Idul Adha merupakan salah satu perayaan besar bagi umat muslim di seluruh dunia. Ada berbagai macam amalan yang bisa dilakukan umat muslim saat hari ini, salah satunya adalah mendengarkan atau menyampaikan khutbah.
Khutbah Idul Adha biasanya disampaikan setelah pelaksanaan shalat Id. Dengan pelaksanaan khutbah ini diharapkan dapat mengingatkan umat muslim tentang akhlak yang sepatutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat sejumlah tema dakwah tentang keteladanan Nabi Ibrahim yang cocok dibawakan sebagai khutbah Idul Adha 2024 ini. Berikut detikSulsel telah menyajikan kumpulan contoh khutbah Idul Adha 2024 yang bisa jadi pilihan bagi khatib. Simak, yuk!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contoh Khutbah Idul Adha 2024
Judul: 6 Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim
Khutbah I
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللّٰهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الأَمِيْنِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ (الكوثر)
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbhah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta'ala.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Saleh (shalih) artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh.
Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut.
Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegangteguh akidah dan syariat.
Allah ta'ala berfirman:
مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (آل عمران: ٦٧)
Artinya: "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik." (QS Ali 'Imran: 68)
Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma'shum (selalu dijaga oleh Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi.
Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah menyembah selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim tidak pernah menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak pernah meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta'ala. Beliau juga tidak pernah berdusta dalam setiap ucapannya.
Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.
Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam sebagaimana diceritakan dalam QS al-An'am ayat 41-44. Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya. Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya. Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan yang berhak dan wajib disembah.
Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma'ruf nahi mungkar dengan penuh keberanian.
Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta'ala sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam ketika berdebat. Allah ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ اٰتَيْنٰهَآ اِبْرٰهِيْمَ عَلٰى قَوْمِهٖۗ (الأنعام: ٨٣)
Artinya: "Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya." (QS al-An'am: 83)b
Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah karena mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu tenggelam. Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah. Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya: هذا ربي seperti dikisahkan dalam QS al-An'am ayat 76-78 adalah dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang, dan matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan mencari-cari Tuhan. Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang berbeda dengan segala sesuatu. Allah ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ اٰتَيْنَآ اِبْرٰهِيْمَ رُشْدَهٗ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهٖ عٰلِمِيْنَ (الأنبياء: ٥١)
Artinya: "Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada Ibrahim petunjuk sebelum masa kenabiannya dan Kami telah mengetahui dirinya." (QS al-Anbiya': 51)
Perkataan Nabi Ibrahim: هذا ربي ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud mengingkari bukan dengan tujuan menetapkan: "Inikah Tuhanku?". Seakan-akan beliau ingin mengatakan: "Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam." Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang ma'shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.
Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah termaktub.
Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang memperjuangkan agama-Nya.
Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar.
Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang tertanam kuat di hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena menjalankan perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.
Keenam, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun resikonya.
Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.
Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah kata pun. Ma sya Allah!. Sebuah potret keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah. Dialog indah antara keduanya terekam dalam al-Qur'an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:
قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ (الصافات: ١٠٢)
Artinya: "..... Ibrahim berkata: Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?" (QS ash-Shaffat: 102).
Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, "Maka pikirkanlah apa pendapatmu?," bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa ta'ala.
Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:
قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ (الصافات: ١٠٢)
Artinya: "Ismail menjawab: Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, In sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS ash-Shaffat: 102)
Jawaban Ismail yang disertai "In sya Allah" menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu,
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail:
نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللّٰهِ
Artinya: "Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku."
Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta'ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta'ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala.
Hadirin yang berbahagia,
Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismail dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat: 106-107.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk meneladani kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Amin Ya Rabbal 'alamin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اللهُ أَكْبَرُ (٣x) اللهُ أَكْبَرُ (٣x) اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ
أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ
Oleh: Ustadz Nur Rohmad
Sumber: Nu Online
Judul: Hikayat Nabi Ibrahim dalam Haji dan Kurban
Khutbah I
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Idul Adha yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia pada setiap bulan Dzulhijjah merupakan hari raya yang sangat identik dengan dua ibadah, yakni haji dan kurban. Dalam tuntunan agama Islam, ke dua ibadah ini memang hanya bisa dilakukan pada bulan Dzulhijjah. Hari raya Idul Adha, haji, dan kurban juga tak bisa dipisahkan dari kisah dan perjalanan hidup Nabi Ibrahim beserta keluarga karena banyak peristiwa yang mewarnai kehidupannya diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban.
