Bharada E Mestinya Bisa Tolak Perintah Irjen Sambo dengan Aturan Ini

Berita Nasional

Bharada E Mestinya Bisa Tolak Perintah Irjen Sambo dengan Aturan Ini

Tim detikNews - detikSulsel
Rabu, 10 Agu 2022 11:59 WIB
Bharada Richard Eliezer, Bharada Eliezer, Bharada E
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Bharada Richard Eliezer alias Bharada E semestinya bisa menolak perintah atasannya Irjen Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Penolakan perintah atasan itu tertuang dalam peraturan perundangan yang berlaku.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti tak menampik adanya aturan tersebut. Hanya saja dalam pelaksanaannya sulit diterapkan untuk dilaksanakan jika perintah datang dari atasan yang pangkatnya berbeda sangat jauh dengan bawahan yang diperintah.

"Aturan-aturan tersebut ada. Tetapi memang dalam praktiknya, dapat dipahami jika seseorang dengan pangkat paling rendah di Kepolisian, bagaikan bumi dan langit dengan atasannya yang seorang jenderal, pasti sulit melawan," ujar Komisioner Kompolnas Poengky Indarti dilansir dari detikNews, Rabu (10/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun Bharada E bisa menjadi saksi kunci atas kasus kematian Brigadir J. Dengan catatan perlu mendapat jaminan dan dilindungi keselamatannya.

"Oleh karena itu jika E bersedia menjadi justice collaborator karena yang bersangkutan saksi kunci, maka yang bersangkutan perlu dilindungi dan dijamin keselamatannya agar dapat bersaksi yang sebenar-benarnya di pengadilan untuk mengungkap kasus ini," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Poengky melanjutkan aturan anggota POlri bisa menolak perintah atasan tertuang dalam pasal 18 UU nomor 2 tahun 2022 tentang Polri. Dalam regulasi itu ditegaskan anggota Polri bisa bertindak atas penilaian sendiri dengan tetap memperhatikan kode etik Polri.

Berikut aturan yang dimaksud:

Pasal 18

(1) Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta kode etik profesi kepolisian Negara Republik Indonesia.

Aturan lebih tegas soal bawahan boleh menolak perintah turut diperkuat lewat Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal itu dipertegas dalam pasal 6 ayat (2) sebagai berikut;

Pasal 6

(2) Setiap Pejabat Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:

a. melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya dan melaporkan kepada Atasan.
b. menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan
c. melaporkan kepada Atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari Atasan pemberi perintah.

Dalam Perpol itu juga berisi larangan bagi atasan untuk memberi perintah yang melanggar hukum. Berikut aturannya:

Pasal 11:

(1) Setiap Pejabat Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang:
a. memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan;
b. menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggung jawab; dan
c. menghalangi dan/atau menghambat proses penegakan hukum terhadap bawahannya yang dilaksanakan oleh fungsi penegakan hukum.

Irjen Sambo Dalang Pembunuhan Brigadir J

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Irjen Sambo diduga memerintah Bharada E menembak Brigadir J.

"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Saudara J yang menyebabkan Saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh Saudara RE atas perintah Saudara FS," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat konferensi pers, Selasa (9/8).

Setelah Bharada E menembak Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo lantas mengambil pistol Brigadir J. Menggunakan pistol Brigadir J, Sambo diduga menembak dinding ruangan tempat kejadian perkara (TKP) supaya terkesan Brigadir J melepaskan tembakan.

"Saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik Saudara J ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," pungkasnya.




(hsr/nvl)

Hide Ads