"Kemudian selain Dirtahti, ini ada 7 personel Tahti yang jaga tahanan, ini juga diduga melanggar," kata Kabid Humas Polda Gorontalo Kombes Wahyu Tri Cahyono dalam konferensi persnya, Rabu (23/3/2022).
Tujuh bawahan AKBP Beni disebut melanggar Pasal 7 huruf C dan huruf E Peraturan Kapolri (Perkap) 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri yang berbunyi setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan.
"Yang kedua (7 personel seharusnya) melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukan untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah," sambung Kombes Tri.
Kombes Tri mengatakan, ketujuh bawahan AKBP Beni itu masih diproses Propam Polda Gorontalo. Ketujuh personel tersebut bakal disidang kode etik nantinya.
"Namun terhadap 7 personel lainnya yang melaksanakan jaga tahanan akan diinvestigasi dan pemberkasan untuk dilanjutkan dalam proses sidang komisi kode etik," ungkap Kombes Tri.
Diberitakan sebelumnya, AKBP Beni Mutahir melakukan pelanggaran kode etik karena membawa keluar tahanan RY yang berujung AKBP Beni tewas ditembak pada Senin (21/3) sekitar pukul 04.00 Wita. AKBP Beni melanggar Pasal 13 Ayat 1 huruf F Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
"Dalam hal tersebut di atas maka Dirtahti telah melakukan pelanggaran kode etik Polri dan tidak sesuai prosedur dalam mengeluarkan tahanan sebagaimana seharusnya telah diatur dalam Perkap nomor 4 tahun 2015 tentang perawatan tahanan di lingkungan Polri," kata Kombes Tri.
Sesuai Pasal 13 ayat 1 huruf F di atas, AKBP Beni tak memiliki kewenangan mengeluarkan tahanan tanpa ada persetujuan pihak terkait seperti penyidik, jaksa dan hakim.
"Setiap anggota Polri dilarang menggunakan tahanan tanpa perintah tertulis petugas penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum atau hakim," tutur Kombes Tri.
(hmw/tau)