Pada kesempatan khutbah kali ini, mari kita menapak tilas dan menelusuri kembali kisah perjalanan dan perjuangan hidup yang dialami oleh kakek moyang Nabi Muhammad SAW ini yang berkaitan erat dengan ibadah haji dan kurban. Dengan mengenang kembali perjuangan Nabi Ibrahim, diharapkan kita mampu mengambil ibrah, hikmah, dan nilai-nilai spiritual sebagai modal dalam menjalani kehidupan ini. Dengan memahami sejarah ini, mudah-mudahan kita juga bisa termotivasi untuk bisa melaksanakan ibadah haji dan kurban yang semua umat Islam pasti mengidam-idamkannya.
Kaum mulsimin dan muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Kita awali kisah perjalanan dan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim dan istrinya yang bernama Siti Hajar dari saat Allah menganugerahi mereka seorang putra yang sudah diidam-idamkan sejak lama. Kelahiran putra yang diberi nama Ismail ini diiringi dengan perintah dan cobaan dari Allah swt untuk menempatkan Siti Hajar dan Ismail di daerah lembah yang tandus dan gersang. Kisah ini diabadikan dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 37:
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Artinya: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur."
Saat tinggal di lembah itu, suatu hari Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui Ismail. Ia pun mencari air ke sana-kemari sambil berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Peristiwa inilah yang kemudian diabadikan menjadi salah satu rukun haji, yakni Sa'i atau berlari-lari kecil antara kedua bukit tersebut. Di tengah kesusahan itu, Allah menurunkan pertolongan melalui mata air yang muncul dari tanah, tepat di bawah kaki Ismail, yang saat itu sedang menangis kehausan. Di tempat inilah keluar air penuh berkah yang sampai saat ini bisa terus dinikmati oleh umat Islam seluruh dunia bernama air zamzam.
Cobaan keluarga Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Nabi berjuluk "Khalilullah" (kekasih Allah) ini mendapatkan perintah dari Allah swt melalui mimpi untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Perintah ini juga menjadi sebuah ujian keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim kepada Allah. Karena sebelumnya, ia pernah mengeluarkan janji bahwa jika Allah menghendaki Ismail untuk dikurbankan, maka ia akan melakukannya. Perintah itu pun akhirnya benar-benar datang kepadanya
Awalnya, ketika bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail, Ibrahim merasa ragu. Ia pun melakukan perenungan dan berfikir-fikir apakah ini benar-benar perintah Allah. Peristiwa ini kemudian diabadikan dengan nama Tarwiyah yakni hari perenungan di mana kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah.
Setelah perenungan ini, kemudian hilanglah keragu-raguan itu. Karena Nabi Ibrahim kembali bermimpi hal yang sama untuk menyembelih Ismail dan tahu jika itu adalah benar-benar perintah Allah swt. Peristiwa ini yang kemudian diabadikan dengan nama hari Arafah yang berarti 'mengetahui' di mana kita juga disunahkan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Jamaah Shalat Idul Adha rahimakumullah,
Setelah Nabi Ibrahim tahu dan yakin perintah itu datang dari Allah, maka ia pun menyampaikan dan berdiskusi dengan Ismail. Dialog bersejarah antara Ayah dan anak ini pun diabadikan dalam Al-Qur'an surat As-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: "Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."
Akhirnya, hari itu pun datang ketika Ibrahim dengan keimanan dan ketakwaannya serta Ismail dengan keyakinannya akan melaksanakan prosesi penyembelihan. Pada waktu itu, setan juga terus membisikkan kepada Ibrahim, Ismail, dan juga Siti Hajar untuk tidak usah menjalankan perintah Allah ini. Namun, keyakinan mereka tidak goyah sedikit pun. Untuk mengusir setan yang mengganggu, Nabi Ibrahim pun melemparinya dengan batu yang kemudian peristiwa ini diabadikan dalam ritual ibadah haji, yakni melempar jumrah.
Ketika detik-detik Ibrahim akan menyembelih Ismail, tiba-tiba Allah swt berfirman dan memerintahkan Ibrahim berhenti tidak menyembelih Ismail. Firman ini termaktub dalam Al-Qur'an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ. كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: "Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. Kami mengabadikan untuknya (pujian) pada orang-orang yang datang kemudian, 'Salam sejahtera atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan'."
Atas peristiwa ini Malaikat Jibril yang membawakan hewan untuk disembelih sebagai pengganti Ismail pun berseru "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar." Takbir ini disambut Ibrahim dengan "Lailaha illahu Allahu Akbar" yang kemudian disambung oleh Ismail "Allahu Akbar Walillahil Hamdu.' Dari peristiwa epik inilah, umat Islam kemudian disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Peristiwa ini juga menegaskan bahwa seseorang dilarang keras mengalirkan darah manusia.
