaki itu lebam-lebam kemarin itu mukanya juga orang di sini dibilang bonyok," katanya.
Pihak Sekolah Terkesan Membiarkan
Idiamin mengatakan kasus pengeroyokan dan pemukulan di SMAN 11 Makassar merupakan tradisi. Bahkan dia menuding pihak sekolah membiarkan kasus kekerasan ini terus berulang.
"Terkesan (pihak sekolah) kayak membiarkan kasus ini berulang itu," ucapnya.
Idiamni mengaku anaknya tidak memiliki masalah dengan para pelaku. Namun menurutnya kekerasan yang dialami anaknya merupakan tindakan berulang yang dilakukan seniornya bersama adik kelasnya.
"Itu sebenarnya tidak ada permasalahan tapi di sekolah itu ada tradisi ganjil genap, ganjil itu artinya angkatan jadi contoh dia itu kelas tiga bersama kelas satu memukul kelas dua. Pada saat kelas dua naik ke kelas tiga bergabung lagi dengan kelas satu memukul kelas dua dan tradisi itu sudah berlangsung lama," ungkap Idiamin.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya...
(hsr/ata)