"(Tersangka dijerat) Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar Kapolresta Samarinda Kombes Ary Fadli kepada detikcom, Minggu (12/3/2023).
Kombes Ary mengatakan dugaan kasus penganiayaan ini terkuak setelah orang tua korban menemukan sejumlah luka lebam pada tubuh korban. Orang tua korban lantas melapor ke polisi.
"Orang tuanya datang jemput untuk dibawa pulang. Pas dilihat anaknya sakit, diperiksa merah-merah akhirnya laporan (ke polisi)," katanya.
Kepada polisi, tersangka mengaku menganiaya korban karena nakal. Para bocah itu awalnya diberi hukuman yang mendidik.
"Dikasih tau, nakal atau apa. Awalnya hukumannya itu cuman bersihkan kamarnya, kemudian bersihkan kamar mandi," tuturnya.
Hanya saja, hukuman yang diberikan gurunya tidak menimbulkan efek jera. Ary menyebut puncak kemarahan gurunya itu dilampiaskan dengan hukuman fisik berupa cambukan rotan.
"Tapi kesalahan berulang-ulang akhirnya mungkin yah, membuat gurunya itu kesal gitu loh. Akhirnya dipukul pakek rotan, ada yang pakek gantungan baju," paparnya.
Ary menyebut kejadiannya masih belum lama. Pemukulan gurunya yang masih membekas meyakinkan penyidik kepolisian bahwa kejadian penganiayaan itu masih baru.
"Antara bulan ini lah, bekasnya masih ada semua kok. Berarti masih baru," katanya.
"Anak itu kan di situ sudah tujuh bulan. Kalau yang kena rotan itu kan baru-baru saja yah yang terakhir ini sesuai dengan keterangan dari ibunya," tambah Ary.
(hmw/ata)