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Dari peristiwa bersejarah keluarga Nabi Ibrahim ini, kita bisa banyak mengambil hikmah dan keteladanan. Dimulai dari keteladanan perjuangan hidup sampai dengan keteguhan iman dan takwa dalam menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Kisah-kisah Nabi Ibrahim, yang termaktub dalam Al-Qur'an dan terwujud dalam bentuk ibadah seperti Sa'i, melempar jumrah, puasa tarwiyah dan Arafah, serta menyembelih hewan kurban ini harus semakin meningkatkan keyakinan dan keteguhan kita dalam beribadah. Karena memang tujuan dari diciptakannya kita ke dunia ini adalah untuk beribadah. Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (QS Ad Dzariyat: 56)
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, kita membutuhkan keteguhan dan keyakinan yang kuat karena harus rela mengeluarkan harta yang kita miliki. Jika tidak memiliki niat yang kokoh, maka haji dan kurban pun akan sulit untuk dilakukan. Untuk berhaji, kita harus berkorban menyiapkan puluhan juta rupiah guna membayar biaya perjalanan ke Tanah Suci. Ditambah juga kesabaran tinggi karena harus rela antre bertahun-tahun karena banyaknya umat Islam yang ingin menjalankan rukun Islam kelima ini. Untuk berkurban, kita juga harus menyediakan anggaran jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban dan kemudian dibagi-bagikan kepada orang lain.
Namun, ma'asyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Kita tidak perlu khawatir. Harta dunia yang kita keluarkan untuk berangkat ke Tanah Suci ini akan dibalas oleh Allah swt dengan kenikmatan kehidupan akhirat di surga yang abadi. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Artinya: "Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga." (HR al-Bukhari)
Begitu juga dengan ibadah kurban, Rasulullah telah menegaskan dalam dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya: "Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya."
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Demikian khutbah Idul Adha yang mengangkat tentang kisah inspiratif penuh perjuangan dari keluarga Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam ritual ibadah haji dan kurban. Semoga bisa menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dan semoga Allah swt senantiasa menurunkan hidayah dan rezekinya kepada kita sehingga kita bisa menjalankan tugas kita untuk beribadah khususnya mampu untuk melakukan ibadah haji dan berkurban. Amin.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Oleh: Muhammad Faizin
Sumber: NU Online
Judul: Dua Teladan Kurban Nabi Ibrahim
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
للهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ، أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ
Ma'asyiral muslimin rahimakullah,
Hari ini, tanggal 10 Dzhulhijjah adalah hari yang istimewa untuk umat Islam seluruh dunia. Seluruh umat Islam merayakannya dengan penuh khidmat dan suka gembira. Saudara-saudara kita yang memenuhi panggilan Allah sedang menjalani rangkaian puncak ibadah haji di Makkah, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sedangkan yang tidak melaksanakan haji, disibukkan dengan ritual Idul Adha. Shalat Idul Adha, dilanjutkan ibadah kurban sampai berakhirnya hari Tasyrik.
Untuk saudara-saudara kita yang sedang sedang menjadi tamu Allah, kita doakan mudah-mudah mereka diberikan kesehatan dan kemudahan dalam melaksanakan ibadah haji dengan penuh kekhidmatan dan kesempurnaan. Semoga menjadi haji yang mabrur yang tidak hanya mengantarkan mereka menjadi pribadi yang shaleh tetapi juga muslih. Baik secara individu sekaligus dapat menebarkan kebaikan kepada masyarakatnya.
Untuk kita di sini, semoga momentum Idul Adha menjadi sarana perbaikan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala. Menjadi sarana bagi seorang muslim untuk semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah individual atau sosial, karena inilah tujuan dari Idul Adha yang kita jalani setiap tahun.
Ma'asyiral muslimin rahimakullah,
Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmatut Tasyri' wa Falsafatuh menjelaskan, kurban pertama kali dilaksanakan pada masa Nabi Adam 'alaihissalam, oleh putra-putranya yaitu Qabil dan Habil. Kekayaan yang dimiliki Qabil mewakili kelompok petani, sedangkan Habil mewakili kelompok peternak. Dikisahkan Al-Quran:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Artinya: "Artinya, "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang lain (Qabil)." (Al-Maidah: 27)
Para ahli tafsir menyatakan, peristiwa kurban yang dilakukan dua bersaudara dari putra Adam 'alaihissalam merupakan solusi dari polemik 'perang dingin', yang terjadi antara keduanya dalam mempersunting wanita cantik rupawan bernama Iklimah sebagai pasangan hidup.
