Kritik Tokoh-Akademisi Papua ke Lukas Enembe yang Belum Mau Diperiksa KPK

Papua

Kritik Tokoh-Akademisi Papua ke Lukas Enembe yang Belum Mau Diperiksa KPK

Tim detikcom - detikSulsel
Senin, 10 Okt 2022 08:45 WIB
Profil Lukas Enembe, Kini Dicegah ke LN Usai Jadi Tersangka
Gubernur Papua, Lukas Enembe (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Jayapura -

Gubernur Papua Lukas Enembe dikritik tokoh dan akademisi Papua lantaran belum memenuhi panggilan pemeriksaan dari KPK. Lukas Enembe dinilai harusnya berani menjalani pemeriksaan di KPK agar kasusnya terselesaikan.

"Kalau memang hitam katakan hitam, jangan memutar balik fakta. Kalau tidak bersalah kenapa harus takut sama KPK?" ungkap tokoh masyarakat Suku Wally Papua, Rulche Wally kepada detikcom, Minggu (9/10/2022).

Rulche menyindir keluarga dan simpatisan Lukas Enembe yang meminta KPK melakukan pemeriksaan di lapangan terbuka. Menurutnya, kasus korupsi tidak bisa dituntaskan pakai cara adat namun harus memakai hukum negara. Terlebih, tempat pemeriksaan yang standar dan aman sudah disiapkan KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apabila ada pihak yang ingin melakukan pemeriksaan di tempat terbuka serta dilihat masyarakat itu termasuk hal yang tidak manusiawi," tuturnya.

Lukas Enembe disebutnya harus diproses hukum bahkan jika terbukti bersalah maka harus mendapat hukuman. Rulche juga berpesan agar Lukas Enembe kooperatif dan tidak bersembunyi di balik 'pagar hidup' masyarakat Papua.

ADVERTISEMENT

"Jangan korbankan rakyat Papua demi kepentingan pribadi. Masyarakat yang menjaga Lukas Enembe juga harus mau membuka diri dan membiarkan proses hukum dilakukan oleh pemerintah," terangnya.

Sementara, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua, Prof Melkias Hetharia menyoroti pernyataan pihak Lukas Enembe yang tidak akan ke Jakarta karena Gubernur Papua tersebut dalam kondisi sakit. Sehingga KPK diminta keluarga dan simpatisan datang ke Jayapura dan memeriksa Lukas Enembe di lapangan terbuka.

"Untuk mengadili seseorang di lapangan seperti itu, saya kira dalam sistem hukum kita tidak mengenal itu. Jadi itu harus dilakukan berdasarkan aturan hukum acara," ujar Prof Melkias dalam keterangan yang diterima detikcom, Minggu (9/10).

Prof Melkias menjelaskan, Indonesia memiliki hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Sehingga menurutnya, poses hukum yang berlangsung dalam rangka penyelesaian masalah korupsi di Papua, termasuk kasus Lukas Enembe semuanya berjalan menurut hukum acara yang ada.

"Silakan KPK melaksanakan tugasnya, namun harus dijalankan secara profesional sehingga dalam penegakan itu ada keadilan prosedural yang perlu diperhatikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan," jelasnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya..

Melkias juga menyoroti soal gonjang-ganjing para pemimpin di pusat dengan penasihat hukum Lukas Enembe. Dia mengimbau agar masing-masing pihak harus bekerja secara profesional.

"Kalau masalah gratifikasi Rp 1 miliar, ya itu saja yang dibicarakan, kenapa melebar ke mana-mana. Penasihat hukum harusnya fokus ke Rp 1 miliar itu. Komentari itu saja. Tidak usah bawa ke ranah politik. (Mereka) bukan penasihat politik, tapi penasehat hukum, supaya tidak menimbulkan gesekan-gesekan ke mana-mana," tuturnya.

Soal alasan kesehatan yang menjadi dalih Lukas Enembe tidak dapat memenuhi panggilan KPK, Melkias menuturkan KPK memiliki akses untuk mempelajari rekam medis Lukas Enembe di rumah sakit di Singapura. Dokter yang menangani Lukas Enembe di Singapura tersebut bisa menjadi mediator.

"Saya kira jalan yang terbaik adalah KPK dapat bekerja sama dengan tim dokter di Singapura yang mengetahui rekam medis Lukas Enembe secara pasti. Kalu dokter yang masuk di tengah mungkin kita akan terlepas dari kepentingan-kepentingan lainnya," tukasnya.

Halaman 2 dari 2
(tau/sar)

Hide Ads