Kisah kurban berikutnya adalah dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika diperintahkan Allah Ta'ala untuk menyembelih Nabi Ismail 'alaihissalam, putra tercinta yang telah lama diimpikan kelahirannya. Perintah ini hanya merupakan ujian dari Allah kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam atas keimanannya. Karena pada akhirnya yang yang disembelih adalah kambing. Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur'an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: ""Ibrahim berkata: 'Hai anakkku sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?' Ismail menjawab: 'Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar'." (QS As-Shaffat: 102)
Selain dua peristiwa ini, ritual kurban terus berlanjut di setiap budaya dan peradaban. Terus berlangsung dilakukan oleh umat manusia walaupun dalam bentuk dan praktik yang berberda-beda. Puncaknya adalah mengorbankan jiwa manusia sebagai persembahan kepada yang dianggap Tuhan yang memiliki kekuatan.
Dahulu masa pra Islam, di Mesir jika air sungai Nil surut, maka penduduk Mesir menggelar upacara mengambil anak gadis untuk dijadikan tumbal agar airnya melimpah. Tradisi seperti ini juga dikenal oleh masyarakat nusantara seperti kita dengar dalam cerita-cerita rakyat nusantara.
Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus, ada penegasan ajaran kurban yang dilegalkan adalah seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Yakni dengan menyembelih kambing, sapi, atau onta. Sebagaimana firman Allah:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ (3)
Artinya: "(1) Sungguh Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). (3) Sungguh orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah)." (Al-Kautsar: 1-3)
Ma'asyiral muslimin rahimakullah,
Kenapa peristiwa Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang dijadikan model kurban dalam ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam? Tentu karena di dalamnya ada hikmah keteladanan yang sangat agung. Kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam umat Islam dapat belajar bagaimana melakukan ibadah kurban yang baik dan benar. Pelajaran tersebut dapat kita perolah dalam beberapa hal berikut:
Pelajaran pertama, dalam beragama ada suatu keadaan di mana kita harus meninggalkan akal fikiran kita. Mengesampingkan rasionalitas, kemudian beralih pada ketundukan serta kepasrahan total kepada Ilahi Rabbi. Dalam kajian hukum Islam dikenal hukum yang bersifat ta'aqquli dan ta'abbudi. Ta'aqquli artinya masuk akal. Yakni ketika suatu syariat dibebankan dan manusia bisa menalar karena sesuai dengan kemampuan berfikir manusia. Allah memerintahkan sedekah, zakat, menolong sesama, berbakti kepada orang tua. Allah melarang mencuri, korupsi, konsumsi narkoba, membunuh, pergaulan bebas dan semacamnya. Semua ini adalah sesuai dengan naluri dan akal sehat manusia.
Di sisi lain, ta'abbudi adalah hukum yang dogmatis. Tidak bisa dinalar, di luar kemampuan akal manusia. Aturan tentang shalat, puasa, dan haji adalah bagian dari urusan yang bersifat ta'abbudi. Kita tidak bisa mempertanyakan apalagi menggugat kenapa shalat Dzuhur, Ashar dan Isya' empat rakaat, sedangkan Magrib tiga rakaat dan Subuh dua rakaat. Rasionalitas dikesampingkan karena yang ada hanyalah kepasrahan dan kepatuhan total sebagai seorang hamba yang rindu untuk mendapat cinta dan sayang dari Tuhannya.
Ketika menerima perintah Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ibrahim 'alaihissalam meyakini bahwa perintah itu adalah dogma yang harus harus dilaksanakan secara paripurna. Maka atas dasar keimanannya, tanpa pikir panjang Nabi Ibrahim 'alaihissalam siap melaksanakan perintah tersebut. Rasionalitas dimatikan, yang ada hanyalah ketundukan akan perintah Allah. Ini menunjukkan tingginya kualitas keimanan dan ketaqwaan Nabi Ibrahim 'alaihissalam, sehingga sangat pantas beliau mendapat gelar Khalilullah (kekasih Allah).
Belajar dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam, maka sudah sepantasnya setiap orang yang berkurban melaksanakannya seperti Nabi Ibrahim 'alaihissalam ketika berkurban. Segera berkurban ketika mampu melaksanakannya. Berkurban atas dasar tunduk dan patuh menjalankan perintah Allah, seraya berharap mendapatkan cinta, kasih dan ridha Allah. Bukan ingin pujian, karena gengsi, atau untuk meningkatkan status sosial.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Pelajaran kedua, dari Nabi Ibrahim 'alaihissalam bisa kita dapatkan dari pengalihan kurban manusia menjadi kambing. Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim 'alaihissalam untuk menyembelih putranya hanya sekedar ujian keimanan, bukan perintah sesungguhnya. Hal ini sekaligus menjadi kritik sosial dari tradisi tumbal di berbagai budaya dan perabadan. Sejarah kurban Nabi Ibrahim 'alaihissalam mengajarkan kepada kita bahwa kurban dalam Islam adalah ajaran humanis. Untuk menyembah Allah tidak boleh membahayakan diri sendiri, apalagi orang lain. Dalam hadit riwayat Ibn Abbas radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Artinya: "Tidak boleh membahayakan (mengorbankan) orang untuk kepentingan pribadi, dan tidak boleh mencegah orang lain mendapat kebaikan."
Dalam Islam setiap bahaya harus dihilangkan. Bahkan untuk mendatangkan suatu kebaikan atau menghilangkan suatu bahaya, tidak boleh dengan menimbulkan bahaya lain. Ini adalah salah satu prinsip utama dalam ajaran. Kaidah fiqih menyebutkan:
اَلضَّرَرُ يُزَالُ
Artinya, "Setiap mudarat harus dihilangkan."
اَلضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
Artinya, "Suatu mudarat tidak bisa dihilangkan dengan mudarat yang lain."
Dari sini maka seharusnya ajaran qurban menginspirasi setiap muslim untuk tidak hanya shaleh secara ritual, tetapi juga shaleh secara sosial. Menjaga keseimbangan hubungan kepada Allah dan kepada manusia, bahkan pada alam sekitar. Jargon Islam agama ramah bukan marah, bisa terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun dalam qurban ada darah hewan yang dialirkan, namun bukan tujuan atau penilaian utama, karena yang dinilai Allah adalah ketakwaan dari orang-orang yang melaksanakannya.
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (الحج، 37)
Artinya: "Daging-daging onta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-Hajj: 37)
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Inilah dua pelajaran yang dapat kita petik dari kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Semoga menjadi media yang dapat meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah Ta'ala, serta menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk terus berjihad mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Amin ya rabbal 'alamin.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اللهُ اَكْبَرْ ٣× اللهُ اَكْبَرْ ٤ ×. اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
الحمد لله حمدا كثيرا كما امر. واشهدان لااله الاّ الله وحده لاشريك له اقراراً بربوبيّته وارغاما لمن جحد به وكفر. واشهد انّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله سيّد البشر. اللّهمّ فصلّ وسلم على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه المصابيح الغرر. ما اتّصلت عين بنظر واذن بخبر. من يومنا هذا الى يوم المحشر. امّا بعد
فيا ايّها النّاس اتّقوا الله فيما امر. وانتهوا عمّا نهى عنه وحذّر. واعلموا انّ الله تبارك وتعالى امركم بأمر بدأ فيه بنفسه وثنّى بملا ئكته المسبّحة بقدسه. فقال تعالى ولم يزل قائلأ عليما. انّ الله وملائكته يصلّون على النبى. يا ايّها الذين امنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللّهمّ صلّ وسلّم على سيّدنان محمّد جدّ الحسن و الحسين وعلى اله واصحابه خير اهل الدّارين خصوصا على اوّل الرّفيق. سيّدنا ابى بكرن الصّديق. وعلى الصّادق المصدوق. سيّدنا ابى حفص عمر الفاروق. وعلى زوج البنتين سيّدنا عثمان ذى النّورين. وعلى ابن عمّه الغالب سيّدنا علىّ ابن ابى طالب. وعلى الستّة الباقين رضى الله عنهم اجمعين. وعلى الشّريفين سيّدى شباب اهل الدّارين. ابى محمّد الحسن وابى عبد الله الحسين. وعلى عمّيه الفاضلين على النّاس. سيّدنا حمزة وسيّدنا العبّاس. وعلى بقيّة الصّحابة اجمعين. وعلى التّابعين وتابع التّابعين لهم باحسان الى يوم الدين. وعلينا معهم برحمتك ياارحم الرّحيمن
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْن وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ .وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
اللّهمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ
اللهمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتَ على الأَمْرِ والعَاقِبَةَ الحَسَنَةَ والعَافِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةٍ والسَّلاَمَةَ مِنْ كلِّ إِثْمٍ والغَنِيْمَةَ مِنْ كل بِرٍّ والفَوْزَ بِالجَنَّةِ والنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Oleh: Ustadz Suoarman, AAlumni Ma'had Aly Situbondo, Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember
Sumber: NU Online
Demikianlah kumpulan contoh khutbah Idul Adha 2024 untuk mendalami keteladanan Nabi Ibrahim. Semoga membantu, detikers!
(urw/